ASSALAMU`ALAIKUM DI BLOG KAMI "BOLO MANAKIB" GONDANG-NGANJUK SEMOGA DAPAT DIAMBIL HIKMAHNYA, BERMANFAAT DAN MEMBAWA BERKAH. AMIIN...

Jumat, 13 Januari 2017

Manakib Habaib

Posted by Unknown On 19.57 | No comments

Manaqib Alhabib Hasan Bin Thoha Bin Yahya
-----------------------------
A Habib Hasan bin toha.

Habib Hasan bin Thoha bin Yahya yang lebih terkenal dengan nama Syekh Kramat Jati,  Raden Tumenggung Sumodiningrat, Wedono Lebet Kerajaan dan me­nantu Sultan HB II, lahir di kota Betawi/cirebon, dari pasangan Habib Thoha bin Muhammad al-Qadhi bin Yahya dengan Syarifah Fathimah binti Husain bin Abu Bakar bin Abdullah Al-Aydrus. Beliau mendapat pendidikan langsung dari kedua orang tuanya sampai hafal Al Qur’an sebelum usia tujuh tahun. Kecerdasan dan kejernihan hati yang dimiliki, menjadikannya sebelum menginjak dewasa, telah banyak hafal kitab-kitab hadist, fiqh dan lain sebagainya.

Nasab Beliau

al-Arifbillah al-Quthb al-Habib Hasan bin
al-Quthb Thaha bin
al-Quthb 'ulum Muhammad al-Qadhi bin
al-Quthb Thaha bin
al-Quthb Muhammad bin
al-Quthb Kabiir Syekh bin
al-Quthb Ahmad bin
al-Quthb Sulthanul Awliya al-Imam Yahya bin
al-Quthb Hasan al-Akmar bin
al-Quthb Ali an-Naas bin
al-Quthb Imam Alwy bin
Syaikh Muhammad Maula Ad-Dawilah bin
Syaikh Ali Shohibud Dark bin
Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin
Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin
Sayyidina Ali bin
Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin
Sayyidina Al-Imam Khali' Qatsam bin
Sayyidina Alwi bin
Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin
Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin
Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin
Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin
Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin
Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin
Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin
Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin
Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin
Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin
Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein Ra

Setelah menimba ilmu dari ayahnya sayyid Thoha dan beberapa ulama di jawa, Beliau ke Tarim, Hadhramaut setelah berziarah Baitullah al-haram dan kubur Datuknya Baginda Nabi SAW. Di haromain beliau mengambil dari beberapa ulama-ulama Haromain tersebut. Termasuk mengambil dari al-Habib Umar bin Aqil bin Yahya (Madinah), dan tokoh-tokoh ulama besar haromain di zamannya. Semuanya guru-guru dari haromain mendapat ijazah yang sempurna dalam ilmu dhohir wal bathin, artinya kitab-kitab Fiqh ala Madzhab al- arbi’ah dan kutubul hadist, kitab tafsir dan mendapat ijazah mengajar dan berdakwah.

Beliau selanjutnya melanjutkan perjalanannya menuju hadhramaut, Tarim. Setelah ziarah kepada Sayidina  al-Faqih al-Muqaddam dan ulama dan awliya di zambal serta salafuna sadatuna sholihin sadatuna alawiyyin, beliau berziarah ke Ghorot, di mana kubah besar disitu kuburnya datuknya yang bernama al-Imam A’imatul Ulama Quthbil Ghauts al-Habib Syaikh bin Ahmad bin Yahya. Dan beberapa kubur ulama-ulama awliya keluarga bin Yahya, termasuk kubur kakek dari jiddahnya al-Habib Syaikh bin Abdurrahman bin Aqil bin Ahmad bin Yahya. Ibu dari al-Habib Muhammad al-Qadhi, kakek dari al-Habib Hasan bin Thoha tersebut. Bernama seorang waliyah Sayyidah Ruqayah binti Syaikh bin Abdurrahman al-Faqih bin Aqil bin Ahmad bin Yahya.

Kubah itu besar sekali, al Habib Syaikh bin Ahmad bin Yahya, datuk dari ayahnya al-habib Hasan adalah murid dari Sayyidi Al-Imam Syaikh Abu bakar bin Salim. Ibu dari al-Imam Ahmad bin Yahya tersebut, adalah Sayidah Mufadhol binti al-Habib Syaikh bin Abdullah al-Akbar al-Aydrus, yang terkenal dengan Sulthanul Mala’ atau Quthbil Mala’. Maka setelah beliau berziarah baru mulai mengambil ilmu kepada para ulama-ulama di hadhromiyah dari para sadah itu sendiri dan lainnya.

Disamping belajar ilmu syariat, Habib Hasan juga belajar ilmu Thoriqoh dan hakikat kepada para ulama’ dan Auliya’ waktu itu. Diantara guru beliau adalah al-Habib Quthbil Aqthab al-Mujadid Ahmad bin Umar bin Smith seorang wali Qutub pada zaman itu, juga mengambil dari Quthbil al-Habib Ali bin Hasan al-Aththas shohib Mashad, serta mengambil pula dari al-Habib Thohir bin Muhammad bin Hasyim seorang wali Quthb besar, kakek dari al-Habib Abdullah bin Husain bin Thohir. Juga mengambil daripada al-Habib Allamatud dunya Abdurrahman bin Abdullah bil Faqih. Dan juga mengambil dari al-Habib Abdurrahman bin Musthafa al-Aydrus dan mengambil dari cucu al-Habib Abdullah bin Alwy al-Haddad, yaitu al-Habib Alwy bin Hasan bin Abdullah al-Haddad, dan mengambil dari ulama sadatil Seqqaf guru beliau sangat banyak,  Quthbil Ghouts Al Habib Alwi bin Abdullah Bafaqih dan masih banyak guru yang lain.

Beliau selanjutnya dari Tarim setelah mendapatkan ijazah sebagaiman beliau dapatkan di haromain, beliau keliling ketempat-tempat sumber ilmu seperti ke Mesir sampai Maghrobi dan kota-kota yang banyak ulamanya, disitu beliau banyak mengambil pengalaman penjajah Inggris maupun Perancis. Pengalaman itu dijadikan bekal untuk mengetahui bagaimana politik penjajahan sampai dalam segi bidang ekonomi.

Selanjutnya beliau ke India dan bertemu pula dengan pemuka-pemuka ulama dan beliau tidak terpelapasa mengambil adari tokoh-tokoh ppembersaer ulama tersebut dari sadatil al-Aydrus, bin Syaahab, bin Yahya dan al-Jailani. Beliau disamping disana sambil berdakwah dan mengajarkan ilmu pertanian yang sehingga beliau sangat dicintai oleh masyarakat sekalipun non muslim, karena beliau mengambil ilmu pertanian, masyarakat merasa diuntungkan sehingga dengan mudah beliau mengembangkan al  Islam sedikitpun tidak menggunakan kekerasan, yang akhirnya beliau pulang ke Penang. Untuk bertemu dengan Abahnya di Penang Malaysia, as-Sayid Thoha digelari as-Sayyid ath-Thahir.

Al-habib Thaha tersebut pernah tinggal di semarang, Cirebon dan banten. Seorang ulama yang sangat dicintai dan disegani oleh masyarakat dari kalangan atas dan bawah, sekalipun non muslim sangat hormat karena keluhuran akhlaknya.

Al-Habib Thaha sebelum masuk ke Indonesia, terlebih dahulu di Penang dizaman hidup beliau di Penang. Jama’ah Haji dari mana pun banyak yang berziarah kepada beliau (al-Habib Thaha) di Penang.

Habib Hasan selalu mendapat ijazah dari setiap ilmu yang di dapatinya baik ijazah khusus maupun umum. Ilmu yang beliau miliki baik syariat, Thoriqoh maupun hakikat sangat luas bagaikan lautan sehingga di kalangan kaum khos (khusus) maupun awam dakwah beliau bisa diterima dengan mudah. Maka tak heran bila fatwa-fatwa beliau banyak didengar oleh pembesar kerajaan waktu itu.

Pada waktu muda, setelah mendapat ijin dari gurunya untuk berdakwah dan mengajar, beliau masuk dulu ke Afrika di Tonja, Maroko dan sekitarnya, kemudian ke daerah Habsyah, Somalia terus ke India dan Penang Malaysia untuk menemui ayahnya.

Setelah tinggal beberapa waktu di Penang, beliau mendapat ijin dari ayahnya untuk ke Indonesia guna meneruskan dakwahnya. Beliau pertama kali masuk ke Palembang kemudian ke Banten. Pada saat tinggal di Banten, beliau diangkat oleh Sultan Rofiudin, atau Sultan Banten yang terakhir waktu itu menjadi Mufti Besar. Di Banten beliau bukan hanya mengajar dan berdakwah, tetapi juga bersama-sama dengan pejuang Banten dan Cirebon mengusir penjajah Belanda. Walaupun Sultan Rofi’udin telah ditangkap dan dibuang ke Surabaya oleh Belanda, tetapi Habib Hasan yang telah menyatukan kekuatan pasukan Banten dan Pasukan Cirebon tetap gigih mengadakan perlawanan.

Setelah itu beliau meneruskan dakwahnya lagi ke Pekalongan-Jawa Tengah. Di Pekalongan beliau mendirikan Pesantren dan Masjid di desa Keputran dan beliau tinggal di desa Ngledok. Pondok Pesantren itu terletak di pinggir sungai, dulu arah sungai mengalir dari arah selatan Kuripan mengalir ke tengah kota menikung sebelum tutupan Kereta Api. Tetapi dengan Karomah yang dimiliki Habib Hasan, aliran sungai itu dipindah ke barat yang keberadaanya seperti sampai sekarang.

Pengaruh Habib Hasan mulai dari Banten sampai Semarang memang sangat luar biasa, tidak mengherankan bila Belanda selalu mengincar dan mengawasinya. Dan pada tahun 1206 H/1785 M terjadilah sebuah pertempuran sengit di Pekalongan. Dengan kegigihan dan semangat yang dimiliki Habib Hasan dengan santri dan pasukannya, Belanda mengalami kewalahan. Tetapi sebelum meletusnya Perang Padri Pesantren Habib Hasan sempat dibumi hanguskan oleh Belanda.

Akhirnya Habib Hasan bersama pasukan dan santrinya mengungsi ke Kaliwungu, tinggal disuatu daerah yang sekarang di kenal dengan desa Kramat. Atas perjuangan, kearifan, serta keluasan ilmu yang terdengar oleh Sultan Hamengkubuwono ke II membuatnya menjadi kagum kepada Habib Hasan.

Karena kekaguman tersebut akhirnya Habib Hasan diangkat menjadi menantu Sultan Hamengkubuwono ke II dan daerah yang ditempati mendapat perlindungannya.

Di Kaliwungu beliau tinggal bersama sahabatnya bernama Kyai Asy’ari seorang ulama besar yang menjadi cikal bakal pendiri Pesantren di wilayah Kaliwungu (Kendal ), guna bahu membahu mensyiarkan Islam. Masa tua hingga wafatnya Habib Hasan tinggal di Semarang tepatnya di daerah Perdikan atau Jomblang yang merupakan pemberian dari Sultan HB II. Beliau juga merupakan Komandan daerah perang (mandala) di gunung kidul

Thoriqoh yang dipegang oleh Habib Hasan adalah Thoriqoh Saadatul Alawiyyin (Alawiyyah). itulah yang diterapkan untuk mendidik keluarga dan anak muridnya, seperti membaca aurod Wirdul Lathif, dan istighfar menjelang Maghrib. Setelah berjamaah maghrib dilanjutkan sholat sunah Rowatib, tadarus Al qur’an, membaca Rotib dari Rotibul Hadad, Rotibul Athos, Rotibul Idrus dan wirid Sadatil Bin Yahya serta Rotibnya. Terus berjamaah sholat Isya’ selanjutnya membaca aurad dan makan berjama’ah.

Diantara kebiasaan beliau yang tidak pernah ditinggalkan adalah berziarah kepada para auliya’ atau orang-orang sholeh baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat. (Ziaratul Ulama wal Auliya ahyaan wa amwatan ).

Rumah beliau terbuka 24 jam non stop dan dijadikan tumpuan umat untuk memecahkan segala permasalahan yang mereka hadapi. Semasa beliau berdakwah dalam rangka meningkatkan umat dalam ketaqwan dan ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya, pertama sangat menekankan pentingnya cinta kepada Baginda nabi Muhammmad Saw. beserta keluarganya yang dijadikan pintu kecintaan kepada Allah Swt. Kedua kecintaan kepada kedua orang tua dan guru, yang menjadi sebab untuk mengerti cara taqorub, taqwa dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Habib Hasan adalah seorang yang lemah lembut dan berakhlak mulia tetapi sangat keras dalam berpegang teguh kepada Syariatilah dan Sunah Rasul. Beliau tidak pernah mendahulukan kepentingan pribadinya.

Banyak amal sirri (rahasia) yang dilakukan oleh beliau setiap malamnya. Sehabis Qiyamull Lail, Habib Hasan berkeliling membagikan beras, jagung dan juga uang kerumah-rumah Fuqara wal masakin, anak-anak Yatim dan janda-janda tua. Beliau sangat menghargai generasi muda dan menghormati orang yang lebih dituakan.

Pada waktu hidup, beliau dikenal sebagai seorang yang ahli menghentikan segala perpecahan dan fitnah antar golongan dan suku. Sehingga cara adu domba yang dilakukan pihak penjajah tidak mampu menembusnya. Di samping sebagai ulama’ besar juga menguasai beberapa bahasa dengan fasih dan benar.

Habib Hasan wafat di Semarang dan dimakamkan di depan pengimaman Masjid Al Hidayah Taman duku Lamper Kidul Semarang. Hingga saat ini, banyak peziarah yang yang datang berziarah, berdoa dan bertawassul dimakamnya. Rodliyallahu ‘anhu wanafa’ana bibarokaatihi waanwarihi wa’uluumihi fiddiini waddunya wal aakhiroh.

Luthfi yahya.

0 komentar:

Posting Komentar

Blogroll

Blogger templates

About