Kanjeng Sunan Muria
Nama aslinya adalah Raden Umar Said. Beliau adalah putra Sunan
Kalijaga. Sunan Muria adalah penyokong kerajaan Demak dan ikut pula
mendirikan Masjid Demak.
Beliau lebih suka berdakwah dan bergaul dengan rakyat jelata. Daerah
operasinya adalah desa-desa yang jauh dari keramaian kota. Caranya berdakwah
ialah dengan memberikan ceramah atau kursus-kursus kepada para pedagang,
nelayan, pelaut, dan rakyat jelata.
Beliau mempertahankan gamelan sebagai satu-satunya kesenian Jawa
yang dapat dipergunakan sebagai media dakwah paling ampuh pada masa itu.
Beliau pula yang menciptakan gending Sinom dan Kinanti.
Salah satu cerita tentang Sunan Muria adalah sebagai berikut:
Ki Ageng Ngerang adalah seorang ulama yang sangat dihormati. Dia
adalah salah seorang guru. Sunan Muria dan Sunan Kudus juga terhitung murid
Ki Ageng Ngerang.
Pada suatu hari Ki Ageng Ngerang mengadakan syukuran atas usia
putrinya bernama Dewi Roroyono yang genap dua puluh tahun.
Pada acara syukuran itu datang juga murid-murid Ki Ageng Ngerang
lainnya yaitu Adipati Pathak Warak dari Jepara, Kapa dan adiknya, Gentiri.
Tak terkecuali Sunan Muria dan Sunan Kudus.
Malam itu Dewi Roroyono dan adiknya Dewi Roro Pujiwati berdandan
cantik sekali sehingga Adipati Pethak Warak yang terkenal brangasan
terpesona dan tergila-gila.
Karena dibakar nafsu yang menggelora sang Adipati lupa daratan, dia
berkata tidak senonoh dan mencolek-colek Dewi Roroyono, sehingga gadis
cantik itu merasa malu dan minuman yang dibawa di atas temanpan ditumpahkan.
Percikan air itu mengenai pakaian Adipati Pethak Warak sehingga laki-laki
itu wajahnya merah padam karena ditertawakan banyak orang.
Malam telah larut, semua tamu dari dekat telah pulang. Hanya tamu
dari jauh yang menginap di rumah Ki Ageng Ngerang. Semua tamu sudah tertidur
tapi ketika istri Ki Ageng Ngerang menengok kamar Dewi Roroyono, gadis itu
tidak ada alias lenyap. Setelah diusut-usut tahulah Ki Ageng Ngerang bahwa
yang menculik anaknya adalah Adipati Pethak Warak. Dewi Roroyono dibawa ke
Mandalika oleh Adipati brangasan itu.
Malam itu juga Ki Ageng Ngerang mengadakan sayembara, siapa yang
dapat mengambil anaknya dari Adipati Pethak Warak akan dijodohkan dengan
putrinya itu. Semua tamu tak ada yang unjuk jari, akhirnya Sunan Muria yang
menyatakan sanggup mencari dan mengambil Dewi Roroyono.
Dalam perjalanan ke Mandalika Sunan Muria bertemu dengan Kapa dan
Gentiri. Kapa dan Gentiri adalah murid Ki Ageng Ngerang yang termuda. Mereka
menganggap Sunan Muria sebagai kakak seperguruan yang pantas dihormati dan
ditolong. Lalu terjadilah pembicaraan. Kapa dan Gentiri ingin menolong Sunan
Muria merebut Dewi Roroyono dari tangan Adipati Pethak Warak. Bila nanti
berhasil Sunan Murialah yang akan memperistri Dewi Roroyono.
Dalam memperebutkan Dewi Roroyono dari tangan Adipati Pethak Warak,
Kapa dan Gentiri mendapat bantuan dari seorang Wiku di Pulau Seprapat. Maka
berhasillah Kapa dan Gentiri merebut putri Ki Ageng Ngerang.
Dewi Roroyono jadi diperistri oleh Sunan Muria. Untuk menghargai
jasa Kapa dan Gentiri, keduanya diberi hadiah tanah Buntar. Keduanya berhak
menguasai daerah itu. Namun pada suatu hari Kapa dan Gentiri mempunyai
maksud jahat. Kapa bermaksud merebut Dewi Roroyono dari Sunan Muria.
Sesungguhnya secara diam-diam Kapa telah tertarik dan jatuh hati kepada Dewi
Roroyono. Cinta membuatnya gelap mata, tak ingat lagi bahwa Sunan Muria
adalah kakak seperguruan yang harus dijunjung tinggi.
Mula-mula Gentiri nekad datang ke Padepokan Muria. Dia bermaksud
menculik Dewi Roroyono, namun sayang sekali dia kepergok murid Sunan Muria
dalam perkelahian seru akhirnya Gentiri menemui ajalnya.
Mendengar kabar kematian adiknya, Kapa terus menyusul ke Muria.
Kebetulan saat itu Sunan Muria dan muridnya yang tertua sedang berdakwah di
lain desa. Kapa berhasil melukai murid-murid Sunan Muria yang muda dan
membawa lari Dewi Roroyono ke Pulau Seprapat.
Di Pulau Seprapat ternyata Kapa mendapat teguran keras dari Wiku
Lodhang Datuk yaitu gurunya sendiri. Sang Wiku tidak setuju atas perbuatan
Kapa menculik istri orang. Namun Kapa tidak mengindahkan peringatan gurunya,
malah dicaci makinya guru yang seharusnya dihormati itu.
Pada saat terjadi perdebatan itu datanglah murid Sunan Muria yang
tertua. Wiku Lodhang Datuk hanya diam saja ketika murid Sunan Muria
bertempur dengan Kapa untuk merebut Dewi Roroyono. Akhirnya Kapa tewas di
tangan murid Sunan Muria. Dewi Roroyono kemudian dibawa pulang ke Padepokan
Muria. Sedang Wiku Lodhang Datuk menguburkan jenazah muridnya sembari
bergumam penuh sesal, "Kapa, Kapa,... mengapa kau menjadi maling istri
orang. Sungguh menyesal aku mempunyai murid seperti kamu."
0 komentar:
Posting Komentar