mbah priok....
BERITAJAKARTA.COM — 24-08-2009 09:00
Menarik mengungkap asal muasal nama tempat
di Jakarta yang hingga kini masih menjadi
misteri. Apalagi belum semua orang mengetahui
latar belakang nama suatu tempat di ibu kota
yang penuh sejarah itu. Siapa yang tak kenal
kawasan Tanjungpriok, Jakarta Utara. Wilayah
paling utara Jakarta ini seperti tak pernah tidur
dengan kesibukan pelabuhannya. Ada satu yang
membekas kenapa kawasan tersebut dinamakan
Tanjungpriok, yaitu keberadaan makam Mbah
Priok di kawasan Terminal Peti Kemas (TPK)
Koja. Warga sekitar juga mempercayai bahwa
nama Tanjungpriok berasal dari alat penanak
nasi atau priok.
Cerita Tanjungpriok sarat dengan perlawanan
masa penjajahan Belanda. Kompeni yang
menguasai hampir seluruh nusantara seperti tak
terbendung dengan perlawanan senjata. Tak
ingin budaya timur yang sopan dan santun
tersapu budaya barat, beberapa ulama mulai
menyiarkan Islam ke seantero nusantara.
Seperti yang dilakukan Habib Hasan bin
Muhammad Al Hadad ulama asal Ulu
Palembang yang sahid ketika akan menyiarkan
Islam ke Batavia.
Menurut Habib Ali, keturunan langsung Mbah
Priok, ulama yang dilahirkan pada tahun 1727
masehi di Ulu Palembang ini memiliki nama asli
Al Imam Al`Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan
bin Muhammad Al Haddad RA. Sejak kecil
Habib Hasan memang tekun mempelajari dan
mendalami agama Islam.
Pada tahun 1756, Habib Hasan bin Muhammad
Al Haddad RA bersama Al Arif Billah Al Habib
Ali Al Haddad RA pergi ke pulau Jawa dengan
tujuan menyiarkan agama Islam bersama tiga
orang azami dari Palembang dengan
menggunakan perahu layar.
Perjalanan Habib Hasan bin Muhammad Al
Haddad RA yang memakan waktu dua bulan
mendapat banyak rintangan. Salah satunya,
ketika perahu Habib Hasan berpapasan dengan
armada Belanda yang memiliki artileri lengkap.
Tanpa peringatan, perahu Habib Hasan dihujani
meriam oleh kapal Belanda. Hebatnya, tak
satupun meriam berhasil mengenai perahu yang
ditumpangi Habib Hasan.
Selain kapal Belanda, ternyata perahu yang
ditumpangi Habib Hasan tak luput dari gulungan
ombak. Gelombang dasyat terus menghajar
perahu kecil, sehingga menghanyutkan semua
perbekalan yang dibawa. Begitu ombak reda,
hanya tersisa alat penanak nasi dan beberapa
liter beras yang berserakkan.
Cobaan belum berakhir karena beberapa hari
kemudian ombak besar kembali menggulung
perahu Habib Hasan. Tak kuasa menahan
gelombang besar, akhirnya perahu terbalik dan
menewaskan 3 azami yang menyertai habib. Al
Imam Al Arif Billah Sayyidina Habib Hasan bin
Muhammad Al Haddad dan Al Arif Billah Al
Habib Ali Al Haddad RA selamat. Dengan
kondisi yang lemah dan kepayahan, keduanya
terseret hingga semenanjung yang saat itu
belum bernama.
Ketika ditemukan warga, Habib Hasan bin
Muhammad Al Haddad sudah tewas sedangkan
Muhammad Al Hadad masih hidup. Disamping
keduanya, terdapat priuk dan sebuah dayung.
Akhirnya warga memakamkan jenazah Habib
Hasan tak jauh dari tempatnya ditemukan.
Sebagai tanda, makam Habib diberi nisan
berupa dayung yang menyertainya. Sedangkan
priuk diletakkan di sisi makam.
Lambat laun, dayung yang dijadikan nisan terus
berkembang dan menjadi pohon Tanjung.
Sementara, Priuk yang tadinya berada di sisi
makam terus bergeser ke tengah laut. Bahkan
warga sekitar mempercayai, selama 3-4 tahun
sekali, priuk itu muncul di lautan dengan ukuran
makin membesar sampai sebesar rumah.
Dengan kejadian tersebut, orang sekitar
menamakan daerah tersebut menjadi Tanjung
Priuk dan ada juga sebutan Pondok Dayung
yang artinya dayung pendek.
Sementara itu sewafat Habib Hasan bin
Muhammad Al Haddad, Habib Ali Al Haddad
yang selamat menetap di daerah itu dan
melanjutkan perjalanan sampai ke Pulau
Sumbawa hingga menetap selamanya di pulau
tersebut. Makam Habib Hasan bin Muhammad
Al Haddad yang awalnya berada di Pelabuhan
Tanjungpriok, dipindah ke wilayah pelabuhan
peti kemas Koja Utara oleh Belanda. Saat itu
Belanda ingin membangun pelabuhan, namun
pembangunan selalu gagal karena ada makam
keramat di kawasan tersebut. Setelah makam
dipindah baru pelabuhan bisa dibangun.
Makam Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad
yang wafat pada tahun 1756, kemudian diurus
oleh keluarganya yang sengaja pindah dari Ulu
Palembang. Menurut Habib Ali, salah satu
keturunan Habib Hasan bin Muhammad Al
Haddad, karena bersejarahnya, hingga saat ini
peziarah rajin mengunjungi makam itu dan
mencari ketenangan batin di kawasan tersebut.
Bahkan setiap malam Jumat, peziarah di
makam itu bisa berjumlah ratusan orang.
Sabtu, 15 November 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar