Makam Kyai Mojo terletak di perbukitan di
Desa Wulauan, Kecamatan Tolimambot,
Minahasa, Sulawesi Utara, hanya beberapa
menit setelah melewati Kampung Jawa
Tondano, atau kampung “Jaton”,
perkampungan berpenghuni lebih dari 1800
jiwa keturunan pengikut Pangeran
Diponegoro yang dibuang ke Tondano pada
1929, serta keturunan pejuang lainnya yang
dibuang Belanda ke Kampung Jaton ini.
Kyai Mojo adalah penasehat spiritual
Pangeran Diponegoro yang mengobarkan
Perang Jawa melawan pasukan kolonial
Belanda pada 1825 – 1830. Kompleks
Makam Kyai Mojo ini jauh lebih baik lokasi
dan suasananya ketimbang Kompleks
Makam Pangeran Diponegoro yang relatif
sempit dan berada di tengah keramaian
kota Makassar.
Ketika tiba pintu pagar Makam Kyai Mojo
terkunci, dan karena terlalu lama
menunggu, kami masuk melalui bawah
pagar. Jika saja dipajang di pintu pagar
nomor telepon penjaga maka kami tidak
perlu kerepotan. Sangat sayang jika harus
putar badan setelah jauh-jauh ke sana,
seperti orang di mobil lain yang langsung
pergi setelah melihat pintu pagar makam
terkunci.
Ada tengara yang dipahat di dinding tembok
kiri pintu gerbang, yang menunjukkan
pemugaran kompleks Makam Kyai Mojo
diresmikan oleh Prof. Dr. Haryati Soebadio
pada 1981. Untuk sampai ke Makam Kyai
Mojo, ada beberapa undakan lagi di sebelah
kanan area puncak undakan pertama yang
terlihat rapi dan bersih, diteduhi rimbun
dedaunan dan dihiasi rerumputan hijau.
Undakan menuju ke puncak bukit dimana
Makam Kyai Mojo berada, dengan papan
nama serta penjelasan singkat tentang
Makam Kyai Mojo serta papan nama
Pahlawan Nasional KH Ahmad Rifa’i.
Undakan ini berjarak 100 meter dari tepi
jalan dimana pintu pagar pertama berada.
Beruntung bahwa pintu pagar kedua di
undakan ini tidak terkunci.
Papan nama di Makam Kyai Mojo itu
menceritakan bahwa rombongan Kyai Mojo
yang tiba di Tondano pada akhir tahun 1929
itu berjumlah 63 orang, dan semuanya laki-
laki. Mereka kemudian menikah dengan
wanita Minahasa, diantaranya bermarga
Supit, Sahelangi, Tombokan, Rondonuwu,
Karinda, Ratulangi, Rumbajan, Malonda,
Tombuku, Kotabunan, dan Tumbelaka, dan
kemudian beranak pinak di Kampung Jaton
di Tondano itu.
Papan itu juga menyebutkan bahwa Kyai
Mojo, yang nama aslinya adalah Kyai
Muslim Muhammad Halifah, lahir pada 1764
dan wafat pada 20 Desember 1849.
Kampung Jawa Tondano adalah merupakan
komunitas yang sebagian besar
penduduknya beragama Islam, di tengah
mayoritas penduduk Tondano yang
beragama Kristen, namun mereka hidup
berdampingan dengan baik.
Rabu, 25 Maret 2015
Selasa, 24 Maret 2015
Majlis Rosho : SYEIKH Bela Belu
Posted by Unknown
On 21.08
| No comments
Babad Demak menyebutkan bahwa setelah
Majapahit runtuh karena serangan Demak,
banyak putra-putri keturunan Brawijaya yang
mengungsi menyelamatkan diri. Salah
satunya ialah Raden Dhandhun, putra Prabu
Brawijaya dari selir.
Dalam usia yang masih terbilang muda,
Raden Dhandhun terpisah dari keluarganya,
keluar masuk hutan, mendaki gunung,
menuruni jurang, terlunta-lunta tak jelas arah
tujuannya.
Hingga pada suatu ketika Raden Dhandhun
tiba di Desa Mancingan, Yogyakarta. Pada
waktu itu, di Mancingan ada seorang pendeta
Budha (Hindu?) yang sangat mumpuni ilmu
agamanya dan bernama Kyai Selaening. Oleh
sang pendeta, Raden Dhandhun diganti
namanya menjadi Kyai Bela-belu untuk
keperluan penyamaran identitas.
Beliau diperintahkan untuk ke puncak
gunung sebelah barat Gunung Sentana yaitu
setelah Gunung Bantheng. Kyai Bela Belu ini
sejak tiba sudah terlihat kalau ia rajin
melakukan tapa. Ia biasa tidak tidur hingga
tiga sampai empat hari. Tetapi, Raden
Dhandhun tidak kuat menahan lapar,
sebentar-sebentar ia harus makan. Sebab,
tiap hari ia biasa makan tiga sampai empat
kali. Kesukaannya adalah nasi ayam liwet
yaitu nasi yang dimasak menggunakan
santan kelapa dan dalamnya diisi dengan
daging ayam.
Karenanya, kemudian Kyai Selaening
meminta Raden Dhandhun untuk mencuci
beras di Sungai Beji, sebelah utara
Parangendhog, kira-kira 5 km dari Gunung
Bantheng. Dengan cara seperti itu nafsu
makannya dapat dikurangi menjadi sekali
dalam sehari.
Saking gemarnya melakukan ulah batin, Kyai
Bela Belu pun kemudian memperoleh
kelebihan yang bisa digunakan untuk
menolong warga desa sekitarnya. Karena itu,
sampai makamnya saja hingga kini masih
dianggap keramat. Setelah Kyai Selaening
masuk Islam, Kyai Bela Belu juga ikut pula
masuk Islam. Oleh Syekh Maulana, Kyai Bela
Belu diberikan sebutan sebagai Syekh yang
berarti sang guru, meskipun beliau adalah
seorang putra raja.
Babad tidak menyebutkan apakah Kyai Bela
Belu itu menikah atau tidak. Sebab tidak ada
orang yang mengaku sebagai keturunannya
Syekh Bela Belu. Bahkan setelah wafat pun
tidak ada yang tahu dimana makam beliau
yang sesungguhnya. Tetapi yang pasti,
makamnya terdapat di sebelah barat Gunung
Sentana. Letak makam Syekh Bela Belu baru
ditetapkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono
IV sewaktu ia berkuasa.
Seperti yang disebutkan oleh R. Ng.
Djadjalana dalam Bab Pesanggrahan
Parangtritis tahun 1933. Disebutkan sekitar
tahun 1830 di Grogol (sebelah utara
Parangtritis) ada seorang sesepuh desa yang
juga menjabat sebagai Demang Pemajegan
(Pemaosan) yang masih merupakan
keturunan dari Kyai Selaening dan sering
melakukan tapa. Pada suatu malam tatkala
Demang Pemajegan pergi ke Segara Kidul
(Laut Selatan), ia melihat cahaya rembulan
yang tampak dari balik Gunung Sentana dan
jatuh di Gunung Bantheng. Di lain hari lagi, ia
melihat cahaya seperti tugu yang terus
amblas di Gunung Bantheng. Kejadian ini
dialami berkali-kali. Kemudian Lama-lama
tempat jatuhnya cahaya di Gunung Bantheng
ini ditandainya dengan tanda dari kayu.
Kejadian ini kemudian diceritakannya kepada
Sri Sultan Hamengkubuwono IV sekalian
memohon izin untuk menggali dasar dari
patok makam, siapa tahu diketemukan
benda-benda yang aneh. Setelah disetujui,
dilakukanlah penggalian. Pada saat itu
ditemukan obyek berupa empat buah batu
hitam yang berjejeran, dua di utara dan dua
di selatan. Seperti makam yang
berdampingan tetapi tanpa nisan yang
membedakannya.
Di dekatnya ditemukan sebuah lempengan
batu hitam bergambar ilir (semacam kipas
dari anyaman bamboo) dan iyan (semacam
tampah yang juga terbuat dari anyaman
bamboo). Dimana iyan dan ilir adalah alat
untuk mendinginkan nasi, yakni setelah nasi
diler di tampah barulah dikipasi dengan kipas
tadi.
Kejadian atas temuan inipun kemudian
diberitahukan kepada Sri Sultan. Dan dilihat
dari diketemukannya gambar ilir dan iyan, Sri
Sultan pun kemudian menetapkan bahwa
kuburan itu adalah makamnya Syeh Bela
Belu. Sedangkan yang di sebelahnya adalah
makam adiknya Kyai Dami (Gagang) Aking,
yang juga terkenal akan tapa tanpa henti
hingga lupa akan makan dan minum.
Karena kesungguhan Syekh Bela Belu dan
juga Kyai Gagang Aking dalam melakukan
tapa, maka keduanya kemudian bisa
mencapai apa yang dicita-citakan, yaitu
pencerahan.
Kemudian atas perintah Sri Sultan pulalah
makam di Gunung Bantheng ini kemudian
dicungkup kayu jati. Bagian luarnya dilapisi
menggunakan batu hitam dan atasnya
dilangse. Kini, makam dijaga oleh abdi dalem
keraton yang juga adalah penjaga makam
dari Syekh Maulana.
Selain kisah di atas, Syekh Bela Belu serta
adiknya Syekh Dami Aking juga diyakini
sebagai murid dari Sunan Kalijaga, yang
diperintahkan untuk melakukan tapa di
sebuah tempat yang kemudian dikenal
sebagai Pertapaan Lemah Putih, yang
sangat melegenda di daerah Nganjuk, Jawa
Timur.
Senin, 23 Maret 2015
Kisah Memilukan
Posted by Unknown
On 23.22
| No comments
Memilukan, Penyesalan Seorang
Ibu
Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan
seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan
namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku,
memberinya nama Eric. Semakin lama semakin
nampak jelas bahwa anak ini memang agak
terbelakang. Saya berniat memberikannya
kepada orang lain saja untuk dijadikan budak
atau pelayan. Namun Sam mencegah niat buruk
itu.
Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga. Di
tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun
melahirkan kembali seorang anak perempuan
yang cantik mungil. Saya menamainya Angelica.
Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga
Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke
taman hiburan dan membelikannya pakaian anak-
anak yang indah-indah. Namun tidak demikian
halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa
stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya,
namun saya selalu melarangnya dengan dalih
penghematan uang keluarga. Sam selalu
menuruti perkataan saya. Saat usia Angelica 2
tahun Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur
4 tahun kala itu.
Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan
hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya
mengambil tindakan yang akan membuat saya
menyesal seumur hidup. Saya pergi
meninggalkan kampung kelahiran saya beserta
Angelica. Eric yang sedang tertidur lelap saya
tinggalkan begitu saja. Kemudian saya tinggal di
sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual
untuk membayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5
tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak kejadian itu.
Saya telah menikah kembali dengan Brad,
seorang pria dewasa. Usia Pernikahan kami telah
menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat
buruk saya yang semula pemarah, egois, dan
tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadi
lebih sabar dan penyayang. Angelica telah
berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di
asrama putri sekolah perawatan. Tidak ada lagi
yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang
mengingatnya.
Sampai suatu malam. Malam di mana saya
bermimpi tentang seorang anak. Wajahnya agak
tampan namun tampak pucat sekali. Ia melihat
ke arah saya. Sambil tersenyum ia berkata,
“Tante, Tante kenal mama saya? Saya lindu
cekali pada Mommy!”
Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi,
namun saya menahannya, “Tunggu…, sepertinya
saya mengenalmu. Siapa namamu anak manis?”
“Nama saya Elic, Tante.”
“Eric? Eric… Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?”
Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa
bersalah, sesal dan berbagai perasaan aneh
lainnya menerpa diri saya saat itu juga. Tiba-tiba
terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu
seperti sebuah film yang diputar dikepala saya.
Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya
perbuatan saya dulu.Rasanya seperti mau mati
saja saat itu. Ya, saya harus mati…, mati…, mati…
Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya
goreskan ke pergelangan tangan, tiba-tiba
bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya.
Ya Eric, Mommy akan menjemputmu Eric…
Sore itu saya memarkir mobil biru saya di
samping sebuah gubuk, dan Brad dengan
pandangan heran menatap saya dari samping.
“Mary, apa yang sebenarnya terjadi?”
“Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah
saya menceritakan hal yang telah saya lakukan
dulu.” tTpi aku menceritakannya juga dengan
terisak-isak…
Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia
telah memberikan suami yang begitu baik dan
penuh pengertian. Setelah tangis saya reda, saya
keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang.
Mata saya menatap lekat pada gubuk yang
terbentang dua meter dari hadapan saya. Saya
mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya
tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric..Eric…
Saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang
lalu.
Dengan perasaan sedih saya berlari menghampiri
gubuk tersebut dan membuka pintu yang terbuat
dari bambu itu. Gelap sekali… Tidak terlihat
sesuatu apa pun! Perlahan mata saya mulai
terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil
itu.
Namun saya tidak menemukan siapapun juga di
dalamnya. Hanya ada sepotong kain butut
tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil
seraya mengamatinya dengan seksama… Mata
mulai berkaca-kaca, saya mengenali potongan
kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu
dikenakan Eric sehari-harinya…
Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang
sulit dilukiskan, saya pun keluar dari ruangan
itu…. Air mata saya mengalir dengan deras. Saat
itu saya hanya diam saja. Sesaat kemudian saya
dan Brad mulai menaiki mobil untuk
meninggalkan tempat tersebut. Namun, saya
melihat seseorang di belakang mobil kami. Saya
sempat kaget sebab suasana saat itu gelap
sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang
demikian kotor. Ternyata ia seorang wanita tua.
Kembali saya tersentak kaget manakala ia tiba-
tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.
“Heii…! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!”
Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya,
“Ibu, apa ibu kenal dengan seorang anak
bernama Eric yang dulu tinggal di sini?”
Ia menjawab, “Kalau kamu ibunya, kamu sungguh
perempuan terkutuk! Tahukah kamu, 10 tahun
yang lalu sejak kamu meninggalkannya disini,
Eric terus menunggu ibunya dan memanggil,
‘Mommy…, mommy!’ Karena tidak tega, saya
terkadang memberinya makan dan mengajaknya
tinggal bersama saya. Walaupun saya orang
miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung
sampah, namun saya tidak akan meninggalkan
anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric
meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar
menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya
untuk menulis ini untukmu…”
Saya pun membaca tulisan di kertas itu…
“Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali
lagi…? Mommy marah sama Eric, ya? Mom,
biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus
berjanji kalau Mommy tidak akan marah lagi
sama Eric. Bye, Mom…”
Saya menjerit histeris membaca surat itu. “Bu,
tolong katakan… katakan di mana ia sekarang?
Saya berjanji akan meyayanginya sekarang! Saya
tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong
katakan..!!”
Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.
“Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum
nyonya datang, Eric telah meninggal dunia. Ia
meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya
sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi
menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk
ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut
apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan
pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana… Ia
hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari
belakang gubuk ini… Meskipun hujan deras,
dengan kondisinya yang lemah ia terus
bersikeras menunggu Nyonya di sana.”
Saya kemudian pingsan dan tidak ingat apa-apa
lagi.
– kisah nyata dari Irlandia utara
Jika Anda tersentuh dengan cerita di atas, tolong
“share” cerita ini ke teman-teman yang lain agar
mereka juga dapat memetik hikmah yang ada
pada cerita di atas. Semoga dapat bermanfaat
bagi kehidupan kita, terimakasih.
( Sumber : diradja.wordpress.com )
UMROH GRATIS : SUNAN Muria
Posted by Unknown
On 22.59
| No comments
Bahwa Sunan Muria itu adalah wali yang
sakti, kuat fisiknya dapat dibuktikan dengan
letak padepokannya yang terletak di atas
gunung. Menuju ke makam Sunan Muria
pun perlu tenaga ekstra karena berada
diatas bukit yang tinggi.
Bayangkanlah, jika sunan Muria dan
isterinya atau dengan muridnya setiap hari
harus naik turun guna menyebarkan agama
Islam kepada penduduk setempat, atau
berdakwah kepada para nelayan dan pelaut
serta para pedagang. Hal itu tidak dapat
dilakukannya tanpa adanya fisik yang kuat.
Soalnya menunggang kuda tidak mungkin
dapat dilakukan untuk mencapai tempat
tinggal Sunan Muria. Harus dengan jalan
kaki. Itu berarti Sunan Muria memiliki
kesaktian yang tinggi, demikian pula
dengan murid-muridnya.
Bukti bahwa Sunan Muria adalah guru yang
sakti mandraguna dapat ditemukan dalam
kisah perkawinan dengan Dewi Roroyono.
Dewi Roroyono adalah puteri Sunan
Ngerang, yaitu seorang ulama yang
disegani masyarakat karena ketinggian
ilmunya, tempat tinggalnya di Juana.
Demikian saktinya Sunan Ngerang ini
sehingga Sunan Muria dan Sunan Kudus
sampai-sampai berguru kepada beliau.
Pada suatu hari Sunan Ngerang
mengadakan syukuran atas usia Dewi
Roroyono yang genap 20 tahun. Murid-
muridnya diundang semua. Seperti : Sunan
Muria, Sunan Kudus, Adipati Pathak Warak,
Kapa dan Adiknya Gentiri. Tetangga dekat
jua diundang, demikian pula snak kadang
yang dari jauh.
Setelah tamu berkumpul Dewi Roroyono
dan adiknya Dewi Roro Pujiwati keluar
menghidangkan makanan dan minuman.
Keduanya adalah dara-dara yang cantik
jelita. Terutama Dewi Roroyono yang telah
berusia 20 tahun, bagaikan bunga yang
sedang mekar-mekarnya.
Bagi Sunan Kudus dan Sunan Muria yang
sudah berbekal ilmu agama dapat menahan
pandangan matanya sehingga tidak terseret
oleh godaan setan. Tapi seorang murid
Sunan Ngerang yang lain yaitu Adipati
Pathak Warak memandang Dewi Roroyono
dengan mata tidak berkedip melihat
kecantikan gadis itu.
Sewaktu menjadi cantrik atau murid Sunan
Ngerang, yaitu ketika Pthak Warak belum
menjadi seorang Adipati, Roroyono masih
kecil, belum nampak benar kecantikannya
yang mempesona, sekarang gadis itu benar-
benar membuat Adipati Pathak Warak
tergila-gila. Sepasang matanya hampir
melotot memandangi gadis itu terus
menerus.
Karena dibakar api asmara yang
menggelora, Pathak Warak tidak tahan lagi.
Dia menggoda Roroyono dengan ucapan-
ucapan yang tidak pantas. Lebih-lebih
setelah lelaki itu bertindak kurang ajar.
Tentu saja Roroyono merasa malu sekali,
lebih-lebih ketiak lelaki itu berlaku kurang
ajar dengan memegangi bagian-bagian
tubuhnya yang tak pantas disentuh. Si
gadis naik pitam, nampan berisi minuman
yang dibawanya sengaja ditumpahkan ke
pakaian sang adipati.
Pathak Warak menyumpah-nyumpah,
hatinya marah sekali diperlakukan seperti
itu. Apalagi dilihatnya para tamu undangan
menertawakan kekonyolan itu, diapun
semakin malu. Hampir saja Roroyono
ditamparnya kalau tidak ingat bahwa gadis
itu adalah puteri gurunya.
Roroyono masuk kedalam kamarnya, gadis
itu menangis sejadi-jadinya karena
dipermalukan oleh Pathak Warak.
Malam hari tamu-tamu dari dekat sudah
pulang ketempatnya masing-masing. Tamu
dari jauh terpaksa menginap di rumah
Sunan Ngerang, termasuk Pathak Warak
dan Sunan Muria. Namun hingga lewat
tengah malam Pathak Warak belum dapat
memejamkan matanya.
Pathak Warak kemudian bangkit dari
tidurnya. Mengendap-ngendap ke kamar
Roroyono. Gadis itu diserepnya sehingga
tidak sadarkan diri, kemudian melalui
genteng Pathak Warak masuk dan
membawa lari gadis itu melalui jendela.
Dewi Roroyono dibaw alari ke Mandalika,
wilayah Keling atau Kediri.
Setelah Sunan Ngerang mengetahui bahwa
puterinya diculik oleh Pathak Warak, maka
beliau berikrar siapa saja yang berhasil
membawa puterinya kembali ke ngerang
akan dijodohkan dengan puterinya itu dan
bila perempuan akan dijadikan saudara
Dewi Roroyono. Tak ada yang menyatakan
kesanggupannya. Karena semua orang
telah maklum akan kehebatan dan
kekejaman Pathak Warak. Hanya Sunan
Muria yang bersedia memnuhi harapan
Sunan Ngerang.
Saya akan berusaha mengambil Diajeng
Dewi Roroyono dari tangan Pathak Warak,
kata Sunan Muria.
Tetapi ditengah perjalan Sunan Muria
bertemu dengan Kapa dan Gentiri, adik
seperguruan yang lebih dulu pulang
sebelum acara syukuran berakhir. Kedua
orang itu merasa heran melihat Sunan
Muria berlari cepat menuju arah daerah
Keling.
Mengapa kakang tampak tergesa-gesa?
Tanya Kapa. Sunan Muria lalu menceritakan
penculikan Dewi Roroyono yang dilakukan
oleh Pathak Warak.
Kapa dan Gentiri sangat menghormati
Sunan Muria sebagai saudara seperguruan
yang lebih tua. Keduanya lantas
menyatakan diri untuk membantu Sunan
Muria merebut kembali Dewi Roroyono.
Kakang sebaiknya pulang ke Padepokan
Gunung Muria. Murid-murid kakang sangat
membutuhkan bimbingan. Biarlah kami
berusaha merebut diajeng Dewi Roroyono
kembali. Kalau berhasil kakang tetap
berhak mengawininya, kami hanya sekedar
membantu, kata kapa.
Aku masih sanggup untuk merebutnya
sendiri, ujar Sunan Muria.
Itu benar, tapi membimbing orang
memperdalam agama Islam lebih penting,
percayalah pada kami. Kami pasti sanggup
merebutnya kembali, kata kapa ngotot.
Sunan Muria akhirnya meluluskan
permintaan adik seperguruannya itu.
Rasanya tidak enak menolak seseorang
yang hendak berbuat baik. Lagi pula ia
harus menengok para santrinya di
padepokan Gunung Muria.
Untuk merebut Dewi Roroyono dari tangan
Pathak Warak, Kapa dan Gentiri ternyata
minta bantuan seorang Wiku Lodhang Datuk
di pulau Sprapat yang dikenal sebagai tokoh
sakti yang jarang tandingannya. Usaha itu
berhasil. Dewi Roroyono dikembalikan ke
Ngerang.
Hari berikutnya Sunan Muria hendak ke
Ngerang. Ingin mengetahui perkembangan
usaha Kapa dan Gentiri. Ditengah jalan
beliau bertemu dengan Adipati Pathak
Warak.
Hai Pathak Warak berhenti kau, bentak
Sunan Muria.
Pathak Warak yang sedang naik kuda
terpaksa berhenti karena Sunan Muria
menghadang didepannya.
Minggir!! Jangan menghalangi Jalanku,
hardik Pathak Warak.
Boleh, asal kau kembalikan Dewi
Roroyono !
Goblok!! Dewi Roroyono sudah dibawa Kapa
dan Gentiri!! Kini aku hendak mengejar
mereka!! Umpat Pathak Warak.
Untuk apa kau mengejar mereka?
Merebutnya kembali! Jawab Pathak Warak
dengan sengit.
Kalau begitu langkahi dulu mayatku, Dewi
Roroyono telah dijodohkan denganku, ujar
Sunan Muria sambil pasang kuda-kuda.
Tanpa basa basi Pathak Warak melompat
dari punggung kuda. Dia merangkak ke arah
Sunan Muria dengan jurus-jurus cakar
harimau. Tapi dia bukan tandingan putera
Sunan Kalijaga yang memiliki segudang
kesaktian.
Hanya dalam beberapa kali gebrakan,
Pathak Warak telah jatuh atau roboh di
tanah dalam keadaan fatal. Seluruh
kesaktiannya lenyap dan ia menjadi lumpuh,
tak mampu untuk bangkit berdiri apalagi
berjalan.
Sunan Muria kemudian meneruskan
perjalanan ke Juana. Kedatangannya
disambut gembira oleh Sunan Ngerang.
Karena Kapa dan entiri telah bercerita jujur
bahwa mereka sendirilah yang memaksa
mengambil alih tugas Sunan Muria mencari
Dewi Roroyono, maka Sunan Ngerang pada
akhirnya menjodohkan Dewi Roroyono
dengan Sunan Muria. Upacara pernikahan
pun segera dilaksanakan.
Kapa dan Gentiri yang berjasa besar itu
diberi hadiah tanah di desa Buntar. Dengan
hadiah itu keduanya sudah menjadi orang
kaya yang hidupnya serba berkecukupan.
Sedang Sunan Muria memboyong isterinya
ke Padepokan Gunung Muria. Mereka hidup
Bahagia, karena merupakan pasangan yang
ideal.
Tidak demikian halnya dengan Kapa dan
Gentiri. Sewaktu membawa Dewi Roroyono
dari keling ke Ngerang agaknya mereka
terlanjur terpesona oleh kecantikan wanita
jelita itu. Siang malam mereka tidak bisa
tidur. Wajah wanita itu senantiasa
terbayang. Namun karena wanita itu sudah
diperisteri kakak seperguruannya mereka
tak dapat berbuat apa-apa lagi. Hanya
penyesalan yang menghujam didada.
Mengapa mereka dulu terburu-buru
menawarkan jasa baiknya. Betapa enaknya
Sunan Muria, tanpa bersusah payah
sekarang menikmati kebahagiaan bersama
gadis yang mereka dambakan. Inilah
hikmah ajaran agama agar lelaki diharuskan
menahan pandangan matanya dan menjaga
kehotmatan (kemaluan) mereka.
Andaikata Kapa dan Gentiri tidak
memandang terus menerus kearah wajah
dan tubuh Dewi Roroyono yang indah itu
pasti mereka tidak akan terpesona dan
tidak terjerat oleh iblis yang memasang
perangkap pada pandangan mereka.
Kini Kapa dan Gentiri benar-benar telah
dirasuki iblis. Mereka bertekad hendak
merebut Dewi Roroyono dari tangan Sunan
Muria. Mereka telah sepakat untuk
menjadikan wanita itu sebagai isteri
bersama secara bergiliran. Sungguh keji
rencana mereka.
Gentiri berangkat lebih dahulu ke Gunung
Muria. Namun ketika ia hendak
melaksanakan niatnya dipergoki oleh murid
Sunan Muria, terjadilah pertempuran
dahsyat. Apalagi ketika Sunan Muria keluar
menghadapi Gentiri, suasana menjadi
semakin panas. Akhirnya gentiri tewas
menemui ajalnya di puncak Gunung Muria.
Kematian Gentiri cepat tersebar ke
berbagai daerah. Tapi tidak membuat surut
niat Kapa. Kapa cukup cerdik. Dia datang
ke gunung Muria secara diam-diam
dimalam hari. Tak seorangpun yang
mengetahuinya.
Kebetulan pada saat itu Sunan Muria dan
beberapa murid pilihannya sedang
bepergian ke Demak Bintoro. Kapa
menyerep murid-murid Sunan Muria yang
berilmu rendah, yang ditugaskan menjaga
Dewi Roroyono. Kemudian yang dengan
mudahnya Kapa menculik dan membawa
wanita impiannya itu ke pulau sprapat.
Pada saat yang sama, sepulangnya dari
Demak Bintoro. Sunan Muria bermaksud
mengadakan kunjungan kepada Wiku
Lodhang Datuk di pulau Sprapat. Ini
biasanya dilakukannya bersahabat dengan
pemeluk agama lain bukanlah suatu dosa.
Terlebih sang Wiku itu pernah
meneolongnya merebut Dewi Roroyono dari
Pathak Warak.
Seperti ajaran Sunan Kalijaga yang mampu
hidup berdampingan dengan pemeluk
agama lain dalam suatu negeri. Lalu
ditunjukkan akhlak Islam yang mulia dan
agung. Bukannya berdebat tentang
perbedaan agama itu sendiri. Dengan
menerapkan ajaran-ajaran akhlak yang
mulia itu nyatanya banyak pemeluk agama
lain yang pada akhirnya tertarik dan masuk
Islam secara sukarela.
Ternyata, kedatangan Kapa ke pulau
Sparapat itu tidak disambut baik oleh Wiku
Lodhang Datuk.
Memalukan! Benar-benar nista
perbuatanmu itu! Cepat kembalikan isteri
kakang seperguruanmu sendiri itu! Hardik
Wiku Lodhang Datuk dengan marah.
Bapa Guru ini bagaiman, bukakah aku ini
muridmu? Mengapa tidak kau bela? Protes
Kapa.
Sampai matipun aku takkan sudi membela
kebejatan budi pekerti walau pelakunya itu
muridku sendiri !
Perdebatan antara guru dengan murid itu
berlangsung lama. Tanpa mereka sadari
Sunan Muria sudah sampai ditempat itu.
Betapa terkejutnya Sunan Muria melihat
isterinya sedang tergolek ditanah dalam
keadaan terikat kaki dan tangannya.
Sementara Kapa dilihatnya sedang adu
mulut dengan gurunya yaitu Wiku Lodhang
Datuk.
Begitu mengetahui kedatangan Sunan
Muria, Kapa Langsung melancarkan
serangan dengan jurus-jurus maut. Wiku
Lodhang Datuk menjauh, melangkah
menuju Dewi Roroyono untuk
membebaskan belenggu yang dilakukan
Kapa.
Bersamaan dengan selesainya sang Wiku
membuka tali yang mengikat tubuh Dewi
Roroyono. Tiba-tiba terdengar jeritan keras
dari mulut Kapa.
Ternyata serangan dengan pengerahan aji
kesaktian yang dilakukan Kapa berbalik
menghantam dirinya sendiri. Itulah ilmu
yang dimiliki Sunan Muria. Mampu
membalikkan serangan lawan.
Karena Kapa menggunakan aji pamungkas
yaitu puncak kesaktian yang dimilikinya
maka ilmu itu akhirnya merenggut
nyawanya sendiri.
Maafkan saya tuan Wiku….,ujar Sunan
Muria agak menyesal. Tidak mengapa.
Menyesal aku turut memberikan ilmu
kepadanya. Ternyata ilmu itu digunakan
untuk jalan kejahatan, gumam Sang Wiku.
Bagaimanapun Kapa adalah muridnya,
pantaslah kalau dia menguburkannya
secara layak.
Pada akhirnya Dewi Roroyono dan Sunan
Muria kembali ke Padepokan dan hidup
bahagia.
Minggu, 22 Maret 2015
sayid zainal abidin cicit rosululloh
Posted by Unknown
On 08.59
| No comments
Sayyidina Ali Zainal Abidin, Waliyullah
yang Senantiasa Bersujud
Ia adalah cicit Rasulullah SAW yang selamat dari
pembantaian dalam tragedi Karbala. Setelah
dewasa ia menjadi wali yang setiap saat
bersujud kepada Allah SWT.
Setelah dua cucu tersayang Rasulullah SAW,
yaitu Hasan dan Husien, wafat, sementara sisa-
sisa keturunan beliau yang lain terbunuh di
padang Karbala, yang masih hidup ialah Ali
Zainal Abidin, satu-satunya putra Sayyidina
Husien bin Ali bin Abi Thalib. Cicit Rasulullah
SAW ini lahir di Madinah pada 33 H / 613 M.
sementara riwayat lain mengungkapkan ia lahir
pada 38 H / 618 M. ketika pecah Tragedi Karbala
pada abad ke-6 H (abad ke-12 M), ia baru
berusia 11 tahun.
Termasuk generasi tabi`in, Ali Zainal Abidin
banyak meriwayatkan hadits dari ayahnya, Husien
dan pamannya, Hasan, juga dari para Sahabat,
seperti Jabir, Ibnu Abbas, Al-Musawir bin
Makhramah, Abu Hurairah, Shafiyah, Aisyah,
Ummu Kultsum, dan para istri Rasulullah SAW
yang lazin disebut ummahatul mukminin , ibunda
kaum Muslimin.
Ketika ayahandanya, Sayyidina Husien, berjuang
melawan prajurit Khalifah Yazid bin Muawiyah, ia
tengah sakit dan berada di dalam kemah bersama
kaum wanita. Ia menyaksikan dengan mata kepala
sendiri ketika semua anggota keluarganya
berguguran mati syahid sehingga kenangan getir tak
pernah lepas dari benaknya. Ia bahkan menyaksikan
bagaimana ayahandanya dipancung.
Setelah perang usai, sisa anggota keluarga
Sayyidina Husien yang masih hidup ditawan di
Kufah, Irak. Bahkan Ali Zainal Abidin yang ketika
masih berusia 11 tahun, hampir saja dibunuh.
Tetapi nyawanya selamat, berkat kegigihan
Sayyidah Zainab, bibinya, yang memeluknya
dengan erat dan mencegah para prajurit
mendekat. Tak lama kemudia para tawanan
dipindah ke Damaskus, Syria, dipertemukan
dengan Khalifah Yazid bin Muawiyah, tapi
kemudian dibebaskan, bahkan diantar pulang ke
Madinah.
Di Madinah itulah Ali Zainal Abidin tumbuh
dewasa sebagai seorang yang sangat alim, ia
tekun beribadah. Sementara ketinggian ilmu
agamanya menjadikannya sebagai rujukan para
ulama, terutama dalam hal ilmu hadits. Lebih
dari itu ia sangat terkenal sebagai ahli ibadah
yang luar biasa.
Muhammad Al-Baqir, anak lelakinya, bercerita,
“Setiap kali mendapat nikmat Allah SWT, Imam Ali
Zainal Abidin langsung bersujud, setiap kali
membaca ayat Sajadah dalam Al-Qur`an ia selalu
bersujud, setiap kali selesai shalat fardu, ia selalu
bersujud, dan setiap kali berhasil mendamaikan
orang berselisih, ia selalu bersujud. Karena sering
bersujud itulah, tampak bekas sujud dikeningnya,
dan karena itu pula ia disebut As-Sajjad , orang
yang suka bersujud.”
Ali Zainal Abidin benar-benar mewarisi sikap dan
sifat ayahandanya dalam hal keilmuan dan
kezuhudan. “Diantara Bani Hasyim, saya kira
dialah yang paling mulia,” kata Yahya Al-Anshari,
salah seorang ulama terkemuka di masanya.
Kemuliaan itu antara lain, karena ia selalu dalam
keadaan suci, selalu berwudlu, dan tidak pernah
absen menunaikan diyamul lail alias shalat
Tahajud, baik di rumah maupun dalam perjalanan.
Suatu hari, ketika keluar dari masjid, seorang
lelaki mencaci Ali Zainal Abidin. Spontan oranag-
orang di sekitarnya berusaha memukul lelaki
tersebut, tetapi Ali Zainal Abidin mencegahnya.
Lalu katanya, “Apa yang engkau belum ketahui
tentang diriku? Apakah engkau membutuhkan
sesuatu?”
Mendengar ucapan lemah lembut itu, laki-laki
tersebut merasa malu, lalu Ali Zainal Abidin
memberinya uang 1000 dirham. Maka kata lelaki
itu, “Saya bersaksi, engkau benar-benar cicit
Rasulullah SAW.”
Makam Mukasyafah
Hampir setiap malam Ali Zainal Abidin
menggotong sekarung gandum dan membaginya
kepada fakir miskin di Madinah. “Sesungguhnya
sedekah yang disampaikan secara sembunyi-
sembunyi dapat memadamkan murka Allah,”
katanya. Ketika itu, sebagian warga kota
Madinah mendapat nafkah tanpa mengetahui
darimana asal nafkahnya. Dan ketika Ali Zainal
Abidin meninggal, ternyata mereka tidak lagi
mendapat pembagian gandum.
Setiap kali meminjamkan uang atau pakaian, Ali
Zainal Anidin tidak pernah memintanya kembali.
Jika bernazar, tidak makan dan minum, ia tetap
berpuasa sampai dapat memenuhi nazarnya.
Begitu dermawan dan penuh kasih sayang,
bahkan kepada hewan yang dikendarainya pun ia
tidak pernah mencambuknya.
Meskipun tragedi Karbala sangat membekas di
kalbunya, ia selalu berusaha menyadarkan umat
agar bersabar menghadapi kekuasaan yang
represif. Dengan arif ia mendidik dan
memperbaiki nasib umat. Salah satunya dengan
menyusun rangkaian doa berjudul As-Sahifah As-
Sajjadiyah – yang ia maksudkan untuk mengobati
penyakit rohani yang merajalela, sekaligus
memanjatkan permohonan kepada Allah SWT
agar umat terlepas dari situasi yang mengimpit.
Sebagai Waliyullah, ia dinilai sudah mencapai
makam mukasyafah, peringkat tertinggi, yang
mampu menyingkap tabir ketuhanan. Salah satu
karomahnya ialah tentang surat rahasia dari
Khalifah Abdul Malik bin Marwan kepada
panglimanya, Hajjaj bin Yusuf As-Saqafi. Surat itu
antara berbunyi, “Jauhkan aku dari lumuran
darah Bani Abdul Mutha;ib, yang setelah
bergelimang dalam dosa tidak lagi mampu
bertahan kecuali dalam waktu yang tidak lama.”
Pada saat yang bersamaan, Ali Zainal Abidin juga
menulis surat kepada Khalifah Malik bin Marwan,
yang diantaranya berbunyi, “Anda telah menulis
surat kepada Hajjaj mengenai keamanan kami,
semoga Allah memberi balasan yang sebaik-
baiknya kepada anda.” Tentu saja Khalifah Abdul
Malik bin Marwan tercengang membacanya.
Sebab tanggal surat itu sama persis dengan
tangga surat Khalifah kepada Hajjaj.
Dan ternyata saat keberangkatan utusan Ali
Zainal Abidin dari Madinah juga sama dengan
saat keberangkatan utusan Khalifah yang
mengantarkan surat kepada Hajjaj. Karena itu,
Khalifah Abdul Malik pun menyadari, , Allah telah
membuka mata batin Ali Zainal Abidin. Ia lalu
menulis surat dan menyampaikan hadiah kepada
Ali Zainal Abidin.
Cicit Rasulullah ini juga dikenal sebagai pembela
Hak Azasi Manusia. Dalam risalahnya, Risalah Al-
Huquq, antara lain ia menulis, manusia punya hak
dan kewajiban kepada Allah SWT, kepada diri
sendiri, kepada sesama manusia, dan kepada
sesama makhluk Allah. Mengenai hak dan
kewajiban kepada sesama manusia, ia
memperinci hak dan kewajiban rakyat kepada
penguasa dan sebaliknya. Risalah ini tentu
sangat istimewa, karena ditulis pada abad ke 7
Masehi, sebelum lahirnya Dokumen Magna Charta
dalam sejarah Inggris. Lima abad setelah itu,
yang kemudian berkembanag menjadi Deklarasi
Umum Hak Asasi Manusia.
Pada zamannya, pengaruh Sayyidina Ali Zainal
Abidin sangat kuat, begitu besar kharismanaya,
sehingga seorang khalifah pun mengkhawatirkan
tahtanya. Ketika menggantikan ayahnya, Abdul
Malik, sebagai khalifah, Walid sempat khawatir,
jangan-jangan kharisma Ali Zainal Abidin mampu
menggoyang tahtanya.
Pada 95 H / 675 M, Khalifah pun berusaha
mendekati sang Waliyullah melalui seseorang
yang kemudian ternyata meracunnya sehingga Ali
Zainal Abidin meninggal dunia. Untuk kesekian
kalinya anak cucu Rasulullah SAW berduka cita.
Beliau wafat di Madinah pada 18 Muharam 95
H / 875 M. meninggalkan 11 orang putra dan 4
orang putri. Jenazahnya di kebumikan di
pemakaman Baqi` dekat makam sang paman,
Sayyidina Hasan.
Sumber kisah: Al-kisah No.05/27 Feb – 12 Mar
2006
Bolo Manakib : Suralaya
Posted by Unknown
On 08.42
| No comments
KISAH WALI ALLAH YANG
KASYAF
Ada sebuah kisah yang berlaku kepada Syeikh
Abdul Qadir Jailani. Dia didatangi oleh pemuka-
pemuka kota Baghdad untuk diajak bersama
dalam satu majlis ibadah malam secaraberamai-
ramai. Dia menolak tetapi pemuka-pemuka
tersebut berkeras juga mengajak beliau hadir.
Untuk dapat berkat, kata mereka. Akhirnya,
dengan hati yang berat, Syeikh Abdul Qadir
bersetuju untuk hadir.
Pada malam berkenaan, di satu tempat yang
terbuka,beratus-ratus orang hadir dengan
melakukan ibadah masing-masing.Ada yang
bersolat. Ada yang berwirid. Ada yang membaca
Quran. Ada yang bermuzakarah. Ada yang
bertafakur dan sebagainya. Syeikh Abdul Qadir
duduk di satu sudut dan hanya memerhatikan
gelagat orang-orang yang beribadah itu.
Di pertengahan malam, pihak penganjur
menjemput Syeikh Abdul Qadir untuk memberi
tazkirah. Dia cuba mengelak tetapi didesak
berkali-kali oleh pihak penganjur. Untuk dapat
berkat, kata mereka lagi. Akhirnya dengan hati
yang sungguh berat, Syeikh Abdul Qadir
bersetuju.
Tazkirah Syeikh Abdul Qadir ringkas dan pendek
sahaja.Dia berkata:
Tuan-tuan dan para hadirin sekelian. Tuhan
tuan-tuan semua berada di bawah tapak kaki
saya.
Dengan itu, majlis terkejut dan menjadi gempar
dan riuh rendah.Para hadirin terasa terhina dan
tidak puas hati.Bagaimanakah seorang Syeikh
yang dihormati ramai dan terkenal dengan ilmu
dan kewarakannya boleh berkata begitu
terhadap Tuhan mereka. Ini sudah menghina
Tuhan. Mereka tidak sanggup Tuhan mereka
dihina sampai begitu rupa.
Mereka sepakat hendak melaporkan perkara itu
kepada pemerintah. Apabila pemerintah dapat
tahu, diarahnya kadhi untuk menyiasat dan
mengadili Syeikh Abdul Qadir dan jika diadapati
bersalah, hendaklah dihukum pancung.
Pada hari pengadilan yang dibuat di khalayak
ramai,Syeikh Abdul Qadir dibawa untuk
menjawab tuduhan.
Kadhi bertanya, Benarkah pada sekian tempat,
tarikh dan masa sekian, Tuan Syeikh ada
berkata di khalayak ramai bahawa tuhan mereka
ada di bawah tapak kaki Tuan Syeikh?
Dengan tenang Syeikh Abdul Qadir menjawab,
Benar, saya ada kata begitu.
Kadhi bertanya lagi, Apakah sebab Tuan Syeikh
berkata begitu?
Jawab Syeikh Abdul Qadir , Kalau tuan kadhi
mahu tahu, silalah lihat tapak kaki saya.
Maka kadhi pun mengarahkan pegawainya
mengangkat kaki Syeikh Abdul Qadir untuk
dilihat tapak kakinya. Ternyata ada duit satu
dinar yang melekat di tapak kakinya. Kadhi tahu
Syeikh Abdul Qadir seorang yang kasyaf.
Fahamlah kadhi bahawa Syeikh Abdul Qadir
mahu mengajar bahawa semua orang yang
beribadah pada malam yang berkenaan itu
sebenarnya tidak beribadah kerana Tuhan.
Tuhan tidak ada dalam ibadah mereka.
Hakikatnya, mereka tetap bertuhankan dunia
yang duit satu dinar itu menjadi lambang dan
simbolnya.
Kalau di zaman Syeikh Abdul Qadir Jailani pun
manusia sudah hilang Tuhan dalam ibadah
mereka, apatah lagi di zaman ini. Itu dalam
ibadah. Kalau dalam hidup seharian, sudah tentu
Tuhan tidak langsung diambil kira.
Sabtu, 21 Maret 2015
KH.MUBASYIR MUNDZIR kediri
Posted by Unknown
On 07.35
| No comments
KH.MUBASSYIR MUNZIR
Kediri, suatu kawasan
di wilayah Propinsi Jawa Timur,telah lama
dikenal sebagai salah satu tempat
penggemblengan dan penggodogan, kawah
candradimuka, pencetak kader-kader handal
dalam bidang keilmuan agama Islam. Hal ini
tidak terlepas dari banyaknya Pesantren yang
tersebar di daerah ini, baik di wilayah Kota
maupun Kabupaten, di kota, dan terlebih lagi di
kawasan pedesaannya.
Sebutlah di antaranyaPesantren Hidayatul
Mubtadi-ien, atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Pesantren Lirboyo, Pesantren Al-Falah
Ploso, Pesantren Al-Ihsan Jampes dan lain
sebagainya. Pesantren-Pesantren tersebut
umumnya memiliki kekhususan (dalam hal
pengajaran dan pengamalan) dalam bidang-
bidang tertentu, walaupun akhirnya sama-sama
bermuara pada pendalaman Ilmu-ilmu Agama
Islam.
Sementara itu, di sebelah barat alun-alun kota
Kediri, setelah menyeberangi Kali Brantas,
terdapat suatu kawasan yang kental dengan
nuansa Islami.Kawasan itu dikenal dengan nama
Bandarkidul. Di wilayah Bandarkidul ini,terdapat
sediitnya lima Pesanrtren yang berafiliasi pada
RMI (Rabithatul Ma’ahid Al-Islamiyyah), suatu
organisasi/Asosiasi Perhimpunan Pesantren di
bawah naungan NU (Nahdlatul Ulama). Salah
satu diantara lima Pesantren itu adalah Pondok
Pesantren Tahfidhul Qur-an Ma’unah Sari.
Sesuai dengan nama yang
disandangnya,Pesantren ini adalah merupakan
suatu Lembaga Pendidikan yang menyediakan
program menghafalkan al-Qur-an (bil-Ghaib),
disamping juga tersedia program pengajian Al-
Qur-an Bin-Nadhar (tidak menghafal). Pesantren
ini diharapkan mampu menelorkan alumnus-
alumnus yang merupakan generasi-generasi
penghafal Al-Qur-an,yang berjiwa dan berakhlaq
Qur-any. Atau dengan kata lain, insan hafidh al-
Qur-an, lafdhan wa ma’nan wa ‘amalan.
Sanad / Silsilah Alqur-an-nyapun muttashil
kepada Nabi Muhammad SAW. Dari berbagai
sumber informasi yang ada, Pesantren ini
didirikan pada tahun 1967 oleh KH.M.Mubassyir
Mundzir, seorang ulama kharismatik dan terkenal
pada masa itu. Pada awal berdirinya, Pesantren
ini lebih mengkhususkan diri pada bidang
Tashawwuf, terutama peng-’Istiqomah’-an sholat
berjamaah dan wirid/dzikir. Hal ini berjalan
kurang lebih selama lima tahun. Pesantren
inipun pada saat itu hanya menerima santri
Putra.
Barulah, pada tahun 1973, setelah beliau
menikah, Pesantren ini menerima santri puteri.
Dan mulai pada tahun itu pula, Pesantren ini
mulai membuka Program Pengajian Al-qur-an
Bil-Ghoib (hafalan). Hal ini adalah karena isteri
beliau,ibu Nyai Hj.Zuhriyyah adalah merupakan
seorang Hafidhah(penghafal) Al-Qur-an.Lebih
dari itu, beliau juga merupakan puteri dari Ulama
terkenal, KH.Munawwir Krapyak Jogjakarta,yang
selain seorang Hafidh, juga termasyhur sebagai
Perintis Pesantren Tahfidh al-Qur-an di
Indonesia, seorang kampiun dalam bidang Ilmu-
Ilmu Al-Qur-an dan seorang ahli Qira-ah Sab’ah.
Seiring dengan berjalannya sang waktu,
Pesantren Ma’unah Sari pun terus berkembang,
baik dari segi jumlah santri, program pengajian,
dan juga lingkungan pendidikan yang semakin
representatif.Namun begitu,khusus untuk
Pengajian Al-Qur-an bil-Ghaib, masih terbatas
pada kalangan Santri Putri, dibawah asuhan Ibu
Nyai Hj. Zuhriyyah Mundzir. Pada tahun
1989,muassis (pendiri) Pesantren, KH. M.
Mubasyir Mundzir wafat.
Dengan iringan tangis pilu para santri dan
khalayak masyarakat yang merasa sangat
kehilangan, beliau dimakamkan di belakang
masjid Pesantren Ma’unah Sari.Sebelum wafat,
karena beliau tidak dikaruniai putera, beliau
telah memberikan wasiat yang berkaitan dengan
regenerasi Pengasuh Pesantren. Dan sesuai
dengan wasiat beliau, yang disaksikan oleh
Ulama-ulama sepuh, tongkat estafet Pengasuh
diamanatkan kepada K. R. Abdul Hamid Abdul
Qadir yang saat itu dikenal dengan sebutan Gus
Hamid. Beliau adalah putera dari KHR.Abdul
Qadir Munawwir, Krapyak, kakak dari Ibu Nyai
Hj.Zuhriyyah.
Dengan kata lain, K. R.Abdul Hamid adalah
keponakan Ibu Nyai Hj.Zuhriyyah Mundzir. Dan
dengan demikian,tercapailah cita-cita dari
Pendiri,yang menginginkan Pesantren yang
didirikannya kelak tumbuh dan berkembang
menjadi tempat bagi para santri yang ingin
menghafal Al-Qur-an. Hal ini adalah karena Kyai
Abdul Hamid juga merupakan seorang penghafal
Al-Qur-an (Hafidh) dan menguasai pula Qira-ah
Sab’ah. Selanjutnya,dibawah asuhan dan
bimbingan Kyai Abdul Hamid bersama Ibu Nyai
Hj.Zuhriyyah, Pondok Pesantren Tahfidhul Qur-
an Ma’unah Sari-pun semakin tumbuh dan
berkembang. Latar belakang dan asal para
santri juga terdiri dari berbagai lapisan
masyarakat, dan berasal dari berbagai pelosok
Nusantara, termasuk Papua (Irian Jaya),
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Sumatera, dan
lebih-lebih dari Pulau Jawa. Mulai saat itu pula,
dibuka Program Pengajian Al-Qur-an bil-Ghaib
untuk santri Putera.
Diantara para santri ini,banyak pula diantara
mereka yang merupakan alumnus Pesantren-
Pesantren kenamaan,seperti Pesantren Lirboyo
dan Ploso, keduanya di Kediri , Pesantren
Tegalrejo Magelang, Pesantren Langitan Tuban,
dan lain sebagainya. Dengan berkumpulnya para
alumnus Pesantren-pesantren tersebut,tidaklah
mengherankan apabila selain mengikuti
kegiatan-kegiatan wajib, terutama menghafal al-
Qur-an, kerapkali terjadi diskusi-diskusi ala
Bahtsul Masa-il, sebagai salah satru wujud
pengembangan dari Ilmu-ilmu yang mereka
peroleh di Pesantren mereka sebelumnya.
Namun begitu, bagi mereka yang kebetulan
belum pernah mengenyam pendidikan Pesantren
sama sekali, tidak perlu berkecil hati, karena
dari para alumnus Pesantren tadi, mereka bisa
memperoleh arahan dan bimbingan, melalaui
Madrasah Al-Mundziriyyah di Pesantren ini, yang
mengajarkan pelajaran dasar yang sangat
penting, sebagai bekal kelak di kemudian hari.
Kalaupun masih kurang puas, mereka bisa
mengaji di Pesantren-pesantren sekitar,
termasuk di Pesantren Lirboyo. Selain itu,
diantara para santri juga tidak sedikit yang
merupakan jebolan Perguruan Tinggi, sehingga
mereka bisa menularkan ilmu dan pengalaman
positif kepada rekan-rekan mereka sesama
santri. Hal ini dirasa penting, terutama dalam
kaitannya untuk menata dan mengatur
manajemen organisasi Pesantren, agar lebih
solid dan efisien.
Senin, 16 Maret 2015
ULAMA' KAMTIBMAS POLRES NGANJUK : AYAT 1000 DINAR
Posted by Unknown
On 22.49
| No comments
Ayat 1000 dinar merupakan surah yang terdapat
pada Surah At-Talaaq Ayat 1 dan 2.
Mengenai Faedah dari ayat ini, banyak sudah
ulama mengartikannya, diantara Faedah atau
keutamaan dari Ayat 1000 dinar ini adalah
mendapat rezeki yang tidak disangka bahkan
memperoleh rezeki menurut jalan yang tidak
pernah terfikir, melenyapkan segala bentuk
kesusahan serta dijauhkan daripada keraguan
dan segala kesusahan.
Menurut banyak riwayat, sebab Ayat 1000 dinar
diturunkan Allah adalah karena peristiwa
berkaitan seorang sahabat bernama Auf bin
Malik al-Asyja'i yang mempunyai anak lelaki
ditawan kaum Musyrikin. Beliau mengadukan
masalah itu kepada Rasulullah S.A.W dan
Baginda meminta Auf supaya bersabar sambil
bersabda kepadanya yang bermaksud:
"Sesungguhnya Allah akan memberi jalan keluar
kepadamu."
Ayat 1000 dinar merupakan sebagian dari
ayat kedua dan sebagian dari ayat ketiga
Surah At-Talaq. Banyak orang
menganjurkan supaya mengamalkan ayat
ini untuk memperoleh kejayaan atau
keuntungan.
Tak sedikit pula para pedagang
mempergunakan ayat 1000 dinar ini
sebagian usaha mereka, dengan harapan
agar usahanya bertambah maju. Dan
secara praktiknya penghafalan ayat ini
untuk dibaca di waktu yang sesuai,
misalnya seperti selepas shalat wajib
maupun sunnahnya. Namun memang kita
tidak boleh menjadikannya tindakan yang
kurang tepat. maksudnya ayat 1000 dinar
ini jangan diagung-agungkan, karena yang
paling agung dari segala-galanya yang
ada hanya Sang Maha Pencipta, yakni
Allah SWT.
Bahkan sampai ada ulama yang
menyatakan jika pengamalannya terlalu
berlebihan dan terlalu mengagungkan
ayat itu bisa dianggap sesat dan tidak
betul. Karena inti dari segalanya kembali
pada pangkal segala ibadah yang kita
lakukan harus taqwa dan tawakkal. Tentu
pada Allah SWT semata.
Oleh itu, pendekatan yang betul untuk
mengamalkan ayat 1000 dinar ini ialah
dengan bertaqwa dan bertawakkal.
Kenalah kita pelajari bab bertaqwa dan
bertawakkal.
Berikut daftar hikmah yang bisa dipetik
jika kita terapkan dengan tujuan takwa
dan tawakal:
1. Memperoleh kemurahan rezeki yang
tidak disangka-sangka.
2. Mendapat jalan keluar dari segala
masalah dan kesulitan.
3. Mendapat perlindungan dari segala
musibah dan bala bencana seperti
peperangan, kezaliman dan bencana alam.
4. Jika berperang Insya’Allah tidak akan
cedera atau binasa kecuali telah sampai
ajal.
5. Allah akan menunaikan segala hajat
dan memberi kemudahan dalam setiap
urusan.
Insya Allah apa yang terdaftar dari
hikmah di atas bisa tercipta. Asalkan kita
tidak salah kaprah dalam menanggapinya.
Jumat, 13 Maret 2015
terlilit hutang
Posted by Unknown
On 03.37
| No comments
Diantara doa yang sering dipanjatkan
oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah
sebagai berikut:
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧّﻲ ﺃَﻋُﻮﺫُ ﺑِﻚَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺄﺛَﻢِ ﻭَﺍﻟـﻤَـﻐْــﺮَﻡِ
(Allahumma innii a’uudzu bika minal ma’tsami
wal maghromi)
Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari
perbuatan dosa dan lilitan hutang.”
Ada seorang sahabat bertanya kepada beliau:
“Wahai Rasulullah, mengapa engkau sering
memohon perlindungan (kepada Allah) dari lilitan
hutang (dengan membaca doa di atas)?”
Beliau menjawab:
ﺇﻥ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺇﺫﺍ ﻏﺮﻡ ﺣﺪﺙ ﻓﻜﺬﺏ ﻭﻭﻋﺪ ﻓﺄﺧﻠﻒ
Artinya: “Sesungguhnya apabila seseorang terlilit
hutang, jika dia berbicara, maka (biasanya) dia
berdusta. Dan jika dia berjanji, maka (biasanya)
dia ingkari.” (HR. Al-Bukhari no. 798).
Kamis, 12 Maret 2015
moch. kafa : istigfar
Posted by Unknown
On 19.36
| No comments
- Istighfar dan Taubat
Termasuk sebab yang mendatang kan rizki
adalah istighfar dan taubat, sebagaimana firman
Allah yang mengisahkan tentang Nabi Nuh
Alaihissalam ,
“Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah
ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia
adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan
mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan
mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-
sungai.” (QS. 71:10-12)
Al-Qurthubi mengatakan, “Di dalam ayat ini, dan
juga dalam surat Hud (ayat 52,red) terdapat
petunjuk bahwa istighfar merupakan penyebab
turunnya rizki dan hujan.”
Ada seseorang yang mengadukan kekeringan
kepada al-Hasan al-Bashri, maka beliau berkata,
“Beristighfarlah kepada Allah”, lalu ada orang
lain yang mengadukan kefakirannya, dan beliau
menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Ada
lagi yang mengatakan, “Mohonlah kepada Allah
agar memberikan kepadaku anak!” Maka beliau
menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”.
Kemudian ada yang mengeluhkan kebunnya yang
kering kerontang, beliau pun juga menjawab,
“Beristighfarlah kepada Allah.”
Maka orang-orang pun bertanya, “Banyak orang
berdatangan mengadukan berbagai persoalan,
namun anda memerintahkan mereka semua agar
beristighfar.” Beliau lalu menjawab, “Aku
mengatakan itu bukan dari diriku, sesungguhnya
Allah swt telah berfirman di dalam surat Nuh,
(seperti tersebut diatas, red)
Istighfar yang dimaksudkan adalah istighfar
dengan hati dan lisan lalu berhenti dari segala
dosa, karena orang yang beristighfar dengan
lisannnya saja sementara dosa-dosa masih terus
dia kerjakan dan hati masih senantiasa
menyukainya maka ini merupakan istighfar yang
dusta. Istighfar yang demikian tidak memberikan
faidah dan manfaat sebagaimana yang
diharapkan.
Selasa, 10 Maret 2015
MINTA BERANGKAT HSJI
Posted by Unknown
On 10.35
| No comments
SHOLAWAT AGAR CEPAT NAIK HAJI
Allohumma sholli 'alaa Sayyidinaa Muhammadin
sholaatan tuballighunaa hajja baitikal haroom
(muharrom) wa ziyaarota habiibika Sayyidinaa
Muhammadin 'alaihi afdholush-sholati was-salam
fii shihhatin wa 'aafiyatin wa salaamatin wa
buluughil maroom wa 'alaa aalihi wa shohbihi wa
baarik wa sallim ajma'iin.
Artinya: "Ya Allah, anugerahkan rahmat kepada
junjungan kami Nabi Muhammad, yg dgn
berkahnya Engkau sampaikan kami berhaji ke
rumah-Mu yg dimuliakan dn berziarah ke makam
kekasih-Mu yg jg junjungan kami Nabi Muhammad
(semoga terlimpah baginya sholawat dn salam yg
paling utama), dlm keadaan sehat wal'afiat,
selamat serta tercapai segala cita-cita,
anugerahkn pula kpd segenap keluarga dn sahabat
beliau, beserta keberkahan dn keselamatan."
KETERANGAN:
Bagi yg ingin cepat naik haji bacalah sholawat di
atas secara rutin, baik dlm rangkaian doa sesuai
sholat maupun sbg kanca melek wengi, wiridan
shalat malam. Dan di anjurkan pula merutinkan
baca surah Al-Hajj.
Ijazah dari: KH. A. Baidhowi Syamsuri (pengasuh
ponpes Sirojuth-Tholibin, brabo, grobogan lafal
sholawat yg tercantaum di atas adalah "BAITIKAL
MUHARROM"). sedangkan
Nyai Hj. Shofiyyah Umar (Sesepuh Ponpes Al-
Muayyad solo lafal yg tercantum adalah
"BAITIKAL HAROOM") meski berbeda kata
keduanya bermakna sama.
KH. Muhammad Abdul Haqq (Mursyid Thariqoh
Syadziliyyah dn Sesepuh Ponpes Darussalam,
Muntilan, Magelang) atau Mbah Mad Watuconggol.
Mudah-mudahan bermanfaat, dan silahkan utk di
sebarkan ke masyarakat luas, sebagai amalan
baik kalian..
Selasa, 03 Maret 2015
Habib Husen
Posted by Unknown
On 07.30
| No comments
Monggo BERSHOLAWAT & BERTAWASUL bersama HABIB HUSEN & HABIB HILMI & BOLO MANAQIB KAB.
NGANJUK.....sabtu 7 maret 2015
jam. 18.30 wib di PASUJUDAN
AGUNG AT-TAQWA barat pasar
gondang. Monggo dpun sebar
und. Meniko mg2 istiqomah ,
mujarrab lan berkah ....al fatihah...
Langganan:
Postingan (Atom)