Bahwa Sunan Muria itu adalah wali yang
sakti, kuat fisiknya dapat dibuktikan dengan
letak padepokannya yang terletak di atas
gunung. Menuju ke makam Sunan Muria
pun perlu tenaga ekstra karena berada
diatas bukit yang tinggi.
Bayangkanlah, jika sunan Muria dan
isterinya atau dengan muridnya setiap hari
harus naik turun guna menyebarkan agama
Islam kepada penduduk setempat, atau
berdakwah kepada para nelayan dan pelaut
serta para pedagang. Hal itu tidak dapat
dilakukannya tanpa adanya fisik yang kuat.
Soalnya menunggang kuda tidak mungkin
dapat dilakukan untuk mencapai tempat
tinggal Sunan Muria. Harus dengan jalan
kaki. Itu berarti Sunan Muria memiliki
kesaktian yang tinggi, demikian pula
dengan murid-muridnya.
Bukti bahwa Sunan Muria adalah guru yang
sakti mandraguna dapat ditemukan dalam
kisah perkawinan dengan Dewi Roroyono.
Dewi Roroyono adalah puteri Sunan
Ngerang, yaitu seorang ulama yang
disegani masyarakat karena ketinggian
ilmunya, tempat tinggalnya di Juana.
Demikian saktinya Sunan Ngerang ini
sehingga Sunan Muria dan Sunan Kudus
sampai-sampai berguru kepada beliau.
Pada suatu hari Sunan Ngerang
mengadakan syukuran atas usia Dewi
Roroyono yang genap 20 tahun. Murid-
muridnya diundang semua. Seperti : Sunan
Muria, Sunan Kudus, Adipati Pathak Warak,
Kapa dan Adiknya Gentiri. Tetangga dekat
jua diundang, demikian pula snak kadang
yang dari jauh.
Setelah tamu berkumpul Dewi Roroyono
dan adiknya Dewi Roro Pujiwati keluar
menghidangkan makanan dan minuman.
Keduanya adalah dara-dara yang cantik
jelita. Terutama Dewi Roroyono yang telah
berusia 20 tahun, bagaikan bunga yang
sedang mekar-mekarnya.
Bagi Sunan Kudus dan Sunan Muria yang
sudah berbekal ilmu agama dapat menahan
pandangan matanya sehingga tidak terseret
oleh godaan setan. Tapi seorang murid
Sunan Ngerang yang lain yaitu Adipati
Pathak Warak memandang Dewi Roroyono
dengan mata tidak berkedip melihat
kecantikan gadis itu.
Sewaktu menjadi cantrik atau murid Sunan
Ngerang, yaitu ketika Pthak Warak belum
menjadi seorang Adipati, Roroyono masih
kecil, belum nampak benar kecantikannya
yang mempesona, sekarang gadis itu benar-
benar membuat Adipati Pathak Warak
tergila-gila. Sepasang matanya hampir
melotot memandangi gadis itu terus
menerus.
Karena dibakar api asmara yang
menggelora, Pathak Warak tidak tahan lagi.
Dia menggoda Roroyono dengan ucapan-
ucapan yang tidak pantas. Lebih-lebih
setelah lelaki itu bertindak kurang ajar.
Tentu saja Roroyono merasa malu sekali,
lebih-lebih ketiak lelaki itu berlaku kurang
ajar dengan memegangi bagian-bagian
tubuhnya yang tak pantas disentuh. Si
gadis naik pitam, nampan berisi minuman
yang dibawanya sengaja ditumpahkan ke
pakaian sang adipati.
Pathak Warak menyumpah-nyumpah,
hatinya marah sekali diperlakukan seperti
itu. Apalagi dilihatnya para tamu undangan
menertawakan kekonyolan itu, diapun
semakin malu. Hampir saja Roroyono
ditamparnya kalau tidak ingat bahwa gadis
itu adalah puteri gurunya.
Roroyono masuk kedalam kamarnya, gadis
itu menangis sejadi-jadinya karena
dipermalukan oleh Pathak Warak.
Malam hari tamu-tamu dari dekat sudah
pulang ketempatnya masing-masing. Tamu
dari jauh terpaksa menginap di rumah
Sunan Ngerang, termasuk Pathak Warak
dan Sunan Muria. Namun hingga lewat
tengah malam Pathak Warak belum dapat
memejamkan matanya.
Pathak Warak kemudian bangkit dari
tidurnya. Mengendap-ngendap ke kamar
Roroyono. Gadis itu diserepnya sehingga
tidak sadarkan diri, kemudian melalui
genteng Pathak Warak masuk dan
membawa lari gadis itu melalui jendela.
Dewi Roroyono dibaw alari ke Mandalika,
wilayah Keling atau Kediri.
Setelah Sunan Ngerang mengetahui bahwa
puterinya diculik oleh Pathak Warak, maka
beliau berikrar siapa saja yang berhasil
membawa puterinya kembali ke ngerang
akan dijodohkan dengan puterinya itu dan
bila perempuan akan dijadikan saudara
Dewi Roroyono. Tak ada yang menyatakan
kesanggupannya. Karena semua orang
telah maklum akan kehebatan dan
kekejaman Pathak Warak. Hanya Sunan
Muria yang bersedia memnuhi harapan
Sunan Ngerang.
Saya akan berusaha mengambil Diajeng
Dewi Roroyono dari tangan Pathak Warak,
kata Sunan Muria.
Tetapi ditengah perjalan Sunan Muria
bertemu dengan Kapa dan Gentiri, adik
seperguruan yang lebih dulu pulang
sebelum acara syukuran berakhir. Kedua
orang itu merasa heran melihat Sunan
Muria berlari cepat menuju arah daerah
Keling.
Mengapa kakang tampak tergesa-gesa?
Tanya Kapa. Sunan Muria lalu menceritakan
penculikan Dewi Roroyono yang dilakukan
oleh Pathak Warak.
Kapa dan Gentiri sangat menghormati
Sunan Muria sebagai saudara seperguruan
yang lebih tua. Keduanya lantas
menyatakan diri untuk membantu Sunan
Muria merebut kembali Dewi Roroyono.
Kakang sebaiknya pulang ke Padepokan
Gunung Muria. Murid-murid kakang sangat
membutuhkan bimbingan. Biarlah kami
berusaha merebut diajeng Dewi Roroyono
kembali. Kalau berhasil kakang tetap
berhak mengawininya, kami hanya sekedar
membantu, kata kapa.
Aku masih sanggup untuk merebutnya
sendiri, ujar Sunan Muria.
Itu benar, tapi membimbing orang
memperdalam agama Islam lebih penting,
percayalah pada kami. Kami pasti sanggup
merebutnya kembali, kata kapa ngotot.
Sunan Muria akhirnya meluluskan
permintaan adik seperguruannya itu.
Rasanya tidak enak menolak seseorang
yang hendak berbuat baik. Lagi pula ia
harus menengok para santrinya di
padepokan Gunung Muria.
Untuk merebut Dewi Roroyono dari tangan
Pathak Warak, Kapa dan Gentiri ternyata
minta bantuan seorang Wiku Lodhang Datuk
di pulau Sprapat yang dikenal sebagai tokoh
sakti yang jarang tandingannya. Usaha itu
berhasil. Dewi Roroyono dikembalikan ke
Ngerang.
Hari berikutnya Sunan Muria hendak ke
Ngerang. Ingin mengetahui perkembangan
usaha Kapa dan Gentiri. Ditengah jalan
beliau bertemu dengan Adipati Pathak
Warak.
Hai Pathak Warak berhenti kau, bentak
Sunan Muria.
Pathak Warak yang sedang naik kuda
terpaksa berhenti karena Sunan Muria
menghadang didepannya.
Minggir!! Jangan menghalangi Jalanku,
hardik Pathak Warak.
Boleh, asal kau kembalikan Dewi
Roroyono !
Goblok!! Dewi Roroyono sudah dibawa Kapa
dan Gentiri!! Kini aku hendak mengejar
mereka!! Umpat Pathak Warak.
Untuk apa kau mengejar mereka?
Merebutnya kembali! Jawab Pathak Warak
dengan sengit.
Kalau begitu langkahi dulu mayatku, Dewi
Roroyono telah dijodohkan denganku, ujar
Sunan Muria sambil pasang kuda-kuda.
Tanpa basa basi Pathak Warak melompat
dari punggung kuda. Dia merangkak ke arah
Sunan Muria dengan jurus-jurus cakar
harimau. Tapi dia bukan tandingan putera
Sunan Kalijaga yang memiliki segudang
kesaktian.
Hanya dalam beberapa kali gebrakan,
Pathak Warak telah jatuh atau roboh di
tanah dalam keadaan fatal. Seluruh
kesaktiannya lenyap dan ia menjadi lumpuh,
tak mampu untuk bangkit berdiri apalagi
berjalan.
Sunan Muria kemudian meneruskan
perjalanan ke Juana. Kedatangannya
disambut gembira oleh Sunan Ngerang.
Karena Kapa dan entiri telah bercerita jujur
bahwa mereka sendirilah yang memaksa
mengambil alih tugas Sunan Muria mencari
Dewi Roroyono, maka Sunan Ngerang pada
akhirnya menjodohkan Dewi Roroyono
dengan Sunan Muria. Upacara pernikahan
pun segera dilaksanakan.
Kapa dan Gentiri yang berjasa besar itu
diberi hadiah tanah di desa Buntar. Dengan
hadiah itu keduanya sudah menjadi orang
kaya yang hidupnya serba berkecukupan.
Sedang Sunan Muria memboyong isterinya
ke Padepokan Gunung Muria. Mereka hidup
Bahagia, karena merupakan pasangan yang
ideal.
Tidak demikian halnya dengan Kapa dan
Gentiri. Sewaktu membawa Dewi Roroyono
dari keling ke Ngerang agaknya mereka
terlanjur terpesona oleh kecantikan wanita
jelita itu. Siang malam mereka tidak bisa
tidur. Wajah wanita itu senantiasa
terbayang. Namun karena wanita itu sudah
diperisteri kakak seperguruannya mereka
tak dapat berbuat apa-apa lagi. Hanya
penyesalan yang menghujam didada.
Mengapa mereka dulu terburu-buru
menawarkan jasa baiknya. Betapa enaknya
Sunan Muria, tanpa bersusah payah
sekarang menikmati kebahagiaan bersama
gadis yang mereka dambakan. Inilah
hikmah ajaran agama agar lelaki diharuskan
menahan pandangan matanya dan menjaga
kehotmatan (kemaluan) mereka.
Andaikata Kapa dan Gentiri tidak
memandang terus menerus kearah wajah
dan tubuh Dewi Roroyono yang indah itu
pasti mereka tidak akan terpesona dan
tidak terjerat oleh iblis yang memasang
perangkap pada pandangan mereka.
Kini Kapa dan Gentiri benar-benar telah
dirasuki iblis. Mereka bertekad hendak
merebut Dewi Roroyono dari tangan Sunan
Muria. Mereka telah sepakat untuk
menjadikan wanita itu sebagai isteri
bersama secara bergiliran. Sungguh keji
rencana mereka.
Gentiri berangkat lebih dahulu ke Gunung
Muria. Namun ketika ia hendak
melaksanakan niatnya dipergoki oleh murid
Sunan Muria, terjadilah pertempuran
dahsyat. Apalagi ketika Sunan Muria keluar
menghadapi Gentiri, suasana menjadi
semakin panas. Akhirnya gentiri tewas
menemui ajalnya di puncak Gunung Muria.
Kematian Gentiri cepat tersebar ke
berbagai daerah. Tapi tidak membuat surut
niat Kapa. Kapa cukup cerdik. Dia datang
ke gunung Muria secara diam-diam
dimalam hari. Tak seorangpun yang
mengetahuinya.
Kebetulan pada saat itu Sunan Muria dan
beberapa murid pilihannya sedang
bepergian ke Demak Bintoro. Kapa
menyerep murid-murid Sunan Muria yang
berilmu rendah, yang ditugaskan menjaga
Dewi Roroyono. Kemudian yang dengan
mudahnya Kapa menculik dan membawa
wanita impiannya itu ke pulau sprapat.
Pada saat yang sama, sepulangnya dari
Demak Bintoro. Sunan Muria bermaksud
mengadakan kunjungan kepada Wiku
Lodhang Datuk di pulau Sprapat. Ini
biasanya dilakukannya bersahabat dengan
pemeluk agama lain bukanlah suatu dosa.
Terlebih sang Wiku itu pernah
meneolongnya merebut Dewi Roroyono dari
Pathak Warak.
Seperti ajaran Sunan Kalijaga yang mampu
hidup berdampingan dengan pemeluk
agama lain dalam suatu negeri. Lalu
ditunjukkan akhlak Islam yang mulia dan
agung. Bukannya berdebat tentang
perbedaan agama itu sendiri. Dengan
menerapkan ajaran-ajaran akhlak yang
mulia itu nyatanya banyak pemeluk agama
lain yang pada akhirnya tertarik dan masuk
Islam secara sukarela.
Ternyata, kedatangan Kapa ke pulau
Sparapat itu tidak disambut baik oleh Wiku
Lodhang Datuk.
Memalukan! Benar-benar nista
perbuatanmu itu! Cepat kembalikan isteri
kakang seperguruanmu sendiri itu! Hardik
Wiku Lodhang Datuk dengan marah.
Bapa Guru ini bagaiman, bukakah aku ini
muridmu? Mengapa tidak kau bela? Protes
Kapa.
Sampai matipun aku takkan sudi membela
kebejatan budi pekerti walau pelakunya itu
muridku sendiri !
Perdebatan antara guru dengan murid itu
berlangsung lama. Tanpa mereka sadari
Sunan Muria sudah sampai ditempat itu.
Betapa terkejutnya Sunan Muria melihat
isterinya sedang tergolek ditanah dalam
keadaan terikat kaki dan tangannya.
Sementara Kapa dilihatnya sedang adu
mulut dengan gurunya yaitu Wiku Lodhang
Datuk.
Begitu mengetahui kedatangan Sunan
Muria, Kapa Langsung melancarkan
serangan dengan jurus-jurus maut. Wiku
Lodhang Datuk menjauh, melangkah
menuju Dewi Roroyono untuk
membebaskan belenggu yang dilakukan
Kapa.
Bersamaan dengan selesainya sang Wiku
membuka tali yang mengikat tubuh Dewi
Roroyono. Tiba-tiba terdengar jeritan keras
dari mulut Kapa.
Ternyata serangan dengan pengerahan aji
kesaktian yang dilakukan Kapa berbalik
menghantam dirinya sendiri. Itulah ilmu
yang dimiliki Sunan Muria. Mampu
membalikkan serangan lawan.
Karena Kapa menggunakan aji pamungkas
yaitu puncak kesaktian yang dimilikinya
maka ilmu itu akhirnya merenggut
nyawanya sendiri.
Maafkan saya tuan Wiku….,ujar Sunan
Muria agak menyesal. Tidak mengapa.
Menyesal aku turut memberikan ilmu
kepadanya. Ternyata ilmu itu digunakan
untuk jalan kejahatan, gumam Sang Wiku.
Bagaimanapun Kapa adalah muridnya,
pantaslah kalau dia menguburkannya
secara layak.
Pada akhirnya Dewi Roroyono dan Sunan
Muria kembali ke Padepokan dan hidup
bahagia.
Senin, 23 Maret 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar