siapakah Syekh Quro itu????
Menurut Babad Tanah Jawa, pesantren pertama di
Jawa Barat adalah pesantren Quro yang terletak di
Tanjung Pura, Karawang. Pesantren ini didirikan
oleh Syekh Hasanuddin, seorang ulama dari
Campa atau yang kini disebut Vietnam, pada tahun
1412 saka atau 1491 Masehi. Karena
pesantrennya yang bernama Quro, Syekh
Hasanuddin belakangan dikenal dengan nama
Syekh Quro. Syekh Quro atau Syekh Hasanuddin
adalah putra Syekh Yusuf Sidik. Awalnya, Syekh
Hasanuddin datang ke Pulau Jawa sebagai
utusan. Ia datang bersama rombongannya dengan
menumpang kapal yang dipimpin Laksamana
Cheng Ho dalam perjalanannya menuju Majapahit.
Dalam pelayarannya, suatu ketika armada Cheng
Ho tiba di daerah Tanjung Pura Karawang.
Sementara rombongan lain meneruskan
perjalanan, Syekh Hasanuddin beserta para
pengiringnya turun di Karawang dan menetap di
kota ini. Di Karawang, Syekh Hasanuddin menikah
dengan gadis setempat yang bernama Ratna
Sondari yang merupakan puteri Ki Gedeng
Karawang. Di tempat inilah, Syekh Hasanuddin
kemudian membuka pesantren yang diberi nama
Pesantren Quro yang khusus mengajarkan
Alquran. Inilah awal Syekh Hasanuddin digelari
Syekh Quro atau syekh yang mengajar Alquran.
Dari sekian banyak santrinya, ada beberapa nama
besar yang ikut pesantrennya. Mereka antara lain
Putri Subang Larang, anak Ki Gedeng Tapa,
penguasa kerajaan Singapura, sebuah kota
pelabuhan di sebelah utara Muarajati Cirebon.
Puteri Subang Larang inilah yang kemudian
menikah dengan Prabu Siliwangi, penguasa
kerajaan Sunda Pajajaran. Kesuksesan Syekh
Hasanuddin menyebarkan ajaran Islam adalah
karena ia menyampaikan ajaran Islam dengan
penuh kedamaian, tanpa paksaan dan kekerasan.
Begitulah caranya mengajarkan Islam kepada
masyarakat yang saat itu berada di bawah
kekuasaan raja Pajajaran yang didominasi ajaran
Hindu. Karena sifatnya yang damai inilah yang
membuat Islam diminati oleh para penduduk
sekitar. Tanpa waktu lama, Islam berkembang
pesat sehingga pada tahun 1416, Syekh
Hasanuddin kemudian mendirikan pesantren
pertama di tempat ini. Ditentang penguasa
Pajajaran Berdirinya pesantren ini menuai reaksi
keras dari para resi. Hal ini tertulis dalam kitab
Sanghyang Sikshakanda Ng Kareksyan. Pesatnya
perkembangan ajaran Islam membuat para resi
ketakutan agama mereka akan ditinggalkan. Berita
tentang aktivitas dakwah Syekh Quro di Tanjung
Pura yang merupakan pelabuhan Karawang
rupanya didengar Prabu Angga Larang. Karena
kekhawatiran yang sama dengan para resi, ia
pernah melarang Syekh Quro untuk berdakwah
ketika sang syekh mengunjungi pelabuhan Muara
Jati di Cirebon. Sebagai langkah antisipasi, Prabu
Angga Larang kemudian mengirimkan utusan
untuk menutup pesantren ini. Utusan ini dipimpin
oleh putera mahkotanya yang bernama Raden
Pamanah Rasa. Namun baru saja tiba ditempat
tujuan, hati Raden Pamahan Rasa terpesona oleh
suara merdu pembacaan ayat-ayat suci Alquran
yang dilantunkan Nyi Subang Larang. Putra
mahkota yang setelah dilantik menjadi Raja
Pajajaran bergelar Prabu Siliwangi itu dengan
segera membatalkan niatnya untuk menutup
pesantren tersebut. Ia justru melamar Nyi Subang
Larang yang cantik. Lamaran tersebut diterima
oleh Nyi Santri dengan syarat maskawinnya
haruslah Bintang Saketi, yaitu simbol "tasbih" yang
ada di Mekah. Pernikahan antara Raden Pamanah
Rasa dengan Nyi Subang Karancang pun
kemudian dilakukan di Pesantren Quro atau yang
saat ini menjadi Masjid Agung Karawang. Syekh
Quro bertindak sebagai penghulunya. Menyebar
santri untuk berdakwah Tentangan pemerintah
kerajaan Pajajaran membuat Syekh Quro
mengurangi intensitas pengajiannya. Ia lebih
memperbanyak aktivitas ibadah seperti shalat
berjamaah. Sementara para santrinya yang
berpengalaman kemudian ia perintahkan untuk
menyebarkan Islam ke berbagai kawasan lain.
Salah satu daerah tujuan mereka adalah Karawang
bagian Selatan seperti Pangkalan lalu ke
Karawang Utara di daerah Pulo Kalapa dan
sekitarnya. Dalam penyebaran ajaran Islam ke
daerah baru, Syekh Quro dan para pengikutnya
menerapkan cara yang unik. Antara lain sebelum
berdakwah menyampaikan ajaran Islam, mereka
terlebih dahulu membangun Masjid. Hal ini
dilakukan Syekh Quro mengacu pada langkah yang
dicontohkan Rasulullah SAW ketika berhijrah dari
Mekkah ke Madinah. Saat itu beliau terlebih
dahulu membangun Masjid Quba. Cara lainnya,
adalah dengan menyampaikan ajaran Islam melalui
pendekatan dakwah bil hikmah. Hal ini mengacu
pada AlQuran surat An Nahl ayat 125, yang
artinya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik."
Sebelum memulai dakwahnya, Syekh Quro juga
telah mempersiapkan kader-kadernya dengan
pemahaman yang baik soal masyarakat setempat.
Ini dilakukan agara penyebaran agamanya berjalan
lancar dan dapat diterima oleh masyarakat. Hal
inilah yang melatarbelakangi kesuksesan dakwah
Syekh Quro yang sangat memperhatikan situasi
kondisi masyarakat serta sangat menghormati
adat istiadat penduduk yang didatanginya. Selama
sisa hidup hingga akhirnya meninggal dunia, Syekh
Quro bermukim di Karawang. Ia dimakamkan di
Desa Pulo Kalapa, Kecamatan Lemah Abang,
Karawang. Tiap malam Sabtu, makam ini dihadiri
ribuan peziarah yang datang khusus untuk
menghadiri acara Sabtuan untuk mendoakan
Syekh Quro. Belakangan masjid yang dibangun
oleh Syekh Quro di pesantrennya, kemudian
direnovasi. Namun bentuk asli masjid -- berbentuk
joglo beratap dua limasan, menyerupai Masjid
Agung Demak dan Cirebon -- tetap dipertahankan.
Minggu, 30 November 2014
USTAD SONHAJI semanding rejoso ; MAKAM ALAS PURWO
Posted by Unknown
On 14.45
| No comments
ADA MAKAM SEPANJANG 7M DI
ALAS PURWO BANYUWANGI
Panjang makam tentu menyesuaikan tinggi
badan (panjang) jasad penghuninya. Nah, di
tepian hutan Taman Nasional Alas Purwo
(TNAP), Desa Kalipahit Kecamatan Tegaldelimo,
Banyuwangi, ada makam unik yang memiliki
panjang sekitar 7 meter.
Komplek makam unik ini berdiri di atas lahan
seluas seperempat hektar. Banyak orang
menyebut makam itu sebagai makam Eyang
Suryo Bujo Negoro alias Mbah Dowo. Eyang
Suryo konon seorang misionaris agama Islam
sebelum masa para Wali Songo.
"Beliau siar Islam di kawasan sini, sebelum Wali
Songo," kisah Juru Kunci Makam Mbah Dowo,
Asmat (50).
Asal usul Eyang Suryo Bujo Negoro sendiri tidak
diketahui secara pasti. Dibatu nisan juga tidak
tertulis tanggal atau tahun kapan Mbah Dowo
wafat. Konon peziarah dapat mengetahui
sejarah Mbah Dowo dengan cara kontak batin.
"Harus dipanggil secara spritual dulu," tambah
Asmat.
Panjang makam yang tak lazim tersebut
mengundang rasa penasaran. Benarkah Mbah
Dowo semasa hidupnya setinggi 7 meter? Atau
jangan-jangan makam tersebut hanya sebuah
simbol saja? Atau ada alasan logis lainnya?
Asmat saat ditanya mengaku tidak tahu secara
pasti. Dia menjelaskan, saat ditemukan
bentuknya memang menyerupai makam lengkap
dengan batu nisan terbuat dari batu. Di bagian
kaki tumbuh pohon jarak setinggi 3 meter.
Pria berkulit gelap itu menduga, makam tersebut
mungkin sebuah petilasan (tempat singgah
tokoh zaman dulu). Namun ada pula yang
percaya itu memang makam sungguhan.
Seiring berjalannya waktu, makam Mbah Dowo
mengalami pemugaran. Karena dari hari ke hari
makam misterius tersebut ramai dikunjungi
peziarah. Uniknya lagi, peziarah yang datang
bukan hanya dari umat Islam. Melainkan umat
Hindu juga.
"Yang paling ramai hari Kamis Manis atau bulan
Suro," urai Pria asal Desa Genteng Kulon,
Kecamatan Genteng, Banyuwangi ini.
Peziarah yang datang biasanya hanya berdoa di
makam. Atau lelaku ritual dengan cara
mengambil air dari sumur dan diwadahi di botol
atau gelas. Air tersebut biasanya dibawa pulang
peziarah karena dipercaya mujarab bagi
ketenangan jiwa.
Sejauh ini juru kunci makam Mbah Dowo
beberapa kali bongkar pasang. Sebelum Asmat,
ada beberapa juru kunci yang pernah mengabdi.
Namun mereka sudah "purna tugas" atau minta
digantikan karena tidak kuat tinggal di hutan.
"Saya hampir 4 tahun mengabdi," bangganya.
Saat ini di Timur makam berdiri balai cukup luas
dan tinggi. Balai ini berfungsi sebagai tempat
istirahat peziarah. Persis di Timurnya lagi berdiri
rumah bilik bambu yang dihuni oleh Asmat, juru
kunci makam Mbah Dowo.
Selain itu komplek makam Mbah Dowo juga
sudah dilengkapi dua kamar mandi untuk MCK.
Namun lokasi wisata spritual tersebut belum
dilengkapi aliran listrik. Hanya lampu minyak
yang menjadi satu-satunya penerangan di
malam hari.
Detik.com
Minggu, 16 November 2014
PASAR GONDANG : KEMENYAN DAN DUPA
Posted by Unknown
On 11.54
| No comments
Sekilas Tentang Kemenyan
Berabad-abad lampau, kemenyan yang berasal
dari kayu gaharu atau getah pohon damar
merupakan komoditas mahal dan paling
bergengsi dalam lingkup perdagangan di Jalur
Sutra (Silk Road). Di jalur perdagangan yang
membentang dari Cina sampai ujung Turki itu,
kemenyan bahkan bisa jadi lebih mahal dari
emas dan intan permata.
Para pedagang memburu kemenyan karena
permintaan yang tinggi dari para raja, orang kaya,
dan para pemuka agama. Tujuannya memang
sangat beragam. Di Mesir, bangsa Mesir Kuno
memanfaatkan kemenyan yang di impor dari
Yaman sebagai salah satu bahan dalam
membuat mumi. Di Yerusalem, orang-orang Israel
membakar kemenyan di depan Bait Allah dalam
wadah ukupan untuk wewangian penghantar doa-
doa. Di Arabia dan Syam, kemenyan ditempatkan
dalam wadah-wadah cantik untuk mengharumkan
ruang-ruang istana dan rumah-rumah. Dan di Asia
Selatan dan Asia Timur, kemenyan dibakar dalam
kuil-kuil sebagai sarana peribadatan.
Oleh karena itu, kemenyan bukan merupakan
benda mistik milik agama atau untuk upacara-
upacara tertentu.
Saat
ini,
kemenyan
sangat
bervariasi,
mulai
dari
yang
bentuknya
seperti
cengkeh
yang
lengket
buatan Uni Emirat Arab, Arab Saudi dan negeri-
negeri Teluk lainnya. Dan disebut Al-Bukhuor,
sedangkan tempatnya disebut Al-Mubakhar. Ada
juga yang bentuknya seperti serbuk yang dibakar
meng gunakan bara, hingga kemenyan yang
berbentuk stik seperti hio/dupa yang biasanya
dibakar di klenteng-klenteng. Kemenyan
berbentuk stik ini sekarang sangat banyak,
karena memang praktis dalam penggunaannya,
hanya tinggal dibakar dan ditancapkan.
Pring Petuk
Posted by Unknown
On 11.27
| No comments
Kepopuleran Bambu Petuk sebagai sarana
spiritual pemanggil rezeki dan keberuntungan
tentu tidak terlepas dari manfaat-manfaat yang
dimilikinya. Berdasarkan pengalaman pribadi
kami dan pengakuan dari para pengguna Bambu
Petuk sebelum Anda, berikut ini merupakan
manfaat-manfaat yang dapat diperoleh setelah
memiliki Bambu Petuk:
Manfaat pelarisan:
Memudahkan penjualan barang dagangan
Memudahkan penjualan jasa
Meramaikan toko/tempat usaha
Menarik kedatangan pembeli
Menggerakkan pembeli untuk datang lagi
Mengikat kesetiaan pelanggan
Menghindari kerugian dalam berusaha
Mempercepat kembalinya modal
Melindungi tempat usaha dari tindak pengutilan,
pencurian, perampokan dan penjarahan
Manfaat keberuntungan:
Dimudahkan dalam segala hajat
Selalu mendapat pertolongan disaat
membutuhkan
Memudahkan terwujudnya cita-cita/keinginan
Dijauhkan dari kesialan
Dijauhkan dari bencana
Menetralisir energi negatif yang menyebabkan
nasib buruk
Mendapatkan jalan keluar/pemecahan ketika
berhadapan dengan suatu masalah
Terhindar dari segala kesulitan hidup
Dikasihi oleh orang-orang di sekeliling Anda
Manfaat kerezekian:
Mengundang kekayaan tanpa batas
Mendatangkan rezeki yang halal dan berlimpah
Mendatangkan rezeki dari sumber yang tidak
disangka-sangka
Memperlancar aliran rezeki
Melipatgandakan penghasilan
Dicukupkan dalam segala kebutuhan
Mendapatkan kemudahan untuk melunasi hutang
Mendapatkan kemudahan dalam penagihan
hutang
Terhindar dari tindak kejahatan pencopetan,
pencurian dan perampokan harta benda
Manfaat kejayaan/kesuksesan:
Dimudahkan dalam usaha meraih suatu posisi/
jabatan
Mendapatkan kesuksesan di segala bidang
Mempertahankan jabatan
Dihormati dan disegani oleh rekan-rekan
seprofesi, karyawan/anak buah yang dipimpin
serta masyarakat luas pada umumnya
Mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari
semua kalangan
Dimudahkan dalam mengemban dan menjalankan
amanat yang diterima
Terhindar dari fitnah yang bertujuan menjatuhkan
atau merusak nama baik
Manfaat-manfaat lain:
Menangkal dan menetralisir segala macam
serangan gaib, termasuk santet, pelet, teluh dan
guna-guna
Posted by Unknown
On 11.25
| No comments
Kepopuleran Bambu Petuk sebagai sarana
spiritual pemanggil rezeki dan keberuntungan
tentu tidak terlepas dari manfaat-manfaat yang
dimilikinya. Berdasarkan pengalaman pribadi
kami dan pengakuan dari para pengguna Bambu
Petuk sebelum Anda, berikut ini merupakan
manfaat-manfaat yang dapat diperoleh setelah
memiliki Bambu Petuk:
Manfaat pelarisan:
Memudahkan penjualan barang dagangan
Memudahkan penjualan jasa
Meramaikan toko/tempat usaha
Menarik kedatangan pembeli
Menggerakkan pembeli untuk datang lagi
Mengikat kesetiaan pelanggan
Menghindari kerugian dalam berusaha
Mempercepat kembalinya modal
Melindungi tempat usaha dari tindak pengutilan,
pencurian, perampokan dan penjarahan
Manfaat keberuntungan:
Dimudahkan dalam segala hajat
Selalu mendapat pertolongan disaat
membutuhkan
Memudahkan terwujudnya cita-cita/keinginan
Dijauhkan dari kesialan
Dijauhkan dari bencana
Menetralisir energi negatif yang menyebabkan
nasib buruk
Mendapatkan jalan keluar/pemecahan ketika
berhadapan dengan suatu masalah
Terhindar dari segala kesulitan hidup
Dikasihi oleh orang-orang di sekeliling Anda
Manfaat kerezekian:
Mengundang kekayaan tanpa batas
Mendatangkan rezeki yang halal dan berlimpah
Mendatangkan rezeki dari sumber yang tidak
disangka-sangka
Memperlancar aliran rezeki
Melipatgandakan penghasilan
Dicukupkan dalam segala kebutuhan
Mendapatkan kemudahan untuk melunasi hutang
Mendapatkan kemudahan dalam penagihan
hutang
Terhindar dari tindak kejahatan pencopetan,
pencurian dan perampokan harta benda
Manfaat kejayaan/kesuksesan:
Dimudahkan dalam usaha meraih suatu posisi/
jabatan
Mendapatkan kesuksesan di segala bidang
Mempertahankan jabatan
Dihormati dan disegani oleh rekan-rekan
seprofesi, karyawan/anak buah yang dipimpin
serta masyarakat luas pada umumnya
Mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari
semua kalangan
Dimudahkan dalam mengemban dan menjalankan
amanat yang diterima
Terhindar dari fitnah yang bertujuan menjatuhkan
atau merusak nama baik
Manfaat-manfaat lain:
Menangkal dan menetralisir segala macam
serangan gaib, termasuk santet, pelet, teluh dan
guna-guna
Sabtu, 15 November 2014
PO.AAM TRANS TRENGGALEK : MBAH PRIOK
Posted by Unknown
On 01.51
| No comments
mbah priok....
BERITAJAKARTA.COM — 24-08-2009 09:00
Menarik mengungkap asal muasal nama tempat
di Jakarta yang hingga kini masih menjadi
misteri. Apalagi belum semua orang mengetahui
latar belakang nama suatu tempat di ibu kota
yang penuh sejarah itu. Siapa yang tak kenal
kawasan Tanjungpriok, Jakarta Utara. Wilayah
paling utara Jakarta ini seperti tak pernah tidur
dengan kesibukan pelabuhannya. Ada satu yang
membekas kenapa kawasan tersebut dinamakan
Tanjungpriok, yaitu keberadaan makam Mbah
Priok di kawasan Terminal Peti Kemas (TPK)
Koja. Warga sekitar juga mempercayai bahwa
nama Tanjungpriok berasal dari alat penanak
nasi atau priok.
Cerita Tanjungpriok sarat dengan perlawanan
masa penjajahan Belanda. Kompeni yang
menguasai hampir seluruh nusantara seperti tak
terbendung dengan perlawanan senjata. Tak
ingin budaya timur yang sopan dan santun
tersapu budaya barat, beberapa ulama mulai
menyiarkan Islam ke seantero nusantara.
Seperti yang dilakukan Habib Hasan bin
Muhammad Al Hadad ulama asal Ulu
Palembang yang sahid ketika akan menyiarkan
Islam ke Batavia.
Menurut Habib Ali, keturunan langsung Mbah
Priok, ulama yang dilahirkan pada tahun 1727
masehi di Ulu Palembang ini memiliki nama asli
Al Imam Al`Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan
bin Muhammad Al Haddad RA. Sejak kecil
Habib Hasan memang tekun mempelajari dan
mendalami agama Islam.
Pada tahun 1756, Habib Hasan bin Muhammad
Al Haddad RA bersama Al Arif Billah Al Habib
Ali Al Haddad RA pergi ke pulau Jawa dengan
tujuan menyiarkan agama Islam bersama tiga
orang azami dari Palembang dengan
menggunakan perahu layar.
Perjalanan Habib Hasan bin Muhammad Al
Haddad RA yang memakan waktu dua bulan
mendapat banyak rintangan. Salah satunya,
ketika perahu Habib Hasan berpapasan dengan
armada Belanda yang memiliki artileri lengkap.
Tanpa peringatan, perahu Habib Hasan dihujani
meriam oleh kapal Belanda. Hebatnya, tak
satupun meriam berhasil mengenai perahu yang
ditumpangi Habib Hasan.
Selain kapal Belanda, ternyata perahu yang
ditumpangi Habib Hasan tak luput dari gulungan
ombak. Gelombang dasyat terus menghajar
perahu kecil, sehingga menghanyutkan semua
perbekalan yang dibawa. Begitu ombak reda,
hanya tersisa alat penanak nasi dan beberapa
liter beras yang berserakkan.
Cobaan belum berakhir karena beberapa hari
kemudian ombak besar kembali menggulung
perahu Habib Hasan. Tak kuasa menahan
gelombang besar, akhirnya perahu terbalik dan
menewaskan 3 azami yang menyertai habib. Al
Imam Al Arif Billah Sayyidina Habib Hasan bin
Muhammad Al Haddad dan Al Arif Billah Al
Habib Ali Al Haddad RA selamat. Dengan
kondisi yang lemah dan kepayahan, keduanya
terseret hingga semenanjung yang saat itu
belum bernama.
Ketika ditemukan warga, Habib Hasan bin
Muhammad Al Haddad sudah tewas sedangkan
Muhammad Al Hadad masih hidup. Disamping
keduanya, terdapat priuk dan sebuah dayung.
Akhirnya warga memakamkan jenazah Habib
Hasan tak jauh dari tempatnya ditemukan.
Sebagai tanda, makam Habib diberi nisan
berupa dayung yang menyertainya. Sedangkan
priuk diletakkan di sisi makam.
Lambat laun, dayung yang dijadikan nisan terus
berkembang dan menjadi pohon Tanjung.
Sementara, Priuk yang tadinya berada di sisi
makam terus bergeser ke tengah laut. Bahkan
warga sekitar mempercayai, selama 3-4 tahun
sekali, priuk itu muncul di lautan dengan ukuran
makin membesar sampai sebesar rumah.
Dengan kejadian tersebut, orang sekitar
menamakan daerah tersebut menjadi Tanjung
Priuk dan ada juga sebutan Pondok Dayung
yang artinya dayung pendek.
Sementara itu sewafat Habib Hasan bin
Muhammad Al Haddad, Habib Ali Al Haddad
yang selamat menetap di daerah itu dan
melanjutkan perjalanan sampai ke Pulau
Sumbawa hingga menetap selamanya di pulau
tersebut. Makam Habib Hasan bin Muhammad
Al Haddad yang awalnya berada di Pelabuhan
Tanjungpriok, dipindah ke wilayah pelabuhan
peti kemas Koja Utara oleh Belanda. Saat itu
Belanda ingin membangun pelabuhan, namun
pembangunan selalu gagal karena ada makam
keramat di kawasan tersebut. Setelah makam
dipindah baru pelabuhan bisa dibangun.
Makam Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad
yang wafat pada tahun 1756, kemudian diurus
oleh keluarganya yang sengaja pindah dari Ulu
Palembang. Menurut Habib Ali, salah satu
keturunan Habib Hasan bin Muhammad Al
Haddad, karena bersejarahnya, hingga saat ini
peziarah rajin mengunjungi makam itu dan
mencari ketenangan batin di kawasan tersebut.
Bahkan setiap malam Jumat, peziarah di
makam itu bisa berjumlah ratusan orang.
Jumat, 14 November 2014
kec. Padas Ngawi
Posted by Unknown
On 07.46
| No comments
BISMILLAH Ngimami Ziarah wali jateng jabar
rombongan Padas Ngawi.....mg2 berkah al
fatihah.... 14 - 17 Nov 2014
Rabu, 12 November 2014
Kecamatan Kalitidu Bojonegoro : SYEIKH Malik
Posted by Unknown
On 20.48
| No comments
SYEKH ABDUL MALIK/ MBAH
MALIK
Beliau adalah sosok ulama yang cukup di
segani di kebumen propinsi jawa tengah,
Syaikh Abdul Malik semasa hidupnya
memegang dua thariqah besar (sebagai
mursyid) yaitu: Thariqah An-
Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dan
Thariqah Asy-Syadziliyah. Sanad thariqah
An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah telah ia
peroleh secara langsung dari ayah beliau
yakni Syaikh Muhammad Ilyas,
sedangkan sanad Thariqah Asy-
Sadziliyah diperolehnya dari As-Sayyid
Ahmad An-Nahrawi Al-Makki (Mekkah).
Dalam hidupnya, Syaikh Abdul Malik
memiliki dua amalan wirid utama dan
sangat besar, yaitu membaca Al-Qur’an
dan Shalawat. Beliau tak kurang
membaca shalwat sebanyak 16.000 kali
dalam setiap harinya dan sekali
menghatamkan Al-Qur’an. Adapun
shalawat yang diamalkan adalah
shalawat Nabi Khidir AS atau lebih sering
disebut shalawat rahmat, yakni
“Shallallah ‘ala Muhammad.” Dan itu
adalah shalawat yang sering beliau
ijazahkan kepada para tamu dan murid
beliau. Adapun shalawat-shalawat yang
lain, seperti shalawat Al-Fatih, Al-Anwar
dan lain-lain.
Beliau juga dikenal sebagai ulama yang
mempunyai kepribadian yang sabar,
zuhud, tawadhu dan sifat-sifat kemuliaan
yang menunjukan ketinggian dari akhlaq
yang melekat pada diri beliau. Sehingga
amat wajarlah bila masyarakat Banyumas
dan sekitarnya sangat mencintai dan
menghormatinya.
Beliau disamping dikenal memiliki
hubungan yang baik dengan para ulama
besar umumnya, Syaikh Abdul Malik
mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan ulama dan habaib yang dianggap
oleh banyak orang telah mencapai derajat
waliyullah, seperti Habib Soleh bin Muhsin
Al-Hamid (Tanggul, Jember), Habib
Ahmad Bilfaqih (Yogyakarta), Habib
Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani,
Probolinggo), KH Hasan Mangli
(Magelang), Habib Hamid bin Yahya
(Sokaraja, Banyumas) dan lain-lain.
Diceritakan, saat Habib Soleh Tanggul
pergi ke Pekalongan untuk menghadiri
sebuah haul. Selesai acara haul, Habib
Soleh berkata kepada para
jamaah,”Apakah kalian tahu, siapakah
gerangan orang yang akan datang
kemari? Dia adalah salah seorang
pembesar kaum ‘arifin di tanah Jawa.”
Tidak lama kemudian datanglah Syaik
Abdul Malik dan jamaah pun terkejut
melihatnya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Habib
Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani,
Kraksaan, Probolinggo) bahwa ketika
Syaikh Abdul Malik berkunjung ke
rumahnya bersama rombongan, Habib
Husein berkata, ”Aku harus di pintu
karena aku mau menyambut salah satu
pembesar Wali Allah.”
Asy-Syaikh Abdul Malik lahir di Kedung
Paruk, Purwokerto, pada hari Jum’at 3
Rajab 1294 H (1881). Nama kecilnya
adalah Muhammad Ash’ad sedang nama
Abdul Malik diperoleh dari ayahnya, KH
Muhammad Ilyas ketika ia menunaikan
ibadah haji bersamanya. Sejak kecil Asy-
Syaikh Abdul Malik telah memperoleh
pengasuhan dan pendidikan secara
langsung dari kedua orang tuanya dan
saudara-saudaranya yang ada di
Sokaraja, Banyumas terutama dengan KH
Muhammad Affandi.
Setelah belajar Al-Qur’an dengan
ayahnya, Asy-Syaikh kemudian
mendalami kembali Al-Qur’an kepada KH
Abu Bakar bin H Yahya Ngasinan
(Kebasen, Banyumas). Pada tahun 1312
H, ketika Syaikh Abdul Malik sudah
menginjak usia dewasa, oleh sang ayah,
ia dikirim ke Mekkah untuk menimba ilmu
agama. Di sana ia mempelajari berbagai
disiplin ilmu agama diantaranya ilmu Al-
Qur’an, tafsir, Ulumul Qur’an, Hadits,
Fiqh, Tasawuf dan lain-lain. Asy-Syaikh
belajar di Tanah suci dalam waktu yang
cukup lama, kurang lebih selama
limabelas tahun.
Dalam ilmu Al-Qur’an, khususnya ilmu
Tafsir dan Ulumul Qur’an, ia berguru
kepada Sayid Umar Asy-Syatha’ dan
Sayid Muhammad Syatha’ (putra penulis
kitab I’anatuth Thalibin hasyiyah Fathul
Mu’in). Dalam ilmu hadits, ia berguru
Sayid Tha bin Yahya Al-Magribi (ulama
Hadramaut yang tinggal di Mekkah),
Sayid Alwi bin Shalih bin Aqil bin Yahya,
Sayid Muhsin Al-Musawwa, Asy-Syaikh
Muhammad Mahfudz bin Abdullah At-
Tirmisi. Dalam bidang ilmu syariah dan
thariqah alawiyah ia berguru pada Habib
Ahmad Fad’aq, Habib Aththas Abu Bakar
Al-Attas, Habib Muhammad bin Idrus Al-
Habsyi (Surabaya), Habib Abdullah bin
Muhsin Al-Attas (Bogor), Kyai Soleh Darat
(Semarang).
Sementara itu, guru-gurunya di Madinah
adalah Sayid Ahmad bin Muhammad
Amin Ridwan, Sayid Abbas bin
Muhammad Amin Raidwan, Sayid Abbas
Al Maliki Al-Hasani (kakek Sayid
Muhammad bin Alwi Al Maliki Al-Hasani),
Sayid Ahmad An-Nahrawi Al Makki, Sayid
Ali Ridha.
Setelah sekian tahun menimba ilmu di
Tanah Suci, sekitar tahun 1327 H, Asy-
Syaikh Abdul Malik pulang ke kampung
halaman untuk berkhidmat kepada
keduaorang tuanya yang saat itu sudah
sepuh (berusia lanjut). Kemudian pada
tahun 1333 H, sang ayah, Asy Syaikh
Muhammad Ilyas berpulang ke
Rahmatullah.
Sesudah sang ayah wafat, Asy-Syaikh
Abdul Malik kemudian mengembara ke
berbagai daerah di Pulau Jawa guna
menambah wawasan dan pengetahuan
dengan berjalan kaki. Ia pulang ke rumah
tepat pada hari ke- 100 dari hari wafat
sang ayah, dan saat itu umur Asy Syaikh
berusia tiga puluh tahun.
Sepulang dari pengembaraan, Asy-Syaikh
tidak tinggal lagi di Sokaraja, tetapi
menetap di Kedung Paruk bersama
ibundanya, Nyai Zainab. Perlu diketahui,
Asy-Syaikh Abdul Malik sering sekali
membawa jemaah haji Indonesia asal
Banyumas dengan menjadi pembimbing
dan syaikh. Mereka bekerjasama dengan
Asy-Syaikh Mathar Mekkah, dan aktivitas
itu dilakukan dalam rentang waktu yang
cukup lama.
Sehingga wajarlah kalau selama menetap
di Mekkah, ia memperdalam lagi ilmu-
ilmu agama dengan para ulama dan
syaikh yang ada di sana. Berkat keluasan
dan kedalaman ilmunya, Syaikh Abdul
Malik pernah memperoleh dua anugrah
yakni pernah diangkat menjadi Wakil Mufti
Madzab Syafi’i di Mekkah dan juga diberi
kesempatan untuk mengajar. Pemerintah
Saudi sendiri sempat memberikan hadiah
berupa sebuah rumah tinggal yang
terletak di sekitar Masjidil Haram atau
tepatnya di dekat Jabal Qubes. Anugrah
yang sangat agung ini diberikan oleh
Pemerintah Saudi hanya kepada para
ulama yang telah memperoleh gelar
Al-‘Allamah.
Syaikh Ma’shum (Lasem, Rembang)
setiap berkunjung ke Purwokerto,
seringkali menyempatkan diri singgah di
rumah Asy-Syaikh Abdul Malik dan
mengaji kitab Ibnu Aqil Syarah Alfiyah
Ibnu Malik secara tabarrukan (meminta
barakah) kepada Asy-Syaikh Abdul Malik.
Demikian pula dengan Mbah Dimyathi
(Comal, Pemalang), KH Khalil (Sirampog,
Brebes), KH Anshori (Linggapura, Brebes),
KH Nuh (Pageraji, Banyumas) yang
merupakan kiai-kiai yang hafal Al-Qur’an,
mereka kerap sekali belajar ilmu Al-
Qur’an kepada Syaikh Abdul Malik.
Kehidupan Syaikh Abdul Malik sangat
sederhana, di samping itu ia juga sangat
santun dan ramah kepada siapa saja.
Beliau juga gemar sekali melakukan
silaturrahiem kepada murid-muridnya
yang miskin. Baik mereka yang tinggal di
Kedung Paruk maupun di desa-desa
sekitarnya seperti Ledug, Pliken, Sokaraja,
dukuhwaluh, Bojong dan lain-lain.
Hampir setiap hari Selasa pagi, dengan
kendaraan sepeda, naik becak atau dokar,
Syaikh Abdul Malik mengunjungi murid-
muridnya untuk membagi-bagikan beras,
uang dan terkadang pakaian sambil
mengingatkan kepada mereka untuk
datang pada acara pengajian Selasanan
(Forum silaturrahiem para pengikut
Thariqah An-Naqsyabandiyah Al-
Khalidiyah Kedung paruk yang diadakan
setiap hari Selasa dan diisi dengan
pengajian dan tawajjuhan).
Murid-murid dari Syaikh Abdul Malik
diantaranya KH Abdul Qadir, Kiai Sa’id,
KH Muhammad Ilyas Noor (mursyid
Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah
sekarang), KH Sahlan (Pekalongan), Drs
Ali Abu Bakar Bashalah (Yogyakarta), KH
Hisyam Zaini (Jakarta), Habib
Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya
(Pekalongan), KH Ma’shum (Purwokerto)
dan lain-lain.
Sebagaimana diungkapkan oleh murid
beliau, yakni Habib Luthfi bin Yahya,
Syaikh Abdul Malik tidak pernah menulis
satu karya pun. “Karya-karya Al-Alamah
Syaikh Abdul Malik adalah karya-karya
yang dapat berjalan, yakni murid-murid
beliau, baik dari kalangan kyai, ulama
maupun shalihin.”
Diantara warisan beliau yang sampai
sekarang masih menjadi amalan yang
dibaca bagi para pengikut thariqah adalah
buku kumpulan shalawat yang beliau
himpun sendiri, yaitu Al-Miftah al-
Maqashid li-ahli at-Tauhid fi ash-Shalah
‘ala babillah al-Hamid al-majid Sayyidina
Muhammad al-Fatih li-jami’i asy-
Syada’id.”
Shalawat ini diperolehnya di Madinah dari
Sayyid Ahmad bin Muhammad Ridhwani
Al-Madani. Konon, shalawat ini memiliki
manfaat yang sangat banyak, diantaranya
bila dibaca, maka pahalanya sama seperti
membaca kitab Dala’ilu al-Khairat
sebanyak seratus sepuluh kali, dapat
digunakan untuk menolak bencana dan
dijauhkan dari siksa neraka.
Syaikh Abdul Malik wafat pada hari
Kamis, 2 Jumadil Akhir 1400 H (17 April
1980) dan dimakamkan keesokan harinya
lepas shalat Ashar di belakang masjid
Baha’ul Haq wa Dhiya’uddin, Kedung
Paruk Purwokerto.
Kecamatan Gondang : SYEIKH MALIK
Posted by Unknown
On 20.33
| No comments
SYEKH ABDUL MALIK/ MBAH
MALIK
Beliau adalah sosok ulama yang cukup di
segani di kebumen propinsi jawa tengah,
Syaikh Abdul Malik semasa hidupnya
memegang dua thariqah besar (sebagai
mursyid) yaitu: Thariqah An-
Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dan
Thariqah Asy-Syadziliyah. Sanad thariqah
An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah telah ia
peroleh secara langsung dari ayah beliau
yakni Syaikh Muhammad Ilyas,
sedangkan sanad Thariqah Asy-
Sadziliyah diperolehnya dari As-Sayyid
Ahmad An-Nahrawi Al-Makki (Mekkah).
Dalam hidupnya, Syaikh Abdul Malik
memiliki dua amalan wirid utama dan
sangat besar, yaitu membaca Al-Qur’an
dan Shalawat. Beliau tak kurang
membaca shalwat sebanyak 16.000 kali
dalam setiap harinya dan sekali
menghatamkan Al-Qur’an. Adapun
shalawat yang diamalkan adalah
shalawat Nabi Khidir AS atau lebih sering
disebut shalawat rahmat, yakni
“Shallallah ‘ala Muhammad.” Dan itu
adalah shalawat yang sering beliau
ijazahkan kepada para tamu dan murid
beliau. Adapun shalawat-shalawat yang
lain, seperti shalawat Al-Fatih, Al-Anwar
dan lain-lain.
Beliau juga dikenal sebagai ulama yang
mempunyai kepribadian yang sabar,
zuhud, tawadhu dan sifat-sifat kemuliaan
yang menunjukan ketinggian dari akhlaq
yang melekat pada diri beliau. Sehingga
amat wajarlah bila masyarakat Banyumas
dan sekitarnya sangat mencintai dan
menghormatinya.
Beliau disamping dikenal memiliki
hubungan yang baik dengan para ulama
besar umumnya, Syaikh Abdul Malik
mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan ulama dan habaib yang dianggap
oleh banyak orang telah mencapai derajat
waliyullah, seperti Habib Soleh bin Muhsin
Al-Hamid (Tanggul, Jember), Habib
Ahmad Bilfaqih (Yogyakarta), Habib
Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani,
Probolinggo), KH Hasan Mangli
(Magelang), Habib Hamid bin Yahya
(Sokaraja, Banyumas) dan lain-lain.
Diceritakan, saat Habib Soleh Tanggul
pergi ke Pekalongan untuk menghadiri
sebuah haul. Selesai acara haul, Habib
Soleh berkata kepada para
jamaah,”Apakah kalian tahu, siapakah
gerangan orang yang akan datang
kemari? Dia adalah salah seorang
pembesar kaum ‘arifin di tanah Jawa.”
Tidak lama kemudian datanglah Syaik
Abdul Malik dan jamaah pun terkejut
melihatnya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Habib
Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani,
Kraksaan, Probolinggo) bahwa ketika
Syaikh Abdul Malik berkunjung ke
rumahnya bersama rombongan, Habib
Husein berkata, ”Aku harus di pintu
karena aku mau menyambut salah satu
pembesar Wali Allah.”
Asy-Syaikh Abdul Malik lahir di Kedung
Paruk, Purwokerto, pada hari Jum’at 3
Rajab 1294 H (1881). Nama kecilnya
adalah Muhammad Ash’ad sedang nama
Abdul Malik diperoleh dari ayahnya, KH
Muhammad Ilyas ketika ia menunaikan
ibadah haji bersamanya. Sejak kecil Asy-
Syaikh Abdul Malik telah memperoleh
pengasuhan dan pendidikan secara
langsung dari kedua orang tuanya dan
saudara-saudaranya yang ada di
Sokaraja, Banyumas terutama dengan KH
Muhammad Affandi.
Setelah belajar Al-Qur’an dengan
ayahnya, Asy-Syaikh kemudian
mendalami kembali Al-Qur’an kepada KH
Abu Bakar bin H Yahya Ngasinan
(Kebasen, Banyumas). Pada tahun 1312
H, ketika Syaikh Abdul Malik sudah
menginjak usia dewasa, oleh sang ayah,
ia dikirim ke Mekkah untuk menimba ilmu
agama. Di sana ia mempelajari berbagai
disiplin ilmu agama diantaranya ilmu Al-
Qur’an, tafsir, Ulumul Qur’an, Hadits,
Fiqh, Tasawuf dan lain-lain. Asy-Syaikh
belajar di Tanah suci dalam waktu yang
cukup lama, kurang lebih selama
limabelas tahun.
Dalam ilmu Al-Qur’an, khususnya ilmu
Tafsir dan Ulumul Qur’an, ia berguru
kepada Sayid Umar Asy-Syatha’ dan
Sayid Muhammad Syatha’ (putra penulis
kitab I’anatuth Thalibin hasyiyah Fathul
Mu’in). Dalam ilmu hadits, ia berguru
Sayid Tha bin Yahya Al-Magribi (ulama
Hadramaut yang tinggal di Mekkah),
Sayid Alwi bin Shalih bin Aqil bin Yahya,
Sayid Muhsin Al-Musawwa, Asy-Syaikh
Muhammad Mahfudz bin Abdullah At-
Tirmisi. Dalam bidang ilmu syariah dan
thariqah alawiyah ia berguru pada Habib
Ahmad Fad’aq, Habib Aththas Abu Bakar
Al-Attas, Habib Muhammad bin Idrus Al-
Habsyi (Surabaya), Habib Abdullah bin
Muhsin Al-Attas (Bogor), Kyai Soleh Darat
(Semarang).
Sementara itu, guru-gurunya di Madinah
adalah Sayid Ahmad bin Muhammad
Amin Ridwan, Sayid Abbas bin
Muhammad Amin Raidwan, Sayid Abbas
Al Maliki Al-Hasani (kakek Sayid
Muhammad bin Alwi Al Maliki Al-Hasani),
Sayid Ahmad An-Nahrawi Al Makki, Sayid
Ali Ridha.
Setelah sekian tahun menimba ilmu di
Tanah Suci, sekitar tahun 1327 H, Asy-
Syaikh Abdul Malik pulang ke kampung
halaman untuk berkhidmat kepada
keduaorang tuanya yang saat itu sudah
sepuh (berusia lanjut). Kemudian pada
tahun 1333 H, sang ayah, Asy Syaikh
Muhammad Ilyas berpulang ke
Rahmatullah.
Sesudah sang ayah wafat, Asy-Syaikh
Abdul Malik kemudian mengembara ke
berbagai daerah di Pulau Jawa guna
menambah wawasan dan pengetahuan
dengan berjalan kaki. Ia pulang ke rumah
tepat pada hari ke- 100 dari hari wafat
sang ayah, dan saat itu umur Asy Syaikh
berusia tiga puluh tahun.
Sepulang dari pengembaraan, Asy-Syaikh
tidak tinggal lagi di Sokaraja, tetapi
menetap di Kedung Paruk bersama
ibundanya, Nyai Zainab. Perlu diketahui,
Asy-Syaikh Abdul Malik sering sekali
membawa jemaah haji Indonesia asal
Banyumas dengan menjadi pembimbing
dan syaikh. Mereka bekerjasama dengan
Asy-Syaikh Mathar Mekkah, dan aktivitas
itu dilakukan dalam rentang waktu yang
cukup lama.
Sehingga wajarlah kalau selama menetap
di Mekkah, ia memperdalam lagi ilmu-
ilmu agama dengan para ulama dan
syaikh yang ada di sana. Berkat keluasan
dan kedalaman ilmunya, Syaikh Abdul
Malik pernah memperoleh dua anugrah
yakni pernah diangkat menjadi Wakil Mufti
Madzab Syafi’i di Mekkah dan juga diberi
kesempatan untuk mengajar. Pemerintah
Saudi sendiri sempat memberikan hadiah
berupa sebuah rumah tinggal yang
terletak di sekitar Masjidil Haram atau
tepatnya di dekat Jabal Qubes. Anugrah
yang sangat agung ini diberikan oleh
Pemerintah Saudi hanya kepada para
ulama yang telah memperoleh gelar
Al-‘Allamah.
Syaikh Ma’shum (Lasem, Rembang)
setiap berkunjung ke Purwokerto,
seringkali menyempatkan diri singgah di
rumah Asy-Syaikh Abdul Malik dan
mengaji kitab Ibnu Aqil Syarah Alfiyah
Ibnu Malik secara tabarrukan (meminta
barakah) kepada Asy-Syaikh Abdul Malik.
Demikian pula dengan Mbah Dimyathi
(Comal, Pemalang), KH Khalil (Sirampog,
Brebes), KH Anshori (Linggapura, Brebes),
KH Nuh (Pageraji, Banyumas) yang
merupakan kiai-kiai yang hafal Al-Qur’an,
mereka kerap sekali belajar ilmu Al-
Qur’an kepada Syaikh Abdul Malik.
Kehidupan Syaikh Abdul Malik sangat
sederhana, di samping itu ia juga sangat
santun dan ramah kepada siapa saja.
Beliau juga gemar sekali melakukan
silaturrahiem kepada murid-muridnya
yang miskin. Baik mereka yang tinggal di
Kedung Paruk maupun di desa-desa
sekitarnya seperti Ledug, Pliken, Sokaraja,
dukuhwaluh, Bojong dan lain-lain.
Hampir setiap hari Selasa pagi, dengan
kendaraan sepeda, naik becak atau dokar,
Syaikh Abdul Malik mengunjungi murid-
muridnya untuk membagi-bagikan beras,
uang dan terkadang pakaian sambil
mengingatkan kepada mereka untuk
datang pada acara pengajian Selasanan
(Forum silaturrahiem para pengikut
Thariqah An-Naqsyabandiyah Al-
Khalidiyah Kedung paruk yang diadakan
setiap hari Selasa dan diisi dengan
pengajian dan tawajjuhan).
Murid-murid dari Syaikh Abdul Malik
diantaranya KH Abdul Qadir, Kiai Sa’id,
KH Muhammad Ilyas Noor (mursyid
Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah
sekarang), KH Sahlan (Pekalongan), Drs
Ali Abu Bakar Bashalah (Yogyakarta), KH
Hisyam Zaini (Jakarta), Habib
Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya
(Pekalongan), KH Ma’shum (Purwokerto)
dan lain-lain.
Sebagaimana diungkapkan oleh murid
beliau, yakni Habib Luthfi bin Yahya,
Syaikh Abdul Malik tidak pernah menulis
satu karya pun. “Karya-karya Al-Alamah
Syaikh Abdul Malik adalah karya-karya
yang dapat berjalan, yakni murid-murid
beliau, baik dari kalangan kyai, ulama
maupun shalihin.”
Diantara warisan beliau yang sampai
sekarang masih menjadi amalan yang
dibaca bagi para pengikut thariqah adalah
buku kumpulan shalawat yang beliau
himpun sendiri, yaitu Al-Miftah al-
Maqashid li-ahli at-Tauhid fi ash-Shalah
‘ala babillah al-Hamid al-majid Sayyidina
Muhammad al-Fatih li-jami’i asy-
Syada’id.”
Shalawat ini diperolehnya di Madinah dari
Sayyid Ahmad bin Muhammad Ridhwani
Al-Madani. Konon, shalawat ini memiliki
manfaat yang sangat banyak, diantaranya
bila dibaca, maka pahalanya sama seperti
membaca kitab Dala’ilu al-Khairat
sebanyak seratus sepuluh kali, dapat
digunakan untuk menolak bencana dan
dijauhkan dari siksa neraka.
Syaikh Abdul Malik wafat pada hari
Kamis, 2 Jumadil Akhir 1400 H (17 April
1980) dan dimakamkan keesokan harinya
lepas shalat Ashar di belakang masjid
Baha’ul Haq wa Dhiya’uddin, Kedung
Paruk Purwokerto.
MWCNU GONDANG : Kuasa Alloh
Posted by Unknown
On 16.46
| No comments
Wahai Tuhan Yang
mempunyai kerajaan, Engkau berikan
kerajaan kepada orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau cabut kerajaan
dari orang yang Engkau kehendaki.
Engkau muliakan orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau hinakan orang
yang Engkau kehendaki. Di tangan
Engkaulah segala kebajikan.
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa
atas segala sesuatu.
Senin, 10 November 2014
Kamituwo Ngemplak Gondang : Gus Dur & Jaya Suprana
Posted by Unknown
On 21.24
| 1 comment
Jaya menceritakan, ketika Gus Dur wafat pada
30 Desember 2009 lalu, dia sangat berharap,
suami Sinta Nuriyah Wahid itu mendapat tempat
laik di sisi Tuhan.
"Di agama saya (Kristen) ada kepercayaan, kalau
ingin masuk surga, harus percaya pada nabi kita,
Yesus Kristus, itu ajaran agama kami. Saya kan
bingung, sahabat saya (Gus Dur) kan bukan
pemeluk agama saya," jelas Jaya.
Dia sempat bertanya dalam hati, apakah Gus Dur
masuk surga? Karena ragu, Jaya mendatangi
pendeta untuk berkonsultasi.
"Saya tanya ke pendeta saya: Apakah Gus Dur
bisa masuk surga? Lah kalau Gus Dur masuk
surga ya gimana wong ajarannya begitu (beda
agama), kalau gak masuk surga ya gimana? Saya
kejar jawaban itu, akhirnya dia (pendeta)
jengkel," cerita Jaya.
Tak mendapat jawaban pasti, akhirnya Jaya
menyimpulkan sendiri. Katanya, dia memberi dua
kesimpulan berdasarkan versi dia sendiri.
"Akhirnya saya ambil kesimpulan, ada dua
kemungkinan, kalau gak masuk surga ya jadi
setan gentayangan. Masuk neraka kan, waduh
saya bingung. Kemudian saya bilang ke pendeta,
kalau saya mau masuk neraka saja. Loh kok,
kata si pendeta bingung," tutur Jaya.
Karena kerap dibuat Bos Jamu Jago itu bingung,
terlebih dengan pertanyaan soal kematian Gus
Dur itu, si pendeta memaki Jaya. "Dia (pendeta)
bilang, kalau saya gila. Banyak orang ingin masuk
sorga saya kok malah mau masuk neraka. Ya
saya bilang ke pendeta, kalau saya masuk surga,
saya bersama orang-orang seperti Anda, sama-
sama bingung," jelas dia.
"Sedangkan kalau masuk neraka saya bersama
orang-orang baik seperti Gus Dur," tambah Jaya.
Bupati Nganjuk
Posted by Unknown
On 20.26
| No comments
Monggo BERSHOLAWAT &
BERTAWASSUL dlm rangka Manaqib Kubro
bersama BOLO MANAQIB KAB.
NGANJUK.....selasa 18 Nov 2014
jam. 18.30 wib di MASJID Ds. Josuman kec. gondang. Monggo dpun sebar
und. Meniko mg2 istiqomah ,
mujarrab lan berkah ....al fatihah...
Manakib Kubro ds. Josuman Gondang Nganjuk
Posted by Unknown
On 20.23
| No comments
Monggo BERSHOLAWAT &
BERTAWASSUL dlm rangka Manaqib Kubro
bersama BOLO MANAQIB KAB.
NGANJUK.....selasa 18 Nov 2014
jam. 18.30 wib di MASJID Ds. Josuman kec. gondang. Monggo dpun sebar
und. Meniko mg2 istiqomah ,
mujarrab lan berkah ....al fatihah...
camat rejoso nganjuk
Posted by Unknown
On 20.12
| No comments
Monggo BERSHOLAWAT &
BERTAWASSUL dlm rangka Manaqib Kubro
bersama BOLO MANAQIB KAB.
NGANJUK.....selasa 18 Nov 2014
jam. 18.30 wib di MASJID Ds. Josuman kec. gondang. Monggo dpun sebar
und. Meniko mg2 istiqomah ,
mujarrab lan berkah ....al fatihah...
camat gondang nganjuk
Posted by Unknown
On 20.11
| No comments
Monggo BERSHOLAWAT &
BERTAWASSUL dlm rangka Manaqib Kubro
bersama BOLO MANAQIB KAB.
NGANJUK.....selasa 18 Nov 2014
jam. 18.30 wib di MASJID Ds. Josuman kec. gondang. Monggo dpun sebar
und. Meniko mg2 istiqomah ,
mujarrab lan berkah ....al fatihah...
Gus Dur , Jokowi , Prabowo Bolo Manakib
Posted by Unknown
On 20.05
| No comments
Antara Yusril, Cincin ‘Sakti’, dan Gus Dur
Jakarta – Setiap orang yang pernah bertemu almarhum Gus Dur, selalu memiliki kenangan tersendiri. Banyak pesan yang memiliki makna dalam, meski tak sedikit pula yang unik, remeh, dan jenaka.
Yusril Ihza Mahendra misalnya, pria yang jauh dari selera humor dan cenderung nampak serius dalam berbagai kesempatan yang ditemui, tiba-tiba berbagi hal jenaka seputar obrolannya bersama Gus Dur saat masih menjadi menterinya.
Kisah ini bermula saat Yusril menghadap Gus Dur, melaporkan perkembangan terkini Kementerian Hukum yang ditangani dan semua serba seriuslah. Tiba-tiba saja Yusril kaget karena ditanya mengenai sebuah cincin yang dipakai sang presiden.
Sambil nyerocos, Gus Dur mengatakan, “Menurut Bang Yusril, gimana cincin saya ini, bagus nggak ya?” Yusril yang terbiasa serius dan sedang memikirkan tanggapan Gus Dur terhadap laporannya, justru sempat kikuk dan seolah mati kutu. Sebab ini pertanyaan di luar tugas, tentu bukan hal mudah menjawabnya.
Meski tak paham, tapi tetap menjawab yang baik kan? “Saya katakan saja kepada presiden, nampaknya cincin itu bagus juga, Gus,” kata Yusril dengan tampang yang tetap serius dan sedikit sok tahu masalah cincin.
Tanpa menunggu dan memikirkan komentar Yusril yang sudah berusaha serius, ternyata Gus Dur langsung nyerocos lagi dan keluarlah cerita di balik cincin yang ditunjukkan tersebut.
Bagi Gus Dur, cincin tersebut sering ia pakai ketika menerima tamu dan koleganya yang datang dari kampung dan jauh-jauh. “Kenapa bisa seperti itu Gus,” tanya Yusril heran dan suasana sudah mulai mencair.
Intinya Gus Dur kemudian bercerita panjang lebar. Saat bertemu tamunya yang konon disebut dari kampung dan berasal dari tempat yang semuanya jauh, Gus Dur mengisahkan bahwa cincin itu istimewa, pemberian dari leluhurnya. Beliau selalu memakai dan konon juga membawa banyak keberuntungan dan keberkahan hidup.
Bahkan lebih dari itu, Gus Dur juga berkisah bahwa cincin itu pula yang ikut menemani Gus Dur hingga bisa meraih kursi kepresidenan yang saat ini didudukinya. Mendengar kisah Gus Dur ini, otomatis para tamunya terdiam, merenung, dan tertegun sambil tak sedikit yang geleng-geleng kepala karena takjub.
Para tamu itu semakin yakin bahwa cincin yang dipakai Gus Dur itu bukan cincin sembarangan dan memiliki kesaktian. Nah, tiba giliran para tamunya mau pamit pulang, tiba-tiba Gus Dur bertanya dan sembari menawarkan oleh-oleh. “Sampeyan mau saya kasih oleh-oleh? Mendengar pertanyaan itu, meski agak malu tapi semua tamu sedikit kompak bilang, “Oh ya Gus, terima kasih, kalo panjenengan mau ngasi oleh-oleh kepada kami.”
Gus Dur lalu melepas cincinnya, dan memberikan ke salah satu tamunya. Tentu saja para tamu itu kaget karena Gus Dur mau memberikan cincin warisan leluhurnya yang konon sakti dan bisa menjadikannya Presiden. Dengan santai Gus Dur berkata, “Ya gak apa-apa, sekali-sekali saya ngasih sampeyan barang yang paling berharga bagi saya.”
Setelah menerima cincin ‘sakti’ dari Gus Dur ini, kontan orang tersebut sangat sumringah dan merasa bangga. Dengan kebanggaan itu, mereka lalu bercerita sambil memamerkan oleh-oleh istimewa pemberian Gus Dur. Mereka terus bercerita kepada setiap orang-orang yang ditemui mengenai cincin pemberian Gus Dur tersebut.
Yusril pun sempat heran dengan tindakan dan cerita yang disampaikan Gus Dur tersebut. Tapi dengan gaya khas Gus Dur menyampaikan bahwa cincin yang dimaksud Gus Dur itu, jumlahnya masih banyak dan sekarung di bawah meja ini.
Masih dengan rasa penasaran dan sambil menahan tawa, meski senyum sudah tak bisa ditahan, Yusril masih sempat bertanya, “Gus Dur dapat dari mana?” Yang ditanya dengan santai dan terkekeh menjawab, “Wong saya suruh orang beli di Jatinegara. Paling harganya juga murah, cuma sepuluh ribu perak.” cetus mantan Presiden RI tersebut.
Bagi Gus Dur, ini adalah cara menghormati tamu dengan budget yang tidak terlalu besar, tapi bisa menyenangkan para tamu yang datang. Yah, Gus Dur memang selalu nyeleneh dan eksentrik, dalam situasi dan kondisi yang serius sekalipun. Selalu ada kisah jenaka dan humor yang menghidupi hari-hari almarhum, yang bisa dinikmati oleh masyarakat hingga saat ini.
Gus Dur Kyai Antik PP. Tebu ireng Jombang
Posted by Unknown
On 20.02
| No comments
Wali yang Lari dari Hadapan Gus Dur
Wali memang kekasih Allah, tetapi diantara wali sendiri terdapat tingkatan-tingkatan. Semakin tinggi tingkatan seorang wali, mereka yang posisinya lebih rendah akan lebih menghormatinya.
Kali ini, cerita salah satu karomah Gus Dur diungkapkan oleh Kiai Said Aqil Siroj saat menjalankan umrah Ramadhan, ketika Gus Dur masih menjadi ketua umum PBNU.
Kang Said menuturkan setelah sholat tarawih berjamaah, ia diajak oleh Gus Dur untuk mencari orang yang khowas (khusus), yang ibadahnya semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah dan malu mengharapkan pahala, meskipun itu tidak dilarang. Mereka sudah berprinsip, manusia datangnya dari Allah, maka dalam beribadah, tak sepantasnya mengharapkan imbalan.
Berdua bersama Gus Dur, mereka mengunjungi satu per satu kelompok orang yang memberi pengajian, ada yang jenggotnya panjang, ada yang kitabnya setumpuk dan mampu menjawab segala macam pertanyaan, ada yang jamaahnya banyak, tetapi semuanya dilewati.
Lalu sampailah mereka dihadapan seorang Mesir yang sederhana, surbannya tidak besar, duduk di sebuah sudut. Kang Said selanjutnya diminta oleh Gus Dur untuk memperkenalkan dirinya sebagai ketua umum Nahdlatul Ulama dari Indonesia
Tak seperti biasanya, orang Mesir terkenal dengan keramahannya, biasanya langsung ahlan wa sahlan ketika menerima tamu, tetapi yang satu ini bersikap agak ketus ketika ditanya.
Kang Said menyampaikan niat dari Gus Dur untuk meminta sekedar doa selamat dari orang tersebut.
Setelah berdoa ia langsung lari, dan menarik sajadahnya sambil berkata “Dosa apa aku ya robbi sampai engkau buka rahasiaku dengan orang ini”.
Kang Said berkesimpulan bahwa orang tersebut merupakan wali yang sedang bersembunyi, jangan sampai orang lain tahu bahwa ia adalah wali, tetapi ternyata kewaliannya diketahui oleh Gus Dur, yang derajat kewaliannya lebih tinggi, dan ia merasa rahasianya terungkap karena ia memiliki dosa
Jokowi : Merah Delima Bolo Manaqib
Posted by Unknown
On 19.59
| No comments
Mirah delima, merah delima, atau batu rubi adalah batu permata berwarna merah yang dapat bervariasi antara merah muda hingga merah darah dan merupakan salah satu jenis dari mineral korundum (aluminium oksida). Warnanya terutama disebabkan oleh kromium. Namanya berasal dari buah delima yang isinya berwarna merah. Rubi alami sangat jarang, tetapi rubi buatan dapat difabrikasi dengan cukup murah. Rubi dianggap merupakan salah satu dari empat batu berharga bersama dengan safir, zamrud, dan intan.
Harga batu rubi terutama ditentukan oleh warna. Warna merah paling berkilau dan paling bernilai dapat berharga sangat tinggi melampaui rubi lain dengan mutu yang sama. Setelah warna, berikutnya adalah kejernihan: batu yang jernih menandakan harga tinggi.
Pondok Pesantren Tambakberas Jombang
Posted by Unknown
On 19.56
| No comments
Yang Harus Anda Ketahui Sebelum Membeli sebuah Ruby :
Warna (Color): Ruby yang terbaik adalah yang warna merah darah segar, dan merupakan batu yang sangat berharga. rubi juga ada dengan warna merah anggur dan merah gelap, atau merah muda.Ukuran (size): karat yang lebih besar merupakan batu permata ruby, dengan nilai harga yang lebih berharga dan mahal. Karat ruby dengan warna yang baik dan kejelasan (Clarity) sudah cukup bernilai. Rubi lebih besar dari ini yang langka dan sangat mahal.
Kejelasan (Clarity): rubi alam Sebagian besar memiliki beberapa keadaan mendung atau ketidaksempurnaan. sangat sedikit yang benar-benar jelas. rubi kualitas yang lebih baik adalah transparan, dan tidak buram.
Potongan (Cut): Kualitas memotong ruby's menentukan seberapa baik berkilau. Sempurna memotong batu rubi yang sangat berharga dan sulit ditemukan.
Perawatan, Sintetis dan imitasi (Treatments, Synthetics and Imitations): Hampir semua rubi diperlakukan untuk meningkatkan kejelasan dan warna. perlakuan panas adalah standar dan diterima secara luas. The treatement bahwa ruby menerima dapat mempengaruhi nilai dan penambahan quality.di dalam laboratorium dibuat rubi tersedia secara luas dan bernilai jauh lebih sedikit dari batu rubi alam. Beberapa penjual tidak jujur yang mungkin mencoba untuk menjual batu delima palsu.
Makna dan simbologi (Meaning and Symbology) : batu merah delima / Rubies telah suci untuk banyak budaya selama berabad-abad.
Rubi sama jenisnya dengan safir hakekatnya masih saudara sekandung dari keluarga mineral korodium. Mereka terlahir dengan warna merah, baik yang kecoklatan maupun yang keunguan, biasa disebut rubi; sementara semua keluarga korundum yang berwarna. Kekerasan Ruby atau merah delima termasuk tinggi (9 dalam skala Mohr)
SDN GONDANGKULON 2 GONDANG NGANJUK
Posted by Unknown
On 19.44
| No comments
" ASAL-USUL-TONGKAT-SOEKARNO "
Dalam banyak dokumentasi foto Bung Karno, tidak sedikit yang menampakkan sosok Putra Sang Fajar itu memegang atau mengempit tongkat komando. Dalam hierarki kemiliteran, posisinya sebagai Panglima Tertinggi, tentu saja merupakan hal yang wajar jika ia sering terlihat memegang tokat komando. Sama seperti yang sering kita lihat, ketika Panglima TNI, Panglima Kodam, Kapolri, memegang tongkat komando.
Akan tetapi, tidak begitu dari kacamata spiritual. Kalangan yang percaya hal-hal ghaib. Kalangan yang percaya adanya kekuatan tertentu pada benda-benda keramat. Kalangan yang percaya adanya hal-hal metafisik yang tidak bisa dibahas dengan kalimat lugas, dan tidak bisa dinalar dengan pola pikir normal. Nah, kelompok ini, begitu eksis di Indonesia, sejak dulu sampai sekarang.
Di antara kalangan mereka, percaya betul bahwa tongkat komando Bung Karno bukanlah sembarang tongkat. Tongkat komando Bung Karno adalah tongkat sakti, yang berisi keris pusaka ampuh. Bahkan, kayu yang dibuat sebagai tongkat pun bukan sembarang kayu, melainkan kayu pucang kalak. Pucang adalah jenis kayu, sedangkan Kalak adalah nama tempat di selatan Ponorogo, atau utara Pacitan. Di pegunungan Kalak terdapat tempat persemayaman keramat. Nah, di atas persemayaman itulah tumbuh pohon pucang.
Ada begitu banyak jenis kayu pucang, tetapi dipercaya pucang kalak memiliki ciri khas. Salah satu cara untuk mengetes keaslian kayu pucang kalak, pegang tongkat tadi di atas permukaan air. Jika bayangan di dalam air menyerupai seekor ular yang sedang berenang, maka berarti kayu pucang kalak itu asli. Tetapi jika yang tampak dalam bayangan air adalah bentuk kayu, itu artinya bukan pucang kalak. Pucang biasa, yang banyak tumbuh di seantero negeri.
Begitulah sudut pandang mistis masyarakat spiritual terhadap tongkat komando Bung Karno. Alhasil, tidak sedikit yang menghubungkan dengan besarnya pengaruh Sukarno. Tidak sedikit yang menghubungkan dengan kemampuannya menyirap kawan maupun lawan. Tidak sedikit yang menghubungkan dengan “kesaktian” Sukarno, sehingga lolos dari beberapa kali usaha pembunuhan.
Apa kata Bung Karno? “Ah… itu semua karena lindungan Allah, karena Ia setuju dengan apa-apa yang aku kerjakan selama ini. Namun kalau pada waktu- waktu yang akan datang Tuhan tidak setuju dengan apa-apa yang aku kerjakan, niscaya dalam peristiwa (pembunuhan) itu, aku bisa mampus
SMPN 1 GONDANG NGANJUK
Posted by Unknown
On 19.40
| No comments
Cerita tentang kesaktian soekarno sang putra fajar dan Pusaka Gaib
Ditengah derasnya hujan angin, sosok bung Karno yang kala itu masih menjadi bocah angon berlari kecil menelusuri jalan setapak menuju bukit gorong, yang terletak disebelah kanan sungai Penyu Cilacap, Jawa tengah. Beliau membawa satu amanat dari salah satu gurunya KH. Rifai bin Soleh Al Yamani (Hadrotul maut), Banyuwangi, Jawa Timur.
Sebagai seorang pemikir handal yang mempercayai suatu kehidupan alam lain, beliau kerap mengasingkan diri dalam fenomena yang tak layak pada umumnya, yaitu selalu bertirakat dari satu gua kumuh, bebukitan terjal , hutan belantara hingga tempat wingit lainnya.
Kisah ini terjadi pada jum’at legi, bulan maulud 1937H. Berawal dari sebuah mimpi yang dialaminya. Di suatu malam, beliau didatangi seekor naga besar yang ingin ikut serta mendampingi hidupnya. Naga itu mengenalkan dirinya bernama, Sanca Manik Kali Penyu, yang tinggal didalam bukit Gorong, kepunyaan dari Ibu Ratu Nyi Blorong, yang melegendaris.
Dengan kejelasan mimpinya, Bung Karno, langsung menemui KH. Rifai, yang kala itu sangat masyhur namanya. Lalu sang kyai memberinya berupa amalan atau sejenis doa Basmalah, yang konon bisa mewujudkan benda gaib menjadi nyata.
Lewat suatu komtemplasi dan prosesi ritual panjang, akhirnya Bung Karno, ditemui sosok wanita cantik yang tak lain adalah Nyi Blorong sendiri.
"Andika!! Derajatmu wes tibo neng arep, siap nampi mahkota loro, lan iki mung ibu iso ngai bibit kejembaran soko nagara derajat, kang manfaati soko derajatmu ugo wibowo lan rejekimu serto asih penanggihan" terang Nyi Blorong.
Yang arti dari ucapan tadi kurang lebihnya; "Anakku!! Sebentar lagi kamu akan menjadi manusia yang mempunyai dua derajat sekaligus (Pemimpin umat manusia dan bangsa gaib yang disebut sebagai istilah/ Rijalul gaib). Saya hanya bisa memberikan sebuah mustika yang manfaatnya sebagai, ketenangan hatimu, keluhuran derajat, wibawa, kerejekian serta pengasihan yang akan membawamu dipermudah dalam segala tujuan"
Mustika yang dimaksud tak lain berupa paku bumi, jelmaan dari seekor naga sakti, Sanca Manik, yang didalam mulutnya terdapat satu buah batu merah delima bulat berwarna merah putih crystal.(Bisa dilihat dalam gambar atas) symbol dari bendera merah putih/ negara Indonesia.
Sebagai sosok mumpuni sekaligus hobbiis dalam dunia supranatural, (7) bulan, dari kedapatan mustika Sanca Manik, beliau pun bermimpi kembali. Yang mana didalam mimpinya sosok Kanjeng Sunan KaliJaga beserta ibu Ratu Kidul Pajajaran (suami istri) menyuruh Bung Karno, datang ke bukit Tinggi Pelabuhan Ratu, Sukabumi- Jawa Barat.
"Datanglah Nak ketempatku!!! Kusiapkan jodoh dari pemberian Putranda (Nyi Blorong) yang kini telah kau terima, tak pantas melati tanpa kembang kenanga, lelaki tanpa adanya wanita"
Tentunya sebagai seorang yang berpengalaman dalam pengolahan bathiniyah, Bung Karno, adalah salah satu bocah yang sangat paham akan makna sebuah mimpi. Dalam hal ini beliau menyakini bahwa mimpi yang barusan dialaminya adalah bagian dari kebenaran.
Dengan meminta bantuan kepada, Kartolo Harjo, asal dari kota Pekalongan, yang kala itu dianggap orang paling kaya, merekapun hari itu juga langsung menuju lokasi yang dimaksud, dengan membawa sedan cw keluaran tahun 1889.
Kisah perjalanan menuju Pelabuhan Ratu, ini cukup memakan waktu panjang, pasalnya disetiap daerah yang dilaluinya Bung Karno, selalu diberhentikan oleh seseorang yang tidak dikenal.
Mereka berebut memberikan sesuatu pada sosok kharismatik berupa pusaka maupun bentuk mustika. Hal semacam ini sudah sewajarnya dalam dunia keparanormalan sejak zaman dahulu kala, dimana ada sosok yang bakal menjadi cikal seorang pemimpin, maka seluruh bangsa gaibiah akan dengan antusiasnya berebut memamerkan dirinya untuk bisa sedekat mungkin dengannya.
Untuk mengungkapkan lebih lanjut perjalanan Bung Karno menuju Pelabuhan Ratu, yang dimulai pada hari Kamis pon, ba’da subuh, Syawal 1938H, pertama kalinya perjalanan ini dimulai dari kota Klaten Jawa Tengah.
Ditengah hutan Roban, Semarang, beliau diminta turun oleh sosok hitam berambut jambul, yang mengaku bernama, Setopati asal dari bangsa jin, dan memberikan pusaka berupa cundrik kecil, berpamor Madura dengan besi warna hitam legam. Manfaatnya, sebagai wasilah bisa menghilang.
Juga saat melintas kota Brebes dan Cirebon, beliau disuruh turun oleh (empat) orang yang tidak dikenal
1. Bernama kyai Paksa Jagat, dari bangsa Sanghiyang, memberikan sebuah keris berluk- 5, manfaatnya sebagai wasilah, tidak bisa dikalahkan dalam beragumen.
2. Bernama Nyai sempono, asal dari Selat Malaka, yang ngahyang sewaktu kejadian Majapahit dikalahkan oleh Demak Bintoro, beliau memberikan sebuah tusuk konde yang dinamai, Paku Raksa Bumi, manfaatnya, mempengaruhi pikiran manusia.
3. Bernama Kyai Aji, asal dari siluman Seleman, beliau memberikan sebuah pusaka berupa taring macan, manfaatnya, sebagai kharisma dan kedudukan derajat.
4. Bernama Ki Jaga Rana, memberikan sebuah batu mustika koplak, berwarna merah cabe, manfaatnya sebagai daya tahan tubuh dari segala cuaca.
Lalu saat melintas hutan Tomo Sumedang, beliaupun dihadang oleh seorang nenek renta yang mengharuskannya turun dari mobil, mulanya Bung Karno, enggan turun, namun saat melaluinya untuk terus melajukan mobil yang dikendarinya, ternyata mobil tersebut tidak bisa jalan sama sekali, disitu beliau diberikan satu buah mustika Yaman Ampal, sebagai wasilah kebal segala senjata tajam.
Juga saat melintas digerbang perbatasan Sukabumi, beliau dihadang oleh segerombolan babi hutan, yang ternyata secara terpisah, salah satu dari binatang tadi meninggalkan satu buah mustika yang memancarkan sinar kemerahan berupa cungkup kecil yang didalamnya terdapat satu buah batu merah delima mungil.
Sesampainya ditempat yang dituju, Bung Karno dan temanya mulai mempersiapkan rambe rompe berupa sesajen sepati, sebagai satu penghormatan kepada seluruh bangsa gaib yang ada ditempat itu, tepatnya malam rabo kliwon, Bung Karno, mulai mengadakan ritual khususiah secara terpisah dengan temannya, semua ini beliau lakukan agar jangan sampai menggangu satu sama lainnya dalam aktifitas menuju suatu penghormatan kepada bangsa gaib yang mengundangnya.
Dua malam beliau melakukan ritual tapa brata, dengan cara sikep kejawen yang biasa dilakukannya saat menghadapi penghormatan kepada bangsa gaib, lepas pukul 24.00, seorang bersorban dan wanita cantik yang tiada tara datang menghampirinya, mereka berdua tak lain adalah Sunan kaliJaga dan Nyimas Nawang wulan Sari Pajajaran, yang sengaja mengundangnya.
"Anakku!!! Dalam menghadapi peranmu yang sebentar lagi dimulai, Ibu hanya bisa memberikan sementara sejodoh mustika yang diambil dari dasar laut Nirsarimayu (dasar laut pantai selatan sebelah timur kaputrennya) ini mustika jadohnya dari yang sudah kamu pegang saat ini,gunakanlah mustika ini sebagai wasilah kerejekian guna membantu orang yang tidak mampu, sebab inti dari kekuataqn yangterkandung didalamnya, bisa memudahkan segala urusan duniawiah sesulit apapun" Lalu setelah berucap demikian, kedua sang tokoh pun langsung menghilang dfari pandangannya.
Kini tinggal Bung karno, sendirian yang langsung menelaah segala ucapan dari Ibu Ratu, barusan.
Di dalam tatacara ilmu supranatural, cara yang dilakukan oleh Bung karno, diam menafakuri setelah kedapatan hadiah dari bangsa gaib tanpa harus meninggalkan tempat komtemplasi terlebih dahulu, adalah suatu tatakrama yang sangat dihormati oleh seluruh bangsa gaib dan itu dinamakan, Sikep undur/ tatkrama perpisahan.
Dari kejadian itu Bung Karno, langsung mengambil sikap diam dalam perjalanan pulang sambil berpuasa hingga sampai rumah/ tempat kembali semula, cara seperti ini disebut sebagai, Ngaulo hamba/ mentaati pelaturan gaib supaya apa yang sudah dimilikinya bisa bermanfaat lahir dan bathin.
Langganan:
Postingan (Atom)