Sunan Geseng yang bernama asli Eyang
Cokrojoyo adalah murid Sunan Kalijaga. Ia
adalah keturunan Imam Jafar ash-Shadiq
dengan nasab: Sunan Geseng bin Husain bin al-
Wahdi bin Hasan bin Askar bin Muhammad bin
Husein bin Askib bin Mohammad Wahid bin
Hasan bin Asir bin 'Al bin Ahmad bin Mosrir bin
Jazar bin Musa bin Hajr bin Ja'far ash-Shadiq
bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin al-
Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali k.w. Eyang
Cokrojoyo berasal dari Bagelen, Purworejo,
beliau pada awalnya merupakn seorang
pengambil getah nira (gula jawa dari pohon
aren). Ketika itu saat Eyang Cokrojoyo sedang
bekerja sambil menyanyikan gending jowo (lagu -
lagu jawa) ketika sedang mengambil getah nira ,
beliau bertemu dengan Sunan Kalijaga. Pada
pertemuan pertama itu Eyang Cokrojoyo belum
mengetahui bahwa orang yang dia temui
tersebut merupakan Sunan Kalijaga. Kemudian
Sunan Kalijaga memberitahu Eyang Cokrojoyo
untuk mengganti gending jowo yang di nyanyikan
Eyang Cokrojoyo diganti menjadi sholawatan.
Eyang Cokrojoyo mau melakukan saran yang
diberikan oleh Sunan Kalijaga itu meskipun
dirinya belum mengetahui bahwa nama dari
orang tersebut adalah Sunan Kalijaga. Sehingga
mulai dari saat itu Eyang Cokrojoyo ketika
sedang mengambil getah nira selalu melakukan
sholawatan dan tidak lagi menyanyikan gending
jowo seperti yang beliau lakukan sebelum -
sebelumnya. Kemudian beberapa hari setelah
nya saat Eyang Cokrojoyo hendak mengambil
bumbung (tabung dari bambu) yang sudah
beliau tempatkan diatas pohon aren seperti
biasa sebagai wadah tetesan getah nira yang
akan dipanen Eyang Cokrojoyo. Ketika itu Eyang
Cokrojoyo setelah mengganti bumbung yang
sudah penuh getah nira itu dengan bumbung
yang baru kemudian Eyang Cokrojoyo turun dari
pohon aren tersebut, saat beliau sampai di
bawah pohon tiba - tiba bumbung yang baru saja
Eyang Cokrojoyo pasang menetes yang
menandakan bahwa bumbung nya tersebut
sudah penuh kembali dengan getah nira. Saat
Eyang Cokrojoyo memeriksa keatas, Eyang
Cokrojoyo menyadari bahwa getah nira pohon
aren tersebut menetes terus menerus dengan
deras nya. Pada akhir nya Eyang Cokrojoyo
membuat talang dari pohon bambu untuk
mengalirkan getah nira tersebut dialirkan ke
rumah Eyang Cokrojoyo. Getah aren yang
mengalir tidak berhenti, sehingga membuat
Eyang Cokrojoyo kewalahan. Ada cerita yang
mengatakan bahwa getah nira yang mengalir
tanpa henti ke rumah Eyang Cokrojoyo itu
berubah menjadi emas. Kemudian Eyang
Cokrojoyo memutuskan untuk mencari orang
yang memberi nya sholawatan itu, ketika itu
Eyang Cokrojoyo belum mengetahui nama Sunan
Kalijaga. Setelah 17 tahun melakukan pencarian,
akhir nya Eyang Cokrojoyo menemukan Sunan
Kalijaga. Beliau menemukan Sunan Kalijaga di
tengah hutan, tanpa buang - buang waktu, Eyang
Cokrojoyo meminta pada Sunan Kalijaga supaya
dapat menerimanya sebagai seorang murid.
Sunan Kalijaga mau menerima Eyang Cokrojoyo
sebagai murid, namun Eyang Cokrojoyo harus
memenuhi syarat yang diajukan oleh Sunan
Kalijaga yaitu Eyang Cokrojoyo harus menjaga
tongkat Sunan Kalijaga yang ditancapkan ke
tanah. Kemudia Eyang Cokrojoyo menyanggupi
nya dan beliau menjaga tongkat tersebut ketika
Sunan Kalijaga pergi. Setelah 17 tahun Sunan
Kalijaga pergi setelah memerintahkan Eyang
Cokrojoyo menjaga tongkat nya, beliau baru
ingat sehingga beliau segera mencari Eyang
Cokrojoyo di dalam hutan tempat beliau
meninggalkan Eyang Cokrojoyo. Ketika Sunan
Kalijaga memanggil - manggil Eyang Cokrojoyo
di dalam huatan dan tidak terdengar sahutan,
Sunan Kalijaga kemudian membakar hutan
tersebut sehingga akhir nya terlihat Eyang
Cokrojoyo yang badan tertutup abu hutan
tersebut. Ajaibnya badan Eyang Cokrojoyo tidak
mengalami luka bakar sama sekali. Berdasarkan
kejadian tersebut maka Eyang Cokrojoyo dikenal
sebagai Sunan Geseng. Setelah itu Eyang
Cokrojoyo diajak oleh Sunan Kalijaga ke Masjid
Demak, disana beliau semakin mendalami ilmu
agama dengan dipandu oleh Sunan Kalijaga.
Setelah beberapa waktu berselang Eyang
Cokrojoyo memutuskan untuk tinggal menetap di
Kleteran. Beliau berteman dengan Eyang
Wonotirto. Eyang Cokrojoyo sempat berpesan
kepada Eyang Wonotirto bahwa jika Eyang
Cokrojoyo meninggal, beliau ingin Eyang
Wonotirto memakamkan dirinya di desa tempat
tinggal Eyang Wonotirto. Menurut cerita didalam
usaha pemindahan jenazah Eyang Cokrojoyo dari
Kleteran ke Desa Tirto, Eyang Wonotirto
menjelma menjadi seekor kucing kemundian
jenazah dari Eyang Cokrojoyo menjadi seekor
tikus putih sehingga pemindahan tersebut tidak
dicurigai dan tidak diketahui oleh orang - orang.
Sedangkan makam istri dari Eyang Cokrojoyo
tetap berada di Kleteran.
Kamis, 12 Februari 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar