ASSALAMU`ALAIKUM DI BLOG KAMI "BOLO MANAKIB" GONDANG-NGANJUK SEMOGA DAPAT DIAMBIL HIKMAHNYA, BERMANFAAT DAN MEMBAWA BERKAH. AMIIN...

Rabu, 03 Desember 2014

PBNU : KYAI BAMBU RUNCING

Posted by Unknown On 18.20 | 1 comment
Mbah Subkhi, Kiai Bambu Runcing KH Syaifuddin Zuhri mengisahkan: “Berbondong-bondong barisan-barisan Lasykar dan TKR menuju ke Parakan, sebuah kota kawedanan di kaki dua gunung penganten sundoro Sumbing..... Diantaranya yang paling terkenal adalah Hizbullah di bawah pimpinan Zainul Arifin, Barisan Sabilillah di bawah pimpinan KH Masykur. “Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia” di bawah pimpinan Bung Tomo, “Barisan Banteng” di bawah pimpinan dr. Muwardi, Lasykar Rakyat dibawah pimpinan Ir. Sakirman, “Laskar Pesindo” dibawah pimpinan Krissubbanu dan masih banyak lagi. Sudah beberapa hari ini baik TKR maupun badan- badan kelasykaran berbondong-bondong menuju ke Parakan……”. KH Saefudin Zuhri, mantan Menteri agama itu mengantar sendiri KH.A.Wahid Hasyim,KH.Zainul Arifin dan beberapa petinggi negara untuk datang ke Parakan. Mengapa ke Parakan? Parakan terkenal dengan kota bambu runcingnya yang ampuh. Bambu runcing adalah sebatang bambu berkisar panjangnya kurang lebih dua meter yang dibuat runcing pada salah satu ujung atau kedua ujungnya. Peralatan yang sederhana ini, ternyata pada masa perang kemerdekaan telah menjadi senjata massal yang pakai rakyat dalam melawan penjajah. Bambu Runcing pada masa Jepang juga sudah di gunakan. Menurut sumber sejarah pada masa Jepang mengadakan pelatihan-pelatihan untuk para anak-anak, remaja dan pemuda dalam Senendan, senjata yang di pakai untuk latihan antara lain senjata bambu runcing. Namun sebelum bambu runcing digunakan, para santri dan pejuang terlebih dahulu meminta berkah doa dari kiai di Parakan, terutama kiai Subkhi. Tidak banyak cerita mengenai doa apa yang di bacakan oleh Kiai Subkhi. Namun bambu runcing Parakan menjadi senjata utama sebelum para pejuang berhasil merampas senjata milik tentara penjajah. Dan ketika sudah ribuan pejuang yang datang ke Parakan menemui Kiai Subkhi utuk mencium jemari tangannya dan meminta do’a, Kiai Subkhi malah bertanya “ mengapa tidak datang kepada Kiai Dalhar,Kiai Hasbullah dan Kiai Siraj?” Mbah Subkhi, putra salah anggota pasukan Diponegoro yang kemudian berjuang dan menetap di daerah Parakanadalah kiai yang sangat sederhana dan rendah hati. KH.Saifudin Zuhri dalam bukunya berangkat dari Pesantren bercerita, “KH Wahid Hasyim, KH Zainul Arifin dan KH Masykur pernah juga mengunjunginya. Dalam pertemuan itu, KH Subeki menangis karena banyak yang meminta doanya. Ia merasa tidak layak dengan maqam itu. “Mendapati pernyataan ini, tergetarlah hati panglima Hizbullah, KH Zainul Arifin, akan keikhlasan sang kiai. Tapi, kiai Wahid Hasyim menguatkan hati Kiai Bamburuncing itu, dan mangatakan bahwa apa yang dilakukannnya sudah benar.” ( Ahmad Muzan-Wonosobo )

PBNU : KYAI BAMBU RUNCING

Posted by Unknown On 18.19 | No comments
Mbah Subkhi, Kiai Bambu Runcing KH Syaifuddin Zuhri mengisahkan: “Berbondong-bondong barisan-barisan Lasykar dan TKR menuju ke Parakan, sebuah kota kawedanan di kaki dua gunung penganten sundoro Sumbing..... Diantaranya yang paling terkenal adalah Hizbullah di bawah pimpinan Zainul Arifin, Barisan Sabilillah di bawah pimpinan KH Masykur. “Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia” di bawah pimpinan Bung Tomo, “Barisan Banteng” di bawah pimpinan dr. Muwardi, Lasykar Rakyat dibawah pimpinan Ir. Sakirman, “Laskar Pesindo” dibawah pimpinan Krissubbanu dan masih banyak lagi. Sudah beberapa hari ini baik TKR maupun badan- badan kelasykaran berbondong-bondong menuju ke Parakan……”. KH Saefudin Zuhri, mantan Menteri agama itu mengantar sendiri KH.A.Wahid Hasyim,KH.Zainul Arifin dan beberapa petinggi negara untuk datang ke Parakan. Mengapa ke Parakan? Parakan terkenal dengan kota bambu runcingnya yang ampuh. Bambu runcing adalah sebatang bambu berkisar panjangnya kurang lebih dua meter yang dibuat runcing pada salah satu ujung atau kedua ujungnya. Peralatan yang sederhana ini, ternyata pada masa perang kemerdekaan telah menjadi senjata massal yang pakai rakyat dalam melawan penjajah. Bambu Runcing pada masa Jepang juga sudah di gunakan. Menurut sumber sejarah pada masa Jepang mengadakan pelatihan-pelatihan untuk para anak-anak, remaja dan pemuda dalam Senendan, senjata yang di pakai untuk latihan antara lain senjata bambu runcing. Namun sebelum bambu runcing digunakan, para santri dan pejuang terlebih dahulu meminta berkah doa dari kiai di Parakan, terutama kiai Subkhi. Tidak banyak cerita mengenai doa apa yang di bacakan oleh Kiai Subkhi. Namun bambu runcing Parakan menjadi senjata utama sebelum para pejuang berhasil merampas senjata milik tentara penjajah. Dan ketika sudah ribuan pejuang yang datang ke Parakan menemui Kiai Subkhi utuk mencium jemari tangannya dan meminta do’a, Kiai Subkhi malah bertanya “ mengapa tidak datang kepada Kiai Dalhar,Kiai Hasbullah dan Kiai Siraj?” Mbah Subkhi, putra salah anggota pasukan Diponegoro yang kemudian berjuang dan menetap di daerah Parakanadalah kiai yang sangat sederhana dan rendah hati. KH.Saifudin Zuhri dalam bukunya berangkat dari Pesantren bercerita, “KH Wahid Hasyim, KH Zainul Arifin dan KH Masykur pernah juga mengunjunginya. Dalam pertemuan itu, KH Subeki menangis karena banyak yang meminta doanya. Ia merasa tidak layak dengan maqam itu. “Mendapati pernyataan ini, tergetarlah hati panglima Hizbullah, KH Zainul Arifin, akan keikhlasan sang kiai. Tapi, kiai Wahid Hasyim menguatkan hati Kiai Bamburuncing itu, dan mangatakan bahwa apa yang dilakukannnya sudah benar.” ( Ahmad Muzan-Wonosobo )

KYAI BAMBU RUNCING

Posted by Unknown On 18.19 | No comments
Mbah Subkhi, Kiai Bambu Runcing KH Syaifuddin Zuhri mengisahkan: “Berbondong-bondong barisan-barisan Lasykar dan TKR menuju ke Parakan, sebuah kota kawedanan di kaki dua gunung penganten sundoro Sumbing..... Diantaranya yang paling terkenal adalah Hizbullah di bawah pimpinan Zainul Arifin, Barisan Sabilillah di bawah pimpinan KH Masykur. “Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia” di bawah pimpinan Bung Tomo, “Barisan Banteng” di bawah pimpinan dr. Muwardi, Lasykar Rakyat dibawah pimpinan Ir. Sakirman, “Laskar Pesindo” dibawah pimpinan Krissubbanu dan masih banyak lagi. Sudah beberapa hari ini baik TKR maupun badan- badan kelasykaran berbondong-bondong menuju ke Parakan……”. KH Saefudin Zuhri, mantan Menteri agama itu mengantar sendiri KH.A.Wahid Hasyim,KH.Zainul Arifin dan beberapa petinggi negara untuk datang ke Parakan. Mengapa ke Parakan? Parakan terkenal dengan kota bambu runcingnya yang ampuh. Bambu runcing adalah sebatang bambu berkisar panjangnya kurang lebih dua meter yang dibuat runcing pada salah satu ujung atau kedua ujungnya. Peralatan yang sederhana ini, ternyata pada masa perang kemerdekaan telah menjadi senjata massal yang pakai rakyat dalam melawan penjajah. Bambu Runcing pada masa Jepang juga sudah di gunakan. Menurut sumber sejarah pada masa Jepang mengadakan pelatihan-pelatihan untuk para anak-anak, remaja dan pemuda dalam Senendan, senjata yang di pakai untuk latihan antara lain senjata bambu runcing. Namun sebelum bambu runcing digunakan, para santri dan pejuang terlebih dahulu meminta berkah doa dari kiai di Parakan, terutama kiai Subkhi. Tidak banyak cerita mengenai doa apa yang di bacakan oleh Kiai Subkhi. Namun bambu runcing Parakan menjadi senjata utama sebelum para pejuang berhasil merampas senjata milik tentara penjajah. Dan ketika sudah ribuan pejuang yang datang ke Parakan menemui Kiai Subkhi utuk mencium jemari tangannya dan meminta do’a, Kiai Subkhi malah bertanya “ mengapa tidak datang kepada Kiai Dalhar,Kiai Hasbullah dan Kiai Siraj?” Mbah Subkhi, putra salah anggota pasukan Diponegoro yang kemudian berjuang dan menetap di daerah Parakanadalah kiai yang sangat sederhana dan rendah hati. KH.Saifudin Zuhri dalam bukunya berangkat dari Pesantren bercerita, “KH Wahid Hasyim, KH Zainul Arifin dan KH Masykur pernah juga mengunjunginya. Dalam pertemuan itu, KH Subeki menangis karena banyak yang meminta doanya. Ia merasa tidak layak dengan maqam itu. “Mendapati pernyataan ini, tergetarlah hati panglima Hizbullah, KH Zainul Arifin, akan keikhlasan sang kiai. Tapi, kiai Wahid Hasyim menguatkan hati Kiai Bamburuncing itu, dan mangatakan bahwa apa yang dilakukannnya sudah benar.” ( Ahmad Muzan-Wonosobo )

NU : KAROMAH WALI

Posted by Unknown On 07.45 | 1 comment
(Jumat, 22/02/2013 19:29) Karomah Syekh Abdul Qadir Jailani Memang Ada Subang, NU Online Karomah Syekh Abdul Qadir Jailani memang benar adanya, hanya saja dikarenakan karomah para kekasih Allah Swt. bersifat abstak, jadi hanya bisa dirasakan dan sulit diperlihatkan. Demikian disampaikan Pengasuh Pesantren Al- I`anah, KH Ahmad Bunyamin disela-sela pembacaan Manaqib Syekh Abdul Qadir Jailani dalam kegiatan Haul Sulthan al-Auliya Syekh Abdul Qadir Jailani pada Jum`at (22/2) siang di Komplek Pesantren Al-I`anah Desa Caracas, Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Namun demikian, tambah kiai yang akrab dipanggil Kiai Abun ini, tidak ada kesulitan bagi Allah Swt. untuk memperlihatkan karomah dari Syekh Abdul Qadir Jailani. Salah satu contohnya adalah seorang perempuan yang ingin menjadi laki-laki, diceritakan sekitar tahun 1985 di Tasikmalaya ada seorang perempuan yang sakit hati oleh suaminya, sampai-sampai ia ingin menjadi laki- laki, sebab menjadi perempuan selalu disakiti. Kemudian setelah perempuan tersebut rajin dan khusu bertawasul kepada Syekh Abdul Qadir Jailani, keinginan tersebut dikabulkan oleh Allah Swt, dia menjadi lelaki bahkan sempat menjadi Mubalig kondang, dikenal dengan sebutan Mubalig Weki (Awewe-Lalaki/ Perempuan Laki-laki) saat Kiai Abun Mesantren di Karawang pada tahun 1985, Kia Abun pernah mendengarkan ceramahnya, waktu itu mantan suaminya juga ikut hadir karena dia sudah sudah taubat. “Mungkin Allah hanya ingin menunjukkan (karomah Syekh Abdul Qadir Jailnai) saja, sebab Mubalig Weki tersebut hanya berusia enam bulan, waktu ceramah di Karawang itu bulan ketiga setelah jadi laki-laki, bulan keenamnya beliau dipanggil Allah karena memang mungkin Allah hanya ingin menunjukkan saja,” papar Pengurus MWC NU Kalijati tersebut. Selain itu, KH. Abun pun merasakan sendiri dari karomah Syekh Abdul Qadir Jailani, walaupun Allah tidak menunjukkan secara kasat mata, namun dia dapat merasakannya “Saya ini sawah tidak punya, kebun tidak ada, PNS bukan, tapi alhamdulillah saya merasa hidup ini tenang, alhamdulillah rejeki selalu ada saja, pasti hakekatnya dari Allah tapi mungkin sareatnya dari manakiban dan istigosahan, tiap bulan disini ada Istigosahan” tambahnya. Setiap tahun, Pesantren Al-I`anah selalu menggelar Kegiatan haul Syekh Abdul Qadir Jailani pada tanggal 11 Rabi`ul Akhir, untuk kegiatan haul tahun ini kegiatan tersebut dihadiri oleh ratusan hadirin yang terdiri dari Bapak-bapak, ibu-ibu dan santri, adapun acaranya adalah diisi dengan pembacaan tahlil, shalawat dan Manaqib Syekh Abdul Qadir Jailani. Redaktur : Hamzah Sahal Kontributor : Aiz Luthfi

Senin, 01 Desember 2014

SEKILAS TENTANG SYECH SUBAKIR Syekh Subakir berasal dari Iran ( dalam riwayat lain Syekh Subakir berasal dari Rum, Baghdad). Syekh Subakir diutus ke Tanah Jawa bersama- sama dengan Wali Songo Periode Pertama, yang diutus oleh Sultan Muhammad I dari Istambul, Turkey, untuk berdakwah di pulau Jawa pada tahun 1404, mereka diantaranya: Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko. Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur negara. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan. Maulana Hasanudin, dari Palestina. Maulana Aliyudin, dari Palestina. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli menumbali daerah yang angker yang dihuni mahluq Halus dari golongan jin jahat. Dalam legenda yang beredar di Pulau Jawa dikisahkan, bahwa sudah beberapa kali utusan dari Arab didatangkan untuk menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya, tapi selalu gagal secara makro. Kegagalan itu disebabkan karena orang-orang Jawa pada waktu itu masih kokoh memegang kepercayaan lama. Masyarakat masih senang menyembah barang-barang bertuah dan ruh-ruh yang diyakininya dapat membimbing, memberi ilham dan menolong mereka. Dengan tokoh-tokoh gaibnya, para tokoh masyarakat masih sangat menguasai bumi dan laut di sekitar Pulau Jawa. Para ulama yang dikirim untuk menyebarkan Agama Islam mendapat halangan yang sangat berat. Meskipun berkembang, tetapi hanya dalam lingkungan yang kecil, tidak bisa berkembang secara luas. Artinya, secara makro dapat dikatakan gagal. Karena itu, maka diutuslah Syeh Subakir yang dikenal memang sakti mandraguna. Beliau diutus secara khusus menangani masalah-masalah yang terkait magic dan spiritual yang dinilai telah menjadi penghalang diterimanya Islam oleh masyarakat yang masih demen ilmu-ilmu mistik. Untuk menyebarkan agama Islam, menurut cerita yang berkembang, Syekh Subakir membawa batu hitam yang dipasang di seantero Nusantara, untuk tanah Jawa diletakkan di tengah-tengahnya yaitu di gunung Tidar . Efek dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu hitam menimbulkan gejolak, mengamuklah para mahluk: Jin, setan dan mahluk halus lainnya. Syeh Subakir lah yang mampu meredam amukan dari mereka. Akan tetapi mereka sesumbar dengan berkata: “Ya Syekh, walaupun kamu sudah mampu meredam amukan kami dan kamu dapat mengembangkan agama Islam di tanah Jawa, tetapi Kodratullah tetap masih berlaku atas ku, ingat itu wahai Syeh Subakir.” “Apa itu?” kata Syeh Subakir. Kata Jin, “Aku masih dibolehkan untuk menggoda manusia, termasuk orang-orang Islam yang imannya masih lemah”. Tidak salah bila kemudian, gunung Tidar dikenal dengan Paku Tanah Jawa. Gunung Tidar tak terpisahkan dengan pendidikan militer. Gunung yang dalam legenda dikenal sebagai "Pakunya tanah Jawa" itu terletak di tengah Kota Magelang. Berada pada ketinggian 503 meter dari permukaan laut, Gunung Tidar memiliki sejarah dalam perjuangan bangsa. Di Lembah Tidar itulah Akademi Militer sebagai kawah candradimuka yang mencetak perwira pejuang Sapta Marga berdiri pada 11 November 1957. Di puncak Gunung Tidar ada lapangan yang cukup luas. Di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah Tugu dengan simbol huruf Sa (dibaca seperti pada kata Solok) dalam tulisan Jawa pada tiga sisinya. Menurut penuturan juru kunci, itu bermakna Sapa Salah Seleh (Siapa Salah Ketahuan Salahnya). Tugu inilah yang dipercaya sebagian orang sebagai Pakunya Tanah Jawa, yang membuat tanah Jawa tetap tenang dan aman. Gunung Tidar tidak hanya terkenal sebagai ikon atau identitas Kota Magelang. Bagi sebagian orang yang memang nglakoni lelaku spiritual , Gunung Tidar merupakan salah satu obyek yang menjadi tempat tujuan mereka untuk mendekatkan diri kepada Gusti Allah. Dahulu, Gunung Tidar terkenal akan ke-angker-annya dan menjadi rumah bagi para Jin dan Makhluk Halus. Jalmo Moro Jalmo Mati, setiap orang yang datang ke Gunung Tidar bisa dipastikan kalau tidak mati ya modar (dan mungkin hal ini yang menjadi asal usul nama Tidar). Berdasarkan penuturan Juru Kunci Gunung Tidar, di Gunung Tidar terdapat 2 buah makam yaitu Makam Kyai Sepanjang dan Makam Sang Hyang Ismoyo (atau yang lebih dikenal sebagai Kyai Semar). Sedangkan tempat yang selama ini dikenal sebagai Makam Syekh Subakir sebenarnya hanyalah petilasan beliau. Jadi, beliau dikenal sebagai wali Allah yang menaklukkan Jin dan Makhluk Halus di Gunung Tidar sehingga para makhluk halus tersebut ‘mengungsi’ ke Pantai Selatan, tempat Nyai Roro Kidul. Setelah berhasil menaklukkan Jin dan Makhluk Halus, Syekh Subakir kembali ke tanah asalnya di Rom (Baghdad). Di petilasan Syekh Subakir ini tersedia mushola kecil dan pendopo. Petilasan Syekh Subakir sebelumnya ditandai dengan adanya kijing yang terbuat dari kayu. Setelah dipugar, kijing tersebut diletakkan di pendopo dan diganti dengan batu fosil yang berasal dari Tulung Agung serta dikelilingi pagar tembok yang berbentuk lingkaran dan tanpa atap. Pada tahap berikutnya, kedudukan Syekh Subakir, Sang Babad Tanah Jawa sebagai salah satu Wali Songo, digantikan oleh Sunan Kalijaga yang banyak disebut-sebut pimpinan para wali di Tanah Jawa karena kekeramatannya yang begitu melegenda. Gunung Tidar adalah gunung di Kota Magelang Jawa Tengah. Gunung ini tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan militer. Gunung yang dalam legenda dikenal sebagai "Pakunya tanah Jawa" itu terletak di tengah Kota Magelang. Berada pada ketinggian 503 meter dari permukaan laut, Gunung Tidar memiliki sejarah dalam perjuangan bangsa. Di Lembah Tidar itulah Akademi Militer sebagai kawah candradimuka yang mencetak perwira pejuang Sapta Marga berdiri pada 11 November 1957. Asal muasal nama Tidar sendiri banyak versi. Ada salah satu versi yang menyebutkan bahwa nama itu berasal dari kata “Mati dan Modar”. Jadi karena angkernya Gunung Tidar waktu dulu, maka kalau ada orang mendatangi gunung tersebut kalau tidak Mati ya Modar. Hanya butuh waktu kurang dari 30 menit untuk sampai di puncak Tidar. Secara umum, Gunung Tidar memang masih cukup alami. Banyak tanaman pinus dan tanaman buah-buahan tahunan seperti salak hasil penghijauan era tahun 1960an menjadikan Gunung Tidar sangat rimbun. Beberapa saat menapaki jalanan setapak pendakian kita akan bertemu dengan Makam Syaikh Subakir. Konon Syaikh Subakir adalah penakluk Gunung Tidar yang pertama kali dengan mengalahkan para jin penunggu Gunung Tidar tersebut. Menurut legenda (hikayat) Gunung Tidar, Syaikh Subakir berasal dari negeri Turki yang datang ke Gunung Tidar bersama kawannya yang bernama Syaikh Jangkung untuk menyebarkan agama Islam. Tidak jauh dari Makam Syaikh Subakir, kita akan berjumpa dengan sebuah makam yang panjangnya mencapai 7 meter. Itulah Makam Kyai Sepanjang. Kyai Sepanjang bukanlah sesosok alim ulama, namun adalah nama tombak yang dibawa dan dipergunakan oleh Syaikh Subakir mengalahkan jin penunggu Gunung Tidar kala itu. Situs makam terakhir yang kita jumpai sewaktu mendaki Gunung Tidar adalah Makam Kyai Semar. Namun menurut beberapa versi ini bukanlah makam kyai Semar yang ada dalam pewayangan. Tetapi Kyai Semar, jin penunggu Gunung Tidar waktu itu. Meski demikian banyak yang percaya ini memang makam Kyai Semar yang ada dalam pewayangan itu. Dan mana yang benar, adalah tinggal kita mau mempercayai yang mana. [sunting]Paku Tanah Jawa Di puncak Gunung Tidar ada lapangan yang cukup luas. Di tengah lapangan tersebut terdapat sebuah Tugu dengan simbol huruf Sa (dibaca seperti pada kata Solok) dalam tulisan Jawa pada tiga sisinya. Menurut penuturan juru kunci, itu bermakna Sapa Salah Seleh (Siapa Salah Ketahuan Salahnya). Tugu inilah yang dipercaya sebagian orang sebagai Pakunya Tanah Jawa, yang membuat tanah Jawa tetap tenang dan aman. Wallahu Alam

Minggu, 30 November 2014

CPNS NGANJUK = SYEIKH QURO

Posted by Unknown On 18.38 | No comments
siapakah Syekh Quro itu???? Menurut Babad Tanah Jawa, pesantren pertama di Jawa Barat adalah pesantren Quro yang terletak di Tanjung Pura, Karawang. Pesantren ini didirikan oleh Syekh Hasanuddin, seorang ulama dari Campa atau yang kini disebut Vietnam, pada tahun 1412 saka atau 1491 Masehi. Karena pesantrennya yang bernama Quro, Syekh Hasanuddin belakangan dikenal dengan nama Syekh Quro. Syekh Quro atau Syekh Hasanuddin adalah putra Syekh Yusuf Sidik. Awalnya, Syekh Hasanuddin datang ke Pulau Jawa sebagai utusan. Ia datang bersama rombongannya dengan menumpang kapal yang dipimpin Laksamana Cheng Ho dalam perjalanannya menuju Majapahit. Dalam pelayarannya, suatu ketika armada Cheng Ho tiba di daerah Tanjung Pura Karawang. Sementara rombongan lain meneruskan perjalanan, Syekh Hasanuddin beserta para pengiringnya turun di Karawang dan menetap di kota ini. Di Karawang, Syekh Hasanuddin menikah dengan gadis setempat yang bernama Ratna Sondari yang merupakan puteri Ki Gedeng Karawang. Di tempat inilah, Syekh Hasanuddin kemudian membuka pesantren yang diberi nama Pesantren Quro yang khusus mengajarkan Alquran. Inilah awal Syekh Hasanuddin digelari Syekh Quro atau syekh yang mengajar Alquran. Dari sekian banyak santrinya, ada beberapa nama besar yang ikut pesantrennya. Mereka antara lain Putri Subang Larang, anak Ki Gedeng Tapa, penguasa kerajaan Singapura, sebuah kota pelabuhan di sebelah utara Muarajati Cirebon. Puteri Subang Larang inilah yang kemudian menikah dengan Prabu Siliwangi, penguasa kerajaan Sunda Pajajaran. Kesuksesan Syekh Hasanuddin menyebarkan ajaran Islam adalah karena ia menyampaikan ajaran Islam dengan penuh kedamaian, tanpa paksaan dan kekerasan. Begitulah caranya mengajarkan Islam kepada masyarakat yang saat itu berada di bawah kekuasaan raja Pajajaran yang didominasi ajaran Hindu. Karena sifatnya yang damai inilah yang membuat Islam diminati oleh para penduduk sekitar. Tanpa waktu lama, Islam berkembang pesat sehingga pada tahun 1416, Syekh Hasanuddin kemudian mendirikan pesantren pertama di tempat ini. Ditentang penguasa Pajajaran Berdirinya pesantren ini menuai reaksi keras dari para resi. Hal ini tertulis dalam kitab Sanghyang Sikshakanda Ng Kareksyan. Pesatnya perkembangan ajaran Islam membuat para resi ketakutan agama mereka akan ditinggalkan. Berita tentang aktivitas dakwah Syekh Quro di Tanjung Pura yang merupakan pelabuhan Karawang rupanya didengar Prabu Angga Larang. Karena kekhawatiran yang sama dengan para resi, ia pernah melarang Syekh Quro untuk berdakwah ketika sang syekh mengunjungi pelabuhan Muara Jati di Cirebon. Sebagai langkah antisipasi, Prabu Angga Larang kemudian mengirimkan utusan untuk menutup pesantren ini. Utusan ini dipimpin oleh putera mahkotanya yang bernama Raden Pamanah Rasa. Namun baru saja tiba ditempat tujuan, hati Raden Pamahan Rasa terpesona oleh suara merdu pembacaan ayat-ayat suci Alquran yang dilantunkan Nyi Subang Larang. Putra mahkota yang setelah dilantik menjadi Raja Pajajaran bergelar Prabu Siliwangi itu dengan segera membatalkan niatnya untuk menutup pesantren tersebut. Ia justru melamar Nyi Subang Larang yang cantik. Lamaran tersebut diterima oleh Nyi Santri dengan syarat maskawinnya haruslah Bintang Saketi, yaitu simbol "tasbih" yang ada di Mekah. Pernikahan antara Raden Pamanah Rasa dengan Nyi Subang Karancang pun kemudian dilakukan di Pesantren Quro atau yang saat ini menjadi Masjid Agung Karawang. Syekh Quro bertindak sebagai penghulunya. Menyebar santri untuk berdakwah Tentangan pemerintah kerajaan Pajajaran membuat Syekh Quro mengurangi intensitas pengajiannya. Ia lebih memperbanyak aktivitas ibadah seperti shalat berjamaah. Sementara para santrinya yang berpengalaman kemudian ia perintahkan untuk menyebarkan Islam ke berbagai kawasan lain. Salah satu daerah tujuan mereka adalah Karawang bagian Selatan seperti Pangkalan lalu ke Karawang Utara di daerah Pulo Kalapa dan sekitarnya. Dalam penyebaran ajaran Islam ke daerah baru, Syekh Quro dan para pengikutnya menerapkan cara yang unik. Antara lain sebelum berdakwah menyampaikan ajaran Islam, mereka terlebih dahulu membangun Masjid. Hal ini dilakukan Syekh Quro mengacu pada langkah yang dicontohkan Rasulullah SAW ketika berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Saat itu beliau terlebih dahulu membangun Masjid Quba. Cara lainnya, adalah dengan menyampaikan ajaran Islam melalui pendekatan dakwah bil hikmah. Hal ini mengacu pada AlQuran surat An Nahl ayat 125, yang artinya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." Sebelum memulai dakwahnya, Syekh Quro juga telah mempersiapkan kader-kadernya dengan pemahaman yang baik soal masyarakat setempat. Ini dilakukan agara penyebaran agamanya berjalan lancar dan dapat diterima oleh masyarakat. Hal inilah yang melatarbelakangi kesuksesan dakwah Syekh Quro yang sangat memperhatikan situasi kondisi masyarakat serta sangat menghormati adat istiadat penduduk yang didatanginya. Selama sisa hidup hingga akhirnya meninggal dunia, Syekh Quro bermukim di Karawang. Ia dimakamkan di Desa Pulo Kalapa, Kecamatan Lemah Abang, Karawang. Tiap malam Sabtu, makam ini dihadiri ribuan peziarah yang datang khusus untuk menghadiri acara Sabtuan untuk mendoakan Syekh Quro. Belakangan masjid yang dibangun oleh Syekh Quro di pesantrennya, kemudian direnovasi. Namun bentuk asli masjid -- berbentuk joglo beratap dua limasan, menyerupai Masjid Agung Demak dan Cirebon -- tetap dipertahankan.
ADA MAKAM SEPANJANG 7M DI ALAS PURWO BANYUWANGI Panjang makam tentu menyesuaikan tinggi badan (panjang) jasad penghuninya. Nah, di tepian hutan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP), Desa Kalipahit Kecamatan Tegaldelimo, Banyuwangi, ada makam unik yang memiliki panjang sekitar 7 meter. Komplek makam unik ini berdiri di atas lahan seluas seperempat hektar. Banyak orang menyebut makam itu sebagai makam Eyang Suryo Bujo Negoro alias Mbah Dowo. Eyang Suryo konon seorang misionaris agama Islam sebelum masa para Wali Songo. "Beliau siar Islam di kawasan sini, sebelum Wali Songo," kisah Juru Kunci Makam Mbah Dowo, Asmat (50). Asal usul Eyang Suryo Bujo Negoro sendiri tidak diketahui secara pasti. Dibatu nisan juga tidak tertulis tanggal atau tahun kapan Mbah Dowo wafat. Konon peziarah dapat mengetahui sejarah Mbah Dowo dengan cara kontak batin. "Harus dipanggil secara spritual dulu," tambah Asmat. Panjang makam yang tak lazim tersebut mengundang rasa penasaran. Benarkah Mbah Dowo semasa hidupnya setinggi 7 meter? Atau jangan-jangan makam tersebut hanya sebuah simbol saja? Atau ada alasan logis lainnya? Asmat saat ditanya mengaku tidak tahu secara pasti. Dia menjelaskan, saat ditemukan bentuknya memang menyerupai makam lengkap dengan batu nisan terbuat dari batu. Di bagian kaki tumbuh pohon jarak setinggi 3 meter. Pria berkulit gelap itu menduga, makam tersebut mungkin sebuah petilasan (tempat singgah tokoh zaman dulu). Namun ada pula yang percaya itu memang makam sungguhan. Seiring berjalannya waktu, makam Mbah Dowo mengalami pemugaran. Karena dari hari ke hari makam misterius tersebut ramai dikunjungi peziarah. Uniknya lagi, peziarah yang datang bukan hanya dari umat Islam. Melainkan umat Hindu juga. "Yang paling ramai hari Kamis Manis atau bulan Suro," urai Pria asal Desa Genteng Kulon, Kecamatan Genteng, Banyuwangi ini. Peziarah yang datang biasanya hanya berdoa di makam. Atau lelaku ritual dengan cara mengambil air dari sumur dan diwadahi di botol atau gelas. Air tersebut biasanya dibawa pulang peziarah karena dipercaya mujarab bagi ketenangan jiwa. Sejauh ini juru kunci makam Mbah Dowo beberapa kali bongkar pasang. Sebelum Asmat, ada beberapa juru kunci yang pernah mengabdi. Namun mereka sudah "purna tugas" atau minta digantikan karena tidak kuat tinggal di hutan. "Saya hampir 4 tahun mengabdi," bangganya. Saat ini di Timur makam berdiri balai cukup luas dan tinggi. Balai ini berfungsi sebagai tempat istirahat peziarah. Persis di Timurnya lagi berdiri rumah bilik bambu yang dihuni oleh Asmat, juru kunci makam Mbah Dowo. Selain itu komplek makam Mbah Dowo juga sudah dilengkapi dua kamar mandi untuk MCK. Namun lokasi wisata spritual tersebut belum dilengkapi aliran listrik. Hanya lampu minyak yang menjadi satu-satunya penerangan di malam hari. Detik.com

Minggu, 16 November 2014

PASAR GONDANG : KEMENYAN DAN DUPA

Posted by Unknown On 11.54 | No comments
Sekilas Tentang Kemenyan Berabad-abad lampau, kemenyan yang berasal dari kayu gaharu atau getah pohon damar merupakan komoditas mahal dan paling bergengsi dalam lingkup perdagangan di Jalur Sutra (Silk Road). Di jalur perdagangan yang membentang dari Cina sampai ujung Turki itu, kemenyan bahkan bisa jadi lebih mahal dari emas dan intan permata. Para pedagang memburu kemenyan karena permintaan yang tinggi dari para raja, orang kaya, dan para pemuka agama. Tujuannya memang sangat beragam. Di Mesir, bangsa Mesir Kuno memanfaatkan kemenyan yang di impor dari Yaman sebagai salah satu bahan dalam membuat mumi. Di Yerusalem, orang-orang Israel membakar kemenyan di depan Bait Allah dalam wadah ukupan untuk wewangian penghantar doa- doa. Di Arabia dan Syam, kemenyan ditempatkan dalam wadah-wadah cantik untuk mengharumkan ruang-ruang istana dan rumah-rumah. Dan di Asia Selatan dan Asia Timur, kemenyan dibakar dalam kuil-kuil sebagai sarana peribadatan. Oleh karena itu, kemenyan bukan merupakan benda mistik milik agama atau untuk upacara- upacara tertentu. Saat ini, kemenyan sangat bervariasi, mulai dari yang bentuknya seperti cengkeh yang lengket buatan Uni Emirat Arab, Arab Saudi dan negeri- negeri Teluk lainnya. Dan disebut Al-Bukhuor, sedangkan tempatnya disebut Al-Mubakhar. Ada juga yang bentuknya seperti serbuk yang dibakar meng gunakan bara, hingga kemenyan yang berbentuk stik seperti hio/dupa yang biasanya dibakar di klenteng-klenteng. Kemenyan berbentuk stik ini sekarang sangat banyak, karena memang praktis dalam penggunaannya, hanya tinggal dibakar dan ditancapkan.

Pring Petuk

Posted by Unknown On 11.27 | No comments
Kepopuleran Bambu Petuk sebagai sarana spiritual pemanggil rezeki dan keberuntungan tentu tidak terlepas dari manfaat-manfaat yang dimilikinya. Berdasarkan pengalaman pribadi kami dan pengakuan dari para pengguna Bambu Petuk sebelum Anda, berikut ini merupakan manfaat-manfaat yang dapat diperoleh setelah memiliki Bambu Petuk: Manfaat pelarisan: Memudahkan penjualan barang dagangan Memudahkan penjualan jasa Meramaikan toko/tempat usaha Menarik kedatangan pembeli Menggerakkan pembeli untuk datang lagi Mengikat kesetiaan pelanggan Menghindari kerugian dalam berusaha Mempercepat kembalinya modal Melindungi tempat usaha dari tindak pengutilan, pencurian, perampokan dan penjarahan Manfaat keberuntungan: Dimudahkan dalam segala hajat Selalu mendapat pertolongan disaat membutuhkan Memudahkan terwujudnya cita-cita/keinginan Dijauhkan dari kesialan Dijauhkan dari bencana Menetralisir energi negatif yang menyebabkan nasib buruk Mendapatkan jalan keluar/pemecahan ketika berhadapan dengan suatu masalah Terhindar dari segala kesulitan hidup Dikasihi oleh orang-orang di sekeliling Anda Manfaat kerezekian: Mengundang kekayaan tanpa batas Mendatangkan rezeki yang halal dan berlimpah Mendatangkan rezeki dari sumber yang tidak disangka-sangka Memperlancar aliran rezeki Melipatgandakan penghasilan Dicukupkan dalam segala kebutuhan Mendapatkan kemudahan untuk melunasi hutang Mendapatkan kemudahan dalam penagihan hutang Terhindar dari tindak kejahatan pencopetan, pencurian dan perampokan harta benda Manfaat kejayaan/kesuksesan: Dimudahkan dalam usaha meraih suatu posisi/ jabatan Mendapatkan kesuksesan di segala bidang Mempertahankan jabatan Dihormati dan disegani oleh rekan-rekan seprofesi, karyawan/anak buah yang dipimpin serta masyarakat luas pada umumnya Mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari semua kalangan Dimudahkan dalam mengemban dan menjalankan amanat yang diterima Terhindar dari fitnah yang bertujuan menjatuhkan atau merusak nama baik Manfaat-manfaat lain: Menangkal dan menetralisir segala macam serangan gaib, termasuk santet, pelet, teluh dan guna-guna

Posted by Unknown On 11.25 | No comments
Kepopuleran Bambu Petuk sebagai sarana spiritual pemanggil rezeki dan keberuntungan tentu tidak terlepas dari manfaat-manfaat yang dimilikinya. Berdasarkan pengalaman pribadi kami dan pengakuan dari para pengguna Bambu Petuk sebelum Anda, berikut ini merupakan manfaat-manfaat yang dapat diperoleh setelah memiliki Bambu Petuk: Manfaat pelarisan: Memudahkan penjualan barang dagangan Memudahkan penjualan jasa Meramaikan toko/tempat usaha Menarik kedatangan pembeli Menggerakkan pembeli untuk datang lagi Mengikat kesetiaan pelanggan Menghindari kerugian dalam berusaha Mempercepat kembalinya modal Melindungi tempat usaha dari tindak pengutilan, pencurian, perampokan dan penjarahan Manfaat keberuntungan: Dimudahkan dalam segala hajat Selalu mendapat pertolongan disaat membutuhkan Memudahkan terwujudnya cita-cita/keinginan Dijauhkan dari kesialan Dijauhkan dari bencana Menetralisir energi negatif yang menyebabkan nasib buruk Mendapatkan jalan keluar/pemecahan ketika berhadapan dengan suatu masalah Terhindar dari segala kesulitan hidup Dikasihi oleh orang-orang di sekeliling Anda Manfaat kerezekian: Mengundang kekayaan tanpa batas Mendatangkan rezeki yang halal dan berlimpah Mendatangkan rezeki dari sumber yang tidak disangka-sangka Memperlancar aliran rezeki Melipatgandakan penghasilan Dicukupkan dalam segala kebutuhan Mendapatkan kemudahan untuk melunasi hutang Mendapatkan kemudahan dalam penagihan hutang Terhindar dari tindak kejahatan pencopetan, pencurian dan perampokan harta benda Manfaat kejayaan/kesuksesan: Dimudahkan dalam usaha meraih suatu posisi/ jabatan Mendapatkan kesuksesan di segala bidang Mempertahankan jabatan Dihormati dan disegani oleh rekan-rekan seprofesi, karyawan/anak buah yang dipimpin serta masyarakat luas pada umumnya Mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari semua kalangan Dimudahkan dalam mengemban dan menjalankan amanat yang diterima Terhindar dari fitnah yang bertujuan menjatuhkan atau merusak nama baik Manfaat-manfaat lain: Menangkal dan menetralisir segala macam serangan gaib, termasuk santet, pelet, teluh dan guna-guna

Sabtu, 15 November 2014

PO.AAM TRANS TRENGGALEK : MBAH PRIOK

Posted by Unknown On 01.51 | No comments
mbah priok.... BERITAJAKARTA.COM — 24-08-2009 09:00 Menarik mengungkap asal muasal nama tempat di Jakarta yang hingga kini masih menjadi misteri. Apalagi belum semua orang mengetahui latar belakang nama suatu tempat di ibu kota yang penuh sejarah itu. Siapa yang tak kenal kawasan Tanjungpriok, Jakarta Utara. Wilayah paling utara Jakarta ini seperti tak pernah tidur dengan kesibukan pelabuhannya. Ada satu yang membekas kenapa kawasan tersebut dinamakan Tanjungpriok, yaitu keberadaan makam Mbah Priok di kawasan Terminal Peti Kemas (TPK) Koja. Warga sekitar juga mempercayai bahwa nama Tanjungpriok berasal dari alat penanak nasi atau priok. Cerita Tanjungpriok sarat dengan perlawanan masa penjajahan Belanda. Kompeni yang menguasai hampir seluruh nusantara seperti tak terbendung dengan perlawanan senjata. Tak ingin budaya timur yang sopan dan santun tersapu budaya barat, beberapa ulama mulai menyiarkan Islam ke seantero nusantara. Seperti yang dilakukan Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad ulama asal Ulu Palembang yang sahid ketika akan menyiarkan Islam ke Batavia. Menurut Habib Ali, keturunan langsung Mbah Priok, ulama yang dilahirkan pada tahun 1727 masehi di Ulu Palembang ini memiliki nama asli Al Imam Al`Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad RA. Sejak kecil Habib Hasan memang tekun mempelajari dan mendalami agama Islam. Pada tahun 1756, Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad RA bersama Al Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad RA pergi ke pulau Jawa dengan tujuan menyiarkan agama Islam bersama tiga orang azami dari Palembang dengan menggunakan perahu layar. Perjalanan Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad RA yang memakan waktu dua bulan mendapat banyak rintangan. Salah satunya, ketika perahu Habib Hasan berpapasan dengan armada Belanda yang memiliki artileri lengkap. Tanpa peringatan, perahu Habib Hasan dihujani meriam oleh kapal Belanda. Hebatnya, tak satupun meriam berhasil mengenai perahu yang ditumpangi Habib Hasan. Selain kapal Belanda, ternyata perahu yang ditumpangi Habib Hasan tak luput dari gulungan ombak. Gelombang dasyat terus menghajar perahu kecil, sehingga menghanyutkan semua perbekalan yang dibawa. Begitu ombak reda, hanya tersisa alat penanak nasi dan beberapa liter beras yang berserakkan. Cobaan belum berakhir karena beberapa hari kemudian ombak besar kembali menggulung perahu Habib Hasan. Tak kuasa menahan gelombang besar, akhirnya perahu terbalik dan menewaskan 3 azami yang menyertai habib. Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad dan Al Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad RA selamat. Dengan kondisi yang lemah dan kepayahan, keduanya terseret hingga semenanjung yang saat itu belum bernama. Ketika ditemukan warga, Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad sudah tewas sedangkan Muhammad Al Hadad masih hidup. Disamping keduanya, terdapat priuk dan sebuah dayung. Akhirnya warga memakamkan jenazah Habib Hasan tak jauh dari tempatnya ditemukan. Sebagai tanda, makam Habib diberi nisan berupa dayung yang menyertainya. Sedangkan priuk diletakkan di sisi makam. Lambat laun, dayung yang dijadikan nisan terus berkembang dan menjadi pohon Tanjung. Sementara, Priuk yang tadinya berada di sisi makam terus bergeser ke tengah laut. Bahkan warga sekitar mempercayai, selama 3-4 tahun sekali, priuk itu muncul di lautan dengan ukuran makin membesar sampai sebesar rumah. Dengan kejadian tersebut, orang sekitar menamakan daerah tersebut menjadi Tanjung Priuk dan ada juga sebutan Pondok Dayung yang artinya dayung pendek. Sementara itu sewafat Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad, Habib Ali Al Haddad yang selamat menetap di daerah itu dan melanjutkan perjalanan sampai ke Pulau Sumbawa hingga menetap selamanya di pulau tersebut. Makam Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad yang awalnya berada di Pelabuhan Tanjungpriok, dipindah ke wilayah pelabuhan peti kemas Koja Utara oleh Belanda. Saat itu Belanda ingin membangun pelabuhan, namun pembangunan selalu gagal karena ada makam keramat di kawasan tersebut. Setelah makam dipindah baru pelabuhan bisa dibangun. Makam Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad yang wafat pada tahun 1756, kemudian diurus oleh keluarganya yang sengaja pindah dari Ulu Palembang. Menurut Habib Ali, salah satu keturunan Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad, karena bersejarahnya, hingga saat ini peziarah rajin mengunjungi makam itu dan mencari ketenangan batin di kawasan tersebut. Bahkan setiap malam Jumat, peziarah di makam itu bisa berjumlah ratusan orang.

Jumat, 14 November 2014

kec. Padas Ngawi

Posted by Unknown On 07.46 | No comments
BISMILLAH Ngimami Ziarah wali jateng jabar rombongan Padas Ngawi.....mg2 berkah al fatihah.... 14 - 17 Nov 2014

Rabu, 12 November 2014

SYEKH ABDUL MALIK/ MBAH MALIK Beliau adalah sosok ulama yang cukup di segani di kebumen propinsi jawa tengah, Syaikh Abdul Malik semasa hidupnya memegang dua thariqah besar (sebagai mursyid) yaitu: Thariqah An- Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dan Thariqah Asy-Syadziliyah. Sanad thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah telah ia peroleh secara langsung dari ayah beliau yakni Syaikh Muhammad Ilyas, sedangkan sanad Thariqah Asy- Sadziliyah diperolehnya dari As-Sayyid Ahmad An-Nahrawi Al-Makki (Mekkah). Dalam hidupnya, Syaikh Abdul Malik memiliki dua amalan wirid utama dan sangat besar, yaitu membaca Al-Qur’an dan Shalawat. Beliau tak kurang membaca shalwat sebanyak 16.000 kali dalam setiap harinya dan sekali menghatamkan Al-Qur’an. Adapun shalawat yang diamalkan adalah shalawat Nabi Khidir AS atau lebih sering disebut shalawat rahmat, yakni “Shallallah ‘ala Muhammad.” Dan itu adalah shalawat yang sering beliau ijazahkan kepada para tamu dan murid beliau. Adapun shalawat-shalawat yang lain, seperti shalawat Al-Fatih, Al-Anwar dan lain-lain. Beliau juga dikenal sebagai ulama yang mempunyai kepribadian yang sabar, zuhud, tawadhu dan sifat-sifat kemuliaan yang menunjukan ketinggian dari akhlaq yang melekat pada diri beliau. Sehingga amat wajarlah bila masyarakat Banyumas dan sekitarnya sangat mencintai dan menghormatinya. Beliau disamping dikenal memiliki hubungan yang baik dengan para ulama besar umumnya, Syaikh Abdul Malik mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ulama dan habaib yang dianggap oleh banyak orang telah mencapai derajat waliyullah, seperti Habib Soleh bin Muhsin Al-Hamid (Tanggul, Jember), Habib Ahmad Bilfaqih (Yogyakarta), Habib Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani, Probolinggo), KH Hasan Mangli (Magelang), Habib Hamid bin Yahya (Sokaraja, Banyumas) dan lain-lain. Diceritakan, saat Habib Soleh Tanggul pergi ke Pekalongan untuk menghadiri sebuah haul. Selesai acara haul, Habib Soleh berkata kepada para jamaah,”Apakah kalian tahu, siapakah gerangan orang yang akan datang kemari? Dia adalah salah seorang pembesar kaum ‘arifin di tanah Jawa.” Tidak lama kemudian datanglah Syaik Abdul Malik dan jamaah pun terkejut melihatnya. Hal yang sama juga dikatakan oleh Habib Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani, Kraksaan, Probolinggo) bahwa ketika Syaikh Abdul Malik berkunjung ke rumahnya bersama rombongan, Habib Husein berkata, ”Aku harus di pintu karena aku mau menyambut salah satu pembesar Wali Allah.” Asy-Syaikh Abdul Malik lahir di Kedung Paruk, Purwokerto, pada hari Jum’at 3 Rajab 1294 H (1881). Nama kecilnya adalah Muhammad Ash’ad sedang nama Abdul Malik diperoleh dari ayahnya, KH Muhammad Ilyas ketika ia menunaikan ibadah haji bersamanya. Sejak kecil Asy- Syaikh Abdul Malik telah memperoleh pengasuhan dan pendidikan secara langsung dari kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya yang ada di Sokaraja, Banyumas terutama dengan KH Muhammad Affandi. Setelah belajar Al-Qur’an dengan ayahnya, Asy-Syaikh kemudian mendalami kembali Al-Qur’an kepada KH Abu Bakar bin H Yahya Ngasinan (Kebasen, Banyumas). Pada tahun 1312 H, ketika Syaikh Abdul Malik sudah menginjak usia dewasa, oleh sang ayah, ia dikirim ke Mekkah untuk menimba ilmu agama. Di sana ia mempelajari berbagai disiplin ilmu agama diantaranya ilmu Al- Qur’an, tafsir, Ulumul Qur’an, Hadits, Fiqh, Tasawuf dan lain-lain. Asy-Syaikh belajar di Tanah suci dalam waktu yang cukup lama, kurang lebih selama limabelas tahun. Dalam ilmu Al-Qur’an, khususnya ilmu Tafsir dan Ulumul Qur’an, ia berguru kepada Sayid Umar Asy-Syatha’ dan Sayid Muhammad Syatha’ (putra penulis kitab I’anatuth Thalibin hasyiyah Fathul Mu’in). Dalam ilmu hadits, ia berguru Sayid Tha bin Yahya Al-Magribi (ulama Hadramaut yang tinggal di Mekkah), Sayid Alwi bin Shalih bin Aqil bin Yahya, Sayid Muhsin Al-Musawwa, Asy-Syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdullah At- Tirmisi. Dalam bidang ilmu syariah dan thariqah alawiyah ia berguru pada Habib Ahmad Fad’aq, Habib Aththas Abu Bakar Al-Attas, Habib Muhammad bin Idrus Al- Habsyi (Surabaya), Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas (Bogor), Kyai Soleh Darat (Semarang). Sementara itu, guru-gurunya di Madinah adalah Sayid Ahmad bin Muhammad Amin Ridwan, Sayid Abbas bin Muhammad Amin Raidwan, Sayid Abbas Al Maliki Al-Hasani (kakek Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al-Hasani), Sayid Ahmad An-Nahrawi Al Makki, Sayid Ali Ridha. Setelah sekian tahun menimba ilmu di Tanah Suci, sekitar tahun 1327 H, Asy- Syaikh Abdul Malik pulang ke kampung halaman untuk berkhidmat kepada keduaorang tuanya yang saat itu sudah sepuh (berusia lanjut). Kemudian pada tahun 1333 H, sang ayah, Asy Syaikh Muhammad Ilyas berpulang ke Rahmatullah. Sesudah sang ayah wafat, Asy-Syaikh Abdul Malik kemudian mengembara ke berbagai daerah di Pulau Jawa guna menambah wawasan dan pengetahuan dengan berjalan kaki. Ia pulang ke rumah tepat pada hari ke- 100 dari hari wafat sang ayah, dan saat itu umur Asy Syaikh berusia tiga puluh tahun. Sepulang dari pengembaraan, Asy-Syaikh tidak tinggal lagi di Sokaraja, tetapi menetap di Kedung Paruk bersama ibundanya, Nyai Zainab. Perlu diketahui, Asy-Syaikh Abdul Malik sering sekali membawa jemaah haji Indonesia asal Banyumas dengan menjadi pembimbing dan syaikh. Mereka bekerjasama dengan Asy-Syaikh Mathar Mekkah, dan aktivitas itu dilakukan dalam rentang waktu yang cukup lama. Sehingga wajarlah kalau selama menetap di Mekkah, ia memperdalam lagi ilmu- ilmu agama dengan para ulama dan syaikh yang ada di sana. Berkat keluasan dan kedalaman ilmunya, Syaikh Abdul Malik pernah memperoleh dua anugrah yakni pernah diangkat menjadi Wakil Mufti Madzab Syafi’i di Mekkah dan juga diberi kesempatan untuk mengajar. Pemerintah Saudi sendiri sempat memberikan hadiah berupa sebuah rumah tinggal yang terletak di sekitar Masjidil Haram atau tepatnya di dekat Jabal Qubes. Anugrah yang sangat agung ini diberikan oleh Pemerintah Saudi hanya kepada para ulama yang telah memperoleh gelar Al-‘Allamah. Syaikh Ma’shum (Lasem, Rembang) setiap berkunjung ke Purwokerto, seringkali menyempatkan diri singgah di rumah Asy-Syaikh Abdul Malik dan mengaji kitab Ibnu Aqil Syarah Alfiyah Ibnu Malik secara tabarrukan (meminta barakah) kepada Asy-Syaikh Abdul Malik. Demikian pula dengan Mbah Dimyathi (Comal, Pemalang), KH Khalil (Sirampog, Brebes), KH Anshori (Linggapura, Brebes), KH Nuh (Pageraji, Banyumas) yang merupakan kiai-kiai yang hafal Al-Qur’an, mereka kerap sekali belajar ilmu Al- Qur’an kepada Syaikh Abdul Malik. Kehidupan Syaikh Abdul Malik sangat sederhana, di samping itu ia juga sangat santun dan ramah kepada siapa saja. Beliau juga gemar sekali melakukan silaturrahiem kepada murid-muridnya yang miskin. Baik mereka yang tinggal di Kedung Paruk maupun di desa-desa sekitarnya seperti Ledug, Pliken, Sokaraja, dukuhwaluh, Bojong dan lain-lain. Hampir setiap hari Selasa pagi, dengan kendaraan sepeda, naik becak atau dokar, Syaikh Abdul Malik mengunjungi murid- muridnya untuk membagi-bagikan beras, uang dan terkadang pakaian sambil mengingatkan kepada mereka untuk datang pada acara pengajian Selasanan (Forum silaturrahiem para pengikut Thariqah An-Naqsyabandiyah Al- Khalidiyah Kedung paruk yang diadakan setiap hari Selasa dan diisi dengan pengajian dan tawajjuhan). Murid-murid dari Syaikh Abdul Malik diantaranya KH Abdul Qadir, Kiai Sa’id, KH Muhammad Ilyas Noor (mursyid Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah sekarang), KH Sahlan (Pekalongan), Drs Ali Abu Bakar Bashalah (Yogyakarta), KH Hisyam Zaini (Jakarta), Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (Pekalongan), KH Ma’shum (Purwokerto) dan lain-lain. Sebagaimana diungkapkan oleh murid beliau, yakni Habib Luthfi bin Yahya, Syaikh Abdul Malik tidak pernah menulis satu karya pun. “Karya-karya Al-Alamah Syaikh Abdul Malik adalah karya-karya yang dapat berjalan, yakni murid-murid beliau, baik dari kalangan kyai, ulama maupun shalihin.” Diantara warisan beliau yang sampai sekarang masih menjadi amalan yang dibaca bagi para pengikut thariqah adalah buku kumpulan shalawat yang beliau himpun sendiri, yaitu Al-Miftah al- Maqashid li-ahli at-Tauhid fi ash-Shalah ‘ala babillah al-Hamid al-majid Sayyidina Muhammad al-Fatih li-jami’i asy- Syada’id.” Shalawat ini diperolehnya di Madinah dari Sayyid Ahmad bin Muhammad Ridhwani Al-Madani. Konon, shalawat ini memiliki manfaat yang sangat banyak, diantaranya bila dibaca, maka pahalanya sama seperti membaca kitab Dala’ilu al-Khairat sebanyak seratus sepuluh kali, dapat digunakan untuk menolak bencana dan dijauhkan dari siksa neraka. Syaikh Abdul Malik wafat pada hari Kamis, 2 Jumadil Akhir 1400 H (17 April 1980) dan dimakamkan keesokan harinya lepas shalat Ashar di belakang masjid Baha’ul Haq wa Dhiya’uddin, Kedung Paruk Purwokerto.

Kecamatan Gondang : SYEIKH MALIK

Posted by Unknown On 20.33 | No comments
SYEKH ABDUL MALIK/ MBAH MALIK Beliau adalah sosok ulama yang cukup di segani di kebumen propinsi jawa tengah, Syaikh Abdul Malik semasa hidupnya memegang dua thariqah besar (sebagai mursyid) yaitu: Thariqah An- Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dan Thariqah Asy-Syadziliyah. Sanad thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah telah ia peroleh secara langsung dari ayah beliau yakni Syaikh Muhammad Ilyas, sedangkan sanad Thariqah Asy- Sadziliyah diperolehnya dari As-Sayyid Ahmad An-Nahrawi Al-Makki (Mekkah). Dalam hidupnya, Syaikh Abdul Malik memiliki dua amalan wirid utama dan sangat besar, yaitu membaca Al-Qur’an dan Shalawat. Beliau tak kurang membaca shalwat sebanyak 16.000 kali dalam setiap harinya dan sekali menghatamkan Al-Qur’an. Adapun shalawat yang diamalkan adalah shalawat Nabi Khidir AS atau lebih sering disebut shalawat rahmat, yakni “Shallallah ‘ala Muhammad.” Dan itu adalah shalawat yang sering beliau ijazahkan kepada para tamu dan murid beliau. Adapun shalawat-shalawat yang lain, seperti shalawat Al-Fatih, Al-Anwar dan lain-lain. Beliau juga dikenal sebagai ulama yang mempunyai kepribadian yang sabar, zuhud, tawadhu dan sifat-sifat kemuliaan yang menunjukan ketinggian dari akhlaq yang melekat pada diri beliau. Sehingga amat wajarlah bila masyarakat Banyumas dan sekitarnya sangat mencintai dan menghormatinya. Beliau disamping dikenal memiliki hubungan yang baik dengan para ulama besar umumnya, Syaikh Abdul Malik mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ulama dan habaib yang dianggap oleh banyak orang telah mencapai derajat waliyullah, seperti Habib Soleh bin Muhsin Al-Hamid (Tanggul, Jember), Habib Ahmad Bilfaqih (Yogyakarta), Habib Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani, Probolinggo), KH Hasan Mangli (Magelang), Habib Hamid bin Yahya (Sokaraja, Banyumas) dan lain-lain. Diceritakan, saat Habib Soleh Tanggul pergi ke Pekalongan untuk menghadiri sebuah haul. Selesai acara haul, Habib Soleh berkata kepada para jamaah,”Apakah kalian tahu, siapakah gerangan orang yang akan datang kemari? Dia adalah salah seorang pembesar kaum ‘arifin di tanah Jawa.” Tidak lama kemudian datanglah Syaik Abdul Malik dan jamaah pun terkejut melihatnya. Hal yang sama juga dikatakan oleh Habib Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani, Kraksaan, Probolinggo) bahwa ketika Syaikh Abdul Malik berkunjung ke rumahnya bersama rombongan, Habib Husein berkata, ”Aku harus di pintu karena aku mau menyambut salah satu pembesar Wali Allah.” Asy-Syaikh Abdul Malik lahir di Kedung Paruk, Purwokerto, pada hari Jum’at 3 Rajab 1294 H (1881). Nama kecilnya adalah Muhammad Ash’ad sedang nama Abdul Malik diperoleh dari ayahnya, KH Muhammad Ilyas ketika ia menunaikan ibadah haji bersamanya. Sejak kecil Asy- Syaikh Abdul Malik telah memperoleh pengasuhan dan pendidikan secara langsung dari kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya yang ada di Sokaraja, Banyumas terutama dengan KH Muhammad Affandi. Setelah belajar Al-Qur’an dengan ayahnya, Asy-Syaikh kemudian mendalami kembali Al-Qur’an kepada KH Abu Bakar bin H Yahya Ngasinan (Kebasen, Banyumas). Pada tahun 1312 H, ketika Syaikh Abdul Malik sudah menginjak usia dewasa, oleh sang ayah, ia dikirim ke Mekkah untuk menimba ilmu agama. Di sana ia mempelajari berbagai disiplin ilmu agama diantaranya ilmu Al- Qur’an, tafsir, Ulumul Qur’an, Hadits, Fiqh, Tasawuf dan lain-lain. Asy-Syaikh belajar di Tanah suci dalam waktu yang cukup lama, kurang lebih selama limabelas tahun. Dalam ilmu Al-Qur’an, khususnya ilmu Tafsir dan Ulumul Qur’an, ia berguru kepada Sayid Umar Asy-Syatha’ dan Sayid Muhammad Syatha’ (putra penulis kitab I’anatuth Thalibin hasyiyah Fathul Mu’in). Dalam ilmu hadits, ia berguru Sayid Tha bin Yahya Al-Magribi (ulama Hadramaut yang tinggal di Mekkah), Sayid Alwi bin Shalih bin Aqil bin Yahya, Sayid Muhsin Al-Musawwa, Asy-Syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdullah At- Tirmisi. Dalam bidang ilmu syariah dan thariqah alawiyah ia berguru pada Habib Ahmad Fad’aq, Habib Aththas Abu Bakar Al-Attas, Habib Muhammad bin Idrus Al- Habsyi (Surabaya), Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas (Bogor), Kyai Soleh Darat (Semarang). Sementara itu, guru-gurunya di Madinah adalah Sayid Ahmad bin Muhammad Amin Ridwan, Sayid Abbas bin Muhammad Amin Raidwan, Sayid Abbas Al Maliki Al-Hasani (kakek Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al-Hasani), Sayid Ahmad An-Nahrawi Al Makki, Sayid Ali Ridha. Setelah sekian tahun menimba ilmu di Tanah Suci, sekitar tahun 1327 H, Asy- Syaikh Abdul Malik pulang ke kampung halaman untuk berkhidmat kepada keduaorang tuanya yang saat itu sudah sepuh (berusia lanjut). Kemudian pada tahun 1333 H, sang ayah, Asy Syaikh Muhammad Ilyas berpulang ke Rahmatullah. Sesudah sang ayah wafat, Asy-Syaikh Abdul Malik kemudian mengembara ke berbagai daerah di Pulau Jawa guna menambah wawasan dan pengetahuan dengan berjalan kaki. Ia pulang ke rumah tepat pada hari ke- 100 dari hari wafat sang ayah, dan saat itu umur Asy Syaikh berusia tiga puluh tahun. Sepulang dari pengembaraan, Asy-Syaikh tidak tinggal lagi di Sokaraja, tetapi menetap di Kedung Paruk bersama ibundanya, Nyai Zainab. Perlu diketahui, Asy-Syaikh Abdul Malik sering sekali membawa jemaah haji Indonesia asal Banyumas dengan menjadi pembimbing dan syaikh. Mereka bekerjasama dengan Asy-Syaikh Mathar Mekkah, dan aktivitas itu dilakukan dalam rentang waktu yang cukup lama. Sehingga wajarlah kalau selama menetap di Mekkah, ia memperdalam lagi ilmu- ilmu agama dengan para ulama dan syaikh yang ada di sana. Berkat keluasan dan kedalaman ilmunya, Syaikh Abdul Malik pernah memperoleh dua anugrah yakni pernah diangkat menjadi Wakil Mufti Madzab Syafi’i di Mekkah dan juga diberi kesempatan untuk mengajar. Pemerintah Saudi sendiri sempat memberikan hadiah berupa sebuah rumah tinggal yang terletak di sekitar Masjidil Haram atau tepatnya di dekat Jabal Qubes. Anugrah yang sangat agung ini diberikan oleh Pemerintah Saudi hanya kepada para ulama yang telah memperoleh gelar Al-‘Allamah. Syaikh Ma’shum (Lasem, Rembang) setiap berkunjung ke Purwokerto, seringkali menyempatkan diri singgah di rumah Asy-Syaikh Abdul Malik dan mengaji kitab Ibnu Aqil Syarah Alfiyah Ibnu Malik secara tabarrukan (meminta barakah) kepada Asy-Syaikh Abdul Malik. Demikian pula dengan Mbah Dimyathi (Comal, Pemalang), KH Khalil (Sirampog, Brebes), KH Anshori (Linggapura, Brebes), KH Nuh (Pageraji, Banyumas) yang merupakan kiai-kiai yang hafal Al-Qur’an, mereka kerap sekali belajar ilmu Al- Qur’an kepada Syaikh Abdul Malik. Kehidupan Syaikh Abdul Malik sangat sederhana, di samping itu ia juga sangat santun dan ramah kepada siapa saja. Beliau juga gemar sekali melakukan silaturrahiem kepada murid-muridnya yang miskin. Baik mereka yang tinggal di Kedung Paruk maupun di desa-desa sekitarnya seperti Ledug, Pliken, Sokaraja, dukuhwaluh, Bojong dan lain-lain. Hampir setiap hari Selasa pagi, dengan kendaraan sepeda, naik becak atau dokar, Syaikh Abdul Malik mengunjungi murid- muridnya untuk membagi-bagikan beras, uang dan terkadang pakaian sambil mengingatkan kepada mereka untuk datang pada acara pengajian Selasanan (Forum silaturrahiem para pengikut Thariqah An-Naqsyabandiyah Al- Khalidiyah Kedung paruk yang diadakan setiap hari Selasa dan diisi dengan pengajian dan tawajjuhan). Murid-murid dari Syaikh Abdul Malik diantaranya KH Abdul Qadir, Kiai Sa’id, KH Muhammad Ilyas Noor (mursyid Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah sekarang), KH Sahlan (Pekalongan), Drs Ali Abu Bakar Bashalah (Yogyakarta), KH Hisyam Zaini (Jakarta), Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (Pekalongan), KH Ma’shum (Purwokerto) dan lain-lain. Sebagaimana diungkapkan oleh murid beliau, yakni Habib Luthfi bin Yahya, Syaikh Abdul Malik tidak pernah menulis satu karya pun. “Karya-karya Al-Alamah Syaikh Abdul Malik adalah karya-karya yang dapat berjalan, yakni murid-murid beliau, baik dari kalangan kyai, ulama maupun shalihin.” Diantara warisan beliau yang sampai sekarang masih menjadi amalan yang dibaca bagi para pengikut thariqah adalah buku kumpulan shalawat yang beliau himpun sendiri, yaitu Al-Miftah al- Maqashid li-ahli at-Tauhid fi ash-Shalah ‘ala babillah al-Hamid al-majid Sayyidina Muhammad al-Fatih li-jami’i asy- Syada’id.” Shalawat ini diperolehnya di Madinah dari Sayyid Ahmad bin Muhammad Ridhwani Al-Madani. Konon, shalawat ini memiliki manfaat yang sangat banyak, diantaranya bila dibaca, maka pahalanya sama seperti membaca kitab Dala’ilu al-Khairat sebanyak seratus sepuluh kali, dapat digunakan untuk menolak bencana dan dijauhkan dari siksa neraka. Syaikh Abdul Malik wafat pada hari Kamis, 2 Jumadil Akhir 1400 H (17 April 1980) dan dimakamkan keesokan harinya lepas shalat Ashar di belakang masjid Baha’ul Haq wa Dhiya’uddin, Kedung Paruk Purwokerto.

MWCNU GONDANG : Kuasa Alloh

Posted by Unknown On 16.46 | No comments
Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Senin, 10 November 2014

Jaya menceritakan, ketika Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009 lalu, dia sangat berharap, suami Sinta Nuriyah Wahid itu mendapat tempat laik di sisi Tuhan. "Di agama saya (Kristen) ada kepercayaan, kalau ingin masuk surga, harus percaya pada nabi kita, Yesus Kristus, itu ajaran agama kami. Saya kan bingung, sahabat saya (Gus Dur) kan bukan pemeluk agama saya," jelas Jaya. Dia sempat bertanya dalam hati, apakah Gus Dur masuk surga? Karena ragu, Jaya mendatangi pendeta untuk berkonsultasi. "Saya tanya ke pendeta saya: Apakah Gus Dur bisa masuk surga? Lah kalau Gus Dur masuk surga ya gimana wong ajarannya begitu (beda agama), kalau gak masuk surga ya gimana? Saya kejar jawaban itu, akhirnya dia (pendeta) jengkel," cerita Jaya. Tak mendapat jawaban pasti, akhirnya Jaya menyimpulkan sendiri. Katanya, dia memberi dua kesimpulan berdasarkan versi dia sendiri. "Akhirnya saya ambil kesimpulan, ada dua kemungkinan, kalau gak masuk surga ya jadi setan gentayangan. Masuk neraka kan, waduh saya bingung. Kemudian saya bilang ke pendeta, kalau saya mau masuk neraka saja. Loh kok, kata si pendeta bingung," tutur Jaya. Karena kerap dibuat Bos Jamu Jago itu bingung, terlebih dengan pertanyaan soal kematian Gus Dur itu, si pendeta memaki Jaya. "Dia (pendeta) bilang, kalau saya gila. Banyak orang ingin masuk sorga saya kok malah mau masuk neraka. Ya saya bilang ke pendeta, kalau saya masuk surga, saya bersama orang-orang seperti Anda, sama- sama bingung," jelas dia. "Sedangkan kalau masuk neraka saya bersama orang-orang baik seperti Gus Dur," tambah Jaya.

Bupati Nganjuk

Posted by Unknown On 20.26 | No comments
Monggo BERSHOLAWAT & BERTAWASSUL dlm rangka Manaqib Kubro bersama BOLO MANAQIB KAB. NGANJUK.....selasa 18 Nov 2014 jam. 18.30 wib di MASJID Ds. Josuman kec. gondang. Monggo dpun sebar und. Meniko mg2 istiqomah , mujarrab lan berkah ....al fatihah...
Monggo BERSHOLAWAT & BERTAWASSUL dlm rangka Manaqib Kubro bersama BOLO MANAQIB KAB. NGANJUK.....selasa 18 Nov 2014 jam. 18.30 wib di MASJID Ds. Josuman kec. gondang. Monggo dpun sebar und. Meniko mg2 istiqomah , mujarrab lan berkah ....al fatihah...

camat rejoso nganjuk

Posted by Unknown On 20.12 | No comments
Monggo BERSHOLAWAT & BERTAWASSUL dlm rangka Manaqib Kubro bersama BOLO MANAQIB KAB. NGANJUK.....selasa 18 Nov 2014 jam. 18.30 wib di MASJID Ds. Josuman kec. gondang. Monggo dpun sebar und. Meniko mg2 istiqomah , mujarrab lan berkah ....al fatihah...

camat gondang nganjuk

Posted by Unknown On 20.11 | No comments
Monggo BERSHOLAWAT & BERTAWASSUL dlm rangka Manaqib Kubro bersama BOLO MANAQIB KAB. NGANJUK.....selasa 18 Nov 2014 jam. 18.30 wib di MASJID Ds. Josuman kec. gondang. Monggo dpun sebar und. Meniko mg2 istiqomah , mujarrab lan berkah ....al fatihah...
Antara Yusril, Cincin ‘Sakti’, dan Gus Dur Jakarta – Setiap orang yang pernah bertemu almarhum Gus Dur, selalu memiliki kenangan tersendiri. Banyak pesan yang memiliki makna dalam, meski tak sedikit pula yang unik, remeh, dan jenaka. Yusril Ihza Mahendra misalnya, pria yang jauh dari selera humor dan cenderung nampak serius dalam berbagai kesempatan yang ditemui, tiba-tiba berbagi hal jenaka seputar obrolannya bersama Gus Dur saat masih menjadi menterinya. Kisah ini bermula saat Yusril menghadap Gus Dur, melaporkan perkembangan terkini Kementerian Hukum yang ditangani dan semua serba seriuslah. Tiba-tiba saja Yusril kaget karena ditanya mengenai sebuah cincin yang dipakai sang presiden. Sambil nyerocos, Gus Dur mengatakan, “Menurut Bang Yusril, gimana cincin saya ini, bagus nggak ya?” Yusril yang terbiasa serius dan sedang memikirkan tanggapan Gus Dur terhadap laporannya, justru sempat kikuk dan seolah mati kutu. Sebab ini pertanyaan di luar tugas, tentu bukan hal mudah menjawabnya. Meski tak paham, tapi tetap menjawab yang baik kan? “Saya katakan saja kepada presiden, nampaknya cincin itu bagus juga, Gus,” kata Yusril dengan tampang yang tetap serius dan sedikit sok tahu masalah cincin. Tanpa menunggu dan memikirkan komentar Yusril yang sudah berusaha serius, ternyata Gus Dur langsung nyerocos lagi dan keluarlah cerita di balik cincin yang ditunjukkan tersebut. Bagi Gus Dur, cincin tersebut sering ia pakai ketika menerima tamu dan koleganya yang datang dari kampung dan jauh-jauh. “Kenapa bisa seperti itu Gus,” tanya Yusril heran dan suasana sudah mulai mencair. Intinya Gus Dur kemudian bercerita panjang lebar. Saat bertemu tamunya yang konon disebut dari kampung dan berasal dari tempat yang semuanya jauh, Gus Dur mengisahkan bahwa cincin itu istimewa, pemberian dari leluhurnya. Beliau selalu memakai dan konon juga membawa banyak keberuntungan dan keberkahan hidup. Bahkan lebih dari itu, Gus Dur juga berkisah bahwa cincin itu pula yang ikut menemani Gus Dur hingga bisa meraih kursi kepresidenan yang saat ini didudukinya. Mendengar kisah Gus Dur ini, otomatis para tamunya terdiam, merenung, dan tertegun sambil tak sedikit yang geleng-geleng kepala karena takjub. Para tamu itu semakin yakin bahwa cincin yang dipakai Gus Dur itu bukan cincin sembarangan dan memiliki kesaktian. Nah, tiba giliran para tamunya mau pamit pulang, tiba-tiba Gus Dur bertanya dan sembari menawarkan oleh-oleh. “Sampeyan mau saya kasih oleh-oleh? Mendengar pertanyaan itu, meski agak malu tapi semua tamu sedikit kompak bilang, “Oh ya Gus, terima kasih, kalo panjenengan mau ngasi oleh-oleh kepada kami.” Gus Dur lalu melepas cincinnya, dan memberikan ke salah satu tamunya. Tentu saja para tamu itu kaget karena Gus Dur mau memberikan cincin warisan leluhurnya yang konon sakti dan bisa menjadikannya Presiden. Dengan santai Gus Dur berkata, “Ya gak apa-apa, sekali-sekali saya ngasih sampeyan barang yang paling berharga bagi saya.” Setelah menerima cincin ‘sakti’ dari Gus Dur ini, kontan orang tersebut sangat sumringah dan merasa bangga. Dengan kebanggaan itu, mereka lalu bercerita sambil memamerkan oleh-oleh istimewa pemberian Gus Dur. Mereka terus bercerita kepada setiap orang-orang yang ditemui mengenai cincin pemberian Gus Dur tersebut. Yusril pun sempat heran dengan tindakan dan cerita yang disampaikan Gus Dur tersebut. Tapi dengan gaya khas Gus Dur menyampaikan bahwa cincin yang dimaksud Gus Dur itu, jumlahnya masih banyak dan sekarung di bawah meja ini. Masih dengan rasa penasaran dan sambil menahan tawa, meski senyum sudah tak bisa ditahan, Yusril masih sempat bertanya, “Gus Dur dapat dari mana?” Yang ditanya dengan santai dan terkekeh menjawab, “Wong saya suruh orang beli di Jatinegara. Paling harganya juga murah, cuma sepuluh ribu perak.” cetus mantan Presiden RI tersebut. Bagi Gus Dur, ini adalah cara menghormati tamu dengan budget yang tidak terlalu besar, tapi bisa menyenangkan para tamu yang datang. Yah, Gus Dur memang selalu nyeleneh dan eksentrik, dalam situasi dan kondisi yang serius sekalipun. Selalu ada kisah jenaka dan humor yang menghidupi hari-hari almarhum, yang bisa dinikmati oleh masyarakat hingga saat ini.
Wali yang Lari dari Hadapan Gus Dur Wali memang kekasih Allah, tetapi diantara wali sendiri terdapat tingkatan-tingkatan. Semakin tinggi tingkatan seorang wali, mereka yang posisinya lebih rendah akan lebih menghormatinya. Kali ini, cerita salah satu karomah Gus Dur diungkapkan oleh Kiai Said Aqil Siroj saat menjalankan umrah Ramadhan, ketika Gus Dur masih menjadi ketua umum PBNU. Kang Said menuturkan setelah sholat tarawih berjamaah, ia diajak oleh Gus Dur untuk mencari orang yang khowas (khusus), yang ibadahnya semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah dan malu mengharapkan pahala, meskipun itu tidak dilarang. Mereka sudah berprinsip, manusia datangnya dari Allah, maka dalam beribadah, tak sepantasnya mengharapkan imbalan. Berdua bersama Gus Dur, mereka mengunjungi satu per satu kelompok orang yang memberi pengajian, ada yang jenggotnya panjang, ada yang kitabnya setumpuk dan mampu menjawab segala macam pertanyaan, ada yang jamaahnya banyak, tetapi semuanya dilewati. Lalu sampailah mereka dihadapan seorang Mesir yang sederhana, surbannya tidak besar, duduk di sebuah sudut. Kang Said selanjutnya diminta oleh Gus Dur untuk memperkenalkan dirinya sebagai ketua umum Nahdlatul Ulama dari Indonesia Tak seperti biasanya, orang Mesir terkenal dengan keramahannya, biasanya langsung ahlan wa sahlan ketika menerima tamu, tetapi yang satu ini bersikap agak ketus ketika ditanya. Kang Said menyampaikan niat dari Gus Dur untuk meminta sekedar doa selamat dari orang tersebut. Setelah berdoa ia langsung lari, dan menarik sajadahnya sambil berkata “Dosa apa aku ya robbi sampai engkau buka rahasiaku dengan orang ini”. Kang Said berkesimpulan bahwa orang tersebut merupakan wali yang sedang bersembunyi, jangan sampai orang lain tahu bahwa ia adalah wali, tetapi ternyata kewaliannya diketahui oleh Gus Dur, yang derajat kewaliannya lebih tinggi, dan ia merasa rahasianya terungkap karena ia memiliki dosa

Jokowi : Merah Delima Bolo Manaqib

Posted by Unknown On 19.59 | No comments
Mirah delima, merah delima, atau batu rubi adalah batu permata berwarna merah yang dapat bervariasi antara merah muda hingga merah darah dan merupakan salah satu jenis dari mineral korundum (aluminium oksida). Warnanya terutama disebabkan oleh kromium. Namanya berasal dari buah delima yang isinya berwarna merah. Rubi alami sangat jarang, tetapi rubi buatan dapat difabrikasi dengan cukup murah. Rubi dianggap merupakan salah satu dari empat batu berharga bersama dengan safir, zamrud, dan intan. Harga batu rubi terutama ditentukan oleh warna. Warna merah paling berkilau dan paling bernilai dapat berharga sangat tinggi melampaui rubi lain dengan mutu yang sama. Setelah warna, berikutnya adalah kejernihan: batu yang jernih menandakan harga tinggi.

Pondok Pesantren Tambakberas Jombang

Posted by Unknown On 19.56 | No comments
Yang Harus Anda Ketahui Sebelum Membeli sebuah Ruby : Warna (Color): Ruby yang terbaik adalah yang warna merah darah segar, dan merupakan batu yang sangat berharga. rubi juga ada dengan warna merah anggur dan merah gelap, atau merah muda.Ukuran (size): karat yang lebih besar merupakan batu permata ruby, dengan nilai harga yang lebih berharga dan mahal. Karat ruby dengan warna yang baik dan kejelasan (Clarity) sudah cukup bernilai. Rubi lebih besar dari ini yang langka dan sangat mahal. Kejelasan (Clarity): rubi alam Sebagian besar memiliki beberapa keadaan mendung atau ketidaksempurnaan. sangat sedikit yang benar-benar jelas. rubi kualitas yang lebih baik adalah transparan, dan tidak buram. Potongan (Cut): Kualitas memotong ruby's menentukan seberapa baik berkilau. Sempurna memotong batu rubi yang sangat berharga dan sulit ditemukan. Perawatan, Sintetis dan imitasi (Treatments, Synthetics and Imitations): Hampir semua rubi diperlakukan untuk meningkatkan kejelasan dan warna. perlakuan panas adalah standar dan diterima secara luas. The treatement bahwa ruby menerima dapat mempengaruhi nilai dan penambahan quality.di dalam laboratorium dibuat rubi tersedia secara luas dan bernilai jauh lebih sedikit dari batu rubi alam. Beberapa penjual tidak jujur yang mungkin mencoba untuk menjual batu delima palsu. Makna dan simbologi (Meaning and Symbology) : batu merah delima / Rubies telah suci untuk banyak budaya selama berabad-abad. Rubi sama jenisnya dengan safir hakekatnya masih saudara sekandung dari keluarga mineral korodium. Mereka terlahir dengan warna merah, baik yang kecoklatan maupun yang keunguan, biasa disebut rubi; sementara semua keluarga korundum yang berwarna. Kekerasan Ruby atau merah delima termasuk tinggi (9 dalam skala Mohr)

SDN GONDANGKULON 2 GONDANG NGANJUK

Posted by Unknown On 19.44 | No comments
" ASAL-USUL-TONGKAT-SOEKARNO " Dalam banyak dokumentasi foto Bung Karno, tidak sedikit yang menampakkan sosok Putra Sang Fajar itu memegang atau mengempit tongkat komando. Dalam hierarki kemiliteran, posisinya sebagai Panglima Tertinggi, tentu saja merupakan hal yang wajar jika ia sering terlihat memegang tokat komando. Sama seperti yang sering kita lihat, ketika Panglima TNI, Panglima Kodam, Kapolri, memegang tongkat komando. Akan tetapi, tidak begitu dari kacamata spiritual. Kalangan yang percaya hal-hal ghaib. Kalangan yang percaya adanya kekuatan tertentu pada benda-benda keramat. Kalangan yang percaya adanya hal-hal metafisik yang tidak bisa dibahas dengan kalimat lugas, dan tidak bisa dinalar dengan pola pikir normal. Nah, kelompok ini, begitu eksis di Indonesia, sejak dulu sampai sekarang. Di antara kalangan mereka, percaya betul bahwa tongkat komando Bung Karno bukanlah sembarang tongkat. Tongkat komando Bung Karno adalah tongkat sakti, yang berisi keris pusaka ampuh. Bahkan, kayu yang dibuat sebagai tongkat pun bukan sembarang kayu, melainkan kayu pucang kalak. Pucang adalah jenis kayu, sedangkan Kalak adalah nama tempat di selatan Ponorogo, atau utara Pacitan. Di pegunungan Kalak terdapat tempat persemayaman keramat. Nah, di atas persemayaman itulah tumbuh pohon pucang. Ada begitu banyak jenis kayu pucang, tetapi dipercaya pucang kalak memiliki ciri khas. Salah satu cara untuk mengetes keaslian kayu pucang kalak, pegang tongkat tadi di atas permukaan air. Jika bayangan di dalam air menyerupai seekor ular yang sedang berenang, maka berarti kayu pucang kalak itu asli. Tetapi jika yang tampak dalam bayangan air adalah bentuk kayu, itu artinya bukan pucang kalak. Pucang biasa, yang banyak tumbuh di seantero negeri. Begitulah sudut pandang mistis masyarakat spiritual terhadap tongkat komando Bung Karno. Alhasil, tidak sedikit yang menghubungkan dengan besarnya pengaruh Sukarno. Tidak sedikit yang menghubungkan dengan kemampuannya menyirap kawan maupun lawan. Tidak sedikit yang menghubungkan dengan “kesaktian” Sukarno, sehingga lolos dari beberapa kali usaha pembunuhan. Apa kata Bung Karno? “Ah… itu semua karena lindungan Allah, karena Ia setuju dengan apa-apa yang aku kerjakan selama ini. Namun kalau pada waktu- waktu yang akan datang Tuhan tidak setuju dengan apa-apa yang aku kerjakan, niscaya dalam peristiwa (pembunuhan) itu, aku bisa mampus

SMPN 1 GONDANG NGANJUK

Posted by Unknown On 19.40 | No comments
Cerita tentang kesaktian soekarno sang putra fajar dan Pusaka Gaib Ditengah derasnya hujan angin, sosok bung Karno yang kala itu masih menjadi bocah angon berlari kecil menelusuri jalan setapak menuju bukit gorong, yang terletak disebelah kanan sungai Penyu Cilacap, Jawa tengah. Beliau membawa satu amanat dari salah satu gurunya KH. Rifai bin Soleh Al Yamani (Hadrotul maut), Banyuwangi, Jawa Timur. Sebagai seorang pemikir handal yang mempercayai suatu kehidupan alam lain, beliau kerap mengasingkan diri dalam fenomena yang tak layak pada umumnya, yaitu selalu bertirakat dari satu gua kumuh, bebukitan terjal , hutan belantara hingga tempat wingit lainnya. Kisah ini terjadi pada jum’at legi, bulan maulud 1937H. Berawal dari sebuah mimpi yang dialaminya. Di suatu malam, beliau didatangi seekor naga besar yang ingin ikut serta mendampingi hidupnya. Naga itu mengenalkan dirinya bernama, Sanca Manik Kali Penyu, yang tinggal didalam bukit Gorong, kepunyaan dari Ibu Ratu Nyi Blorong, yang melegendaris. Dengan kejelasan mimpinya, Bung Karno, langsung menemui KH. Rifai, yang kala itu sangat masyhur namanya. Lalu sang kyai memberinya berupa amalan atau sejenis doa Basmalah, yang konon bisa mewujudkan benda gaib menjadi nyata. Lewat suatu komtemplasi dan prosesi ritual panjang, akhirnya Bung Karno, ditemui sosok wanita cantik yang tak lain adalah Nyi Blorong sendiri. "Andika!! Derajatmu wes tibo neng arep, siap nampi mahkota loro, lan iki mung ibu iso ngai bibit kejembaran soko nagara derajat, kang manfaati soko derajatmu ugo wibowo lan rejekimu serto asih penanggihan" terang Nyi Blorong. Yang arti dari ucapan tadi kurang lebihnya; "Anakku!! Sebentar lagi kamu akan menjadi manusia yang mempunyai dua derajat sekaligus (Pemimpin umat manusia dan bangsa gaib yang disebut sebagai istilah/ Rijalul gaib). Saya hanya bisa memberikan sebuah mustika yang manfaatnya sebagai, ketenangan hatimu, keluhuran derajat, wibawa, kerejekian serta pengasihan yang akan membawamu dipermudah dalam segala tujuan" Mustika yang dimaksud tak lain berupa paku bumi, jelmaan dari seekor naga sakti, Sanca Manik, yang didalam mulutnya terdapat satu buah batu merah delima bulat berwarna merah putih crystal.(Bisa dilihat dalam gambar atas) symbol dari bendera merah putih/ negara Indonesia. Sebagai sosok mumpuni sekaligus hobbiis dalam dunia supranatural, (7) bulan, dari kedapatan mustika Sanca Manik, beliau pun bermimpi kembali. Yang mana didalam mimpinya sosok Kanjeng Sunan KaliJaga beserta ibu Ratu Kidul Pajajaran (suami istri) menyuruh Bung Karno, datang ke bukit Tinggi Pelabuhan Ratu, Sukabumi- Jawa Barat. "Datanglah Nak ketempatku!!! Kusiapkan jodoh dari pemberian Putranda (Nyi Blorong) yang kini telah kau terima, tak pantas melati tanpa kembang kenanga, lelaki tanpa adanya wanita" Tentunya sebagai seorang yang berpengalaman dalam pengolahan bathiniyah, Bung Karno, adalah salah satu bocah yang sangat paham akan makna sebuah mimpi. Dalam hal ini beliau menyakini bahwa mimpi yang barusan dialaminya adalah bagian dari kebenaran. Dengan meminta bantuan kepada, Kartolo Harjo, asal dari kota Pekalongan, yang kala itu dianggap orang paling kaya, merekapun hari itu juga langsung menuju lokasi yang dimaksud, dengan membawa sedan cw keluaran tahun 1889. Kisah perjalanan menuju Pelabuhan Ratu, ini cukup memakan waktu panjang, pasalnya disetiap daerah yang dilaluinya Bung Karno, selalu diberhentikan oleh seseorang yang tidak dikenal. Mereka berebut memberikan sesuatu pada sosok kharismatik berupa pusaka maupun bentuk mustika. Hal semacam ini sudah sewajarnya dalam dunia keparanormalan sejak zaman dahulu kala, dimana ada sosok yang bakal menjadi cikal seorang pemimpin, maka seluruh bangsa gaibiah akan dengan antusiasnya berebut memamerkan dirinya untuk bisa sedekat mungkin dengannya. Untuk mengungkapkan lebih lanjut perjalanan Bung Karno menuju Pelabuhan Ratu, yang dimulai pada hari Kamis pon, ba’da subuh, Syawal 1938H, pertama kalinya perjalanan ini dimulai dari kota Klaten Jawa Tengah. Ditengah hutan Roban, Semarang, beliau diminta turun oleh sosok hitam berambut jambul, yang mengaku bernama, Setopati asal dari bangsa jin, dan memberikan pusaka berupa cundrik kecil, berpamor Madura dengan besi warna hitam legam. Manfaatnya, sebagai wasilah bisa menghilang. Juga saat melintas kota Brebes dan Cirebon, beliau disuruh turun oleh (empat) orang yang tidak dikenal 1. Bernama kyai Paksa Jagat, dari bangsa Sanghiyang, memberikan sebuah keris berluk- 5, manfaatnya sebagai wasilah, tidak bisa dikalahkan dalam beragumen. 2. Bernama Nyai sempono, asal dari Selat Malaka, yang ngahyang sewaktu kejadian Majapahit dikalahkan oleh Demak Bintoro, beliau memberikan sebuah tusuk konde yang dinamai, Paku Raksa Bumi, manfaatnya, mempengaruhi pikiran manusia. 3. Bernama Kyai Aji, asal dari siluman Seleman, beliau memberikan sebuah pusaka berupa taring macan, manfaatnya, sebagai kharisma dan kedudukan derajat. 4. Bernama Ki Jaga Rana, memberikan sebuah batu mustika koplak, berwarna merah cabe, manfaatnya sebagai daya tahan tubuh dari segala cuaca. Lalu saat melintas hutan Tomo Sumedang, beliaupun dihadang oleh seorang nenek renta yang mengharuskannya turun dari mobil, mulanya Bung Karno, enggan turun, namun saat melaluinya untuk terus melajukan mobil yang dikendarinya, ternyata mobil tersebut tidak bisa jalan sama sekali, disitu beliau diberikan satu buah mustika Yaman Ampal, sebagai wasilah kebal segala senjata tajam. Juga saat melintas digerbang perbatasan Sukabumi, beliau dihadang oleh segerombolan babi hutan, yang ternyata secara terpisah, salah satu dari binatang tadi meninggalkan satu buah mustika yang memancarkan sinar kemerahan berupa cungkup kecil yang didalamnya terdapat satu buah batu merah delima mungil. Sesampainya ditempat yang dituju, Bung Karno dan temanya mulai mempersiapkan rambe rompe berupa sesajen sepati, sebagai satu penghormatan kepada seluruh bangsa gaib yang ada ditempat itu, tepatnya malam rabo kliwon, Bung Karno, mulai mengadakan ritual khususiah secara terpisah dengan temannya, semua ini beliau lakukan agar jangan sampai menggangu satu sama lainnya dalam aktifitas menuju suatu penghormatan kepada bangsa gaib yang mengundangnya. Dua malam beliau melakukan ritual tapa brata, dengan cara sikep kejawen yang biasa dilakukannya saat menghadapi penghormatan kepada bangsa gaib, lepas pukul 24.00, seorang bersorban dan wanita cantik yang tiada tara datang menghampirinya, mereka berdua tak lain adalah Sunan kaliJaga dan Nyimas Nawang wulan Sari Pajajaran, yang sengaja mengundangnya. "Anakku!!! Dalam menghadapi peranmu yang sebentar lagi dimulai, Ibu hanya bisa memberikan sementara sejodoh mustika yang diambil dari dasar laut Nirsarimayu (dasar laut pantai selatan sebelah timur kaputrennya) ini mustika jadohnya dari yang sudah kamu pegang saat ini,gunakanlah mustika ini sebagai wasilah kerejekian guna membantu orang yang tidak mampu, sebab inti dari kekuataqn yangterkandung didalamnya, bisa memudahkan segala urusan duniawiah sesulit apapun" Lalu setelah berucap demikian, kedua sang tokoh pun langsung menghilang dfari pandangannya. Kini tinggal Bung karno, sendirian yang langsung menelaah segala ucapan dari Ibu Ratu, barusan. Di dalam tatacara ilmu supranatural, cara yang dilakukan oleh Bung karno, diam menafakuri setelah kedapatan hadiah dari bangsa gaib tanpa harus meninggalkan tempat komtemplasi terlebih dahulu, adalah suatu tatakrama yang sangat dihormati oleh seluruh bangsa gaib dan itu dinamakan, Sikep undur/ tatkrama perpisahan. Dari kejadian itu Bung Karno, langsung mengambil sikap diam dalam perjalanan pulang sambil berpuasa hingga sampai rumah/ tempat kembali semula, cara seperti ini disebut sebagai, Ngaulo hamba/ mentaati pelaturan gaib supaya apa yang sudah dimilikinya bisa bermanfaat lahir dan bathin.

Blogroll

Blogger templates

About