Makam Kyai Mojo terletak di perbukitan di
Desa Wulauan, Kecamatan Tolimambot,
Minahasa, Sulawesi Utara, hanya beberapa
menit setelah melewati Kampung Jawa
Tondano, atau kampung “Jaton”,
perkampungan berpenghuni lebih dari 1800
jiwa keturunan pengikut Pangeran
Diponegoro yang dibuang ke Tondano pada
1929, serta keturunan pejuang lainnya yang
dibuang Belanda ke Kampung Jaton ini.
Kyai Mojo adalah penasehat spiritual
Pangeran Diponegoro yang mengobarkan
Perang Jawa melawan pasukan kolonial
Belanda pada 1825 – 1830. Kompleks
Makam Kyai Mojo ini jauh lebih baik lokasi
dan suasananya ketimbang Kompleks
Makam Pangeran Diponegoro yang relatif
sempit dan berada di tengah keramaian
kota Makassar.
Ketika tiba pintu pagar Makam Kyai Mojo
terkunci, dan karena terlalu lama
menunggu, kami masuk melalui bawah
pagar. Jika saja dipajang di pintu pagar
nomor telepon penjaga maka kami tidak
perlu kerepotan. Sangat sayang jika harus
putar badan setelah jauh-jauh ke sana,
seperti orang di mobil lain yang langsung
pergi setelah melihat pintu pagar makam
terkunci.
Ada tengara yang dipahat di dinding tembok
kiri pintu gerbang, yang menunjukkan
pemugaran kompleks Makam Kyai Mojo
diresmikan oleh Prof. Dr. Haryati Soebadio
pada 1981. Untuk sampai ke Makam Kyai
Mojo, ada beberapa undakan lagi di sebelah
kanan area puncak undakan pertama yang
terlihat rapi dan bersih, diteduhi rimbun
dedaunan dan dihiasi rerumputan hijau.
Undakan menuju ke puncak bukit dimana
Makam Kyai Mojo berada, dengan papan
nama serta penjelasan singkat tentang
Makam Kyai Mojo serta papan nama
Pahlawan Nasional KH Ahmad Rifa’i.
Undakan ini berjarak 100 meter dari tepi
jalan dimana pintu pagar pertama berada.
Beruntung bahwa pintu pagar kedua di
undakan ini tidak terkunci.
Papan nama di Makam Kyai Mojo itu
menceritakan bahwa rombongan Kyai Mojo
yang tiba di Tondano pada akhir tahun 1929
itu berjumlah 63 orang, dan semuanya laki-
laki. Mereka kemudian menikah dengan
wanita Minahasa, diantaranya bermarga
Supit, Sahelangi, Tombokan, Rondonuwu,
Karinda, Ratulangi, Rumbajan, Malonda,
Tombuku, Kotabunan, dan Tumbelaka, dan
kemudian beranak pinak di Kampung Jaton
di Tondano itu.
Papan itu juga menyebutkan bahwa Kyai
Mojo, yang nama aslinya adalah Kyai
Muslim Muhammad Halifah, lahir pada 1764
dan wafat pada 20 Desember 1849.
Kampung Jawa Tondano adalah merupakan
komunitas yang sebagian besar
penduduknya beragama Islam, di tengah
mayoritas penduduk Tondano yang
beragama Kristen, namun mereka hidup
berdampingan dengan baik.
Rabu, 25 Maret 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar