Mbah Subkhi, Kiai Bambu Runcing
KH Syaifuddin Zuhri mengisahkan:
“Berbondong-bondong barisan-barisan Lasykar
dan TKR menuju ke Parakan, sebuah kota
kawedanan di kaki dua gunung penganten
sundoro Sumbing..... Diantaranya yang paling
terkenal adalah Hizbullah di bawah pimpinan
Zainul Arifin, Barisan Sabilillah di bawah
pimpinan KH Masykur.
“Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia” di
bawah pimpinan Bung Tomo, “Barisan
Banteng” di bawah pimpinan dr. Muwardi,
Lasykar Rakyat dibawah pimpinan Ir.
Sakirman, “Laskar Pesindo” dibawah pimpinan
Krissubbanu dan masih banyak lagi. Sudah
beberapa hari ini baik TKR maupun badan-
badan kelasykaran berbondong-bondong
menuju ke Parakan……”.
KH Saefudin Zuhri, mantan Menteri agama itu
mengantar sendiri KH.A.Wahid
Hasyim,KH.Zainul Arifin dan beberapa petinggi
negara untuk datang ke Parakan. Mengapa ke
Parakan?
Parakan terkenal dengan kota bambu
runcingnya yang ampuh. Bambu runcing
adalah sebatang bambu berkisar panjangnya
kurang lebih dua meter yang dibuat runcing
pada salah satu ujung atau kedua ujungnya.
Peralatan yang sederhana ini, ternyata pada
masa perang kemerdekaan telah menjadi
senjata massal yang pakai rakyat dalam
melawan penjajah.
Bambu Runcing pada masa Jepang juga sudah
di gunakan. Menurut sumber sejarah pada
masa Jepang mengadakan pelatihan-pelatihan
untuk para anak-anak, remaja dan pemuda
dalam Senendan, senjata yang di pakai untuk
latihan antara lain senjata bambu runcing.
Namun sebelum bambu runcing digunakan,
para santri dan pejuang terlebih dahulu
meminta berkah doa dari kiai di Parakan,
terutama kiai Subkhi. Tidak banyak cerita
mengenai doa apa yang di bacakan oleh Kiai
Subkhi. Namun bambu runcing Parakan
menjadi senjata utama sebelum para pejuang
berhasil merampas senjata milik tentara
penjajah.
Dan ketika sudah ribuan pejuang yang datang
ke Parakan menemui Kiai Subkhi utuk
mencium jemari tangannya dan meminta do’a,
Kiai Subkhi malah bertanya “ mengapa tidak
datang kepada Kiai Dalhar,Kiai Hasbullah dan
Kiai Siraj?”
Mbah Subkhi, putra salah anggota pasukan
Diponegoro yang kemudian berjuang dan
menetap di daerah Parakanadalah kiai yang
sangat sederhana dan rendah hati.
KH.Saifudin Zuhri dalam bukunya berangkat
dari Pesantren bercerita, “KH Wahid Hasyim,
KH Zainul Arifin dan KH Masykur pernah juga
mengunjunginya. Dalam pertemuan itu, KH
Subeki menangis karena banyak yang meminta
doanya. Ia merasa tidak layak dengan maqam
itu.
“Mendapati pernyataan ini, tergetarlah hati
panglima Hizbullah, KH Zainul Arifin, akan
keikhlasan sang kiai. Tapi, kiai Wahid Hasyim
menguatkan hati Kiai Bamburuncing itu, dan
mangatakan bahwa apa yang dilakukannnya
sudah benar.” ( Ahmad Muzan-Wonosobo )
Rabu, 03 Desember 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar